Jumat, 30 Agustus 2013

Bulutangkis : SEA Games Hendaknya untuk Pemain Muda


Sembilan belas hari pasca euforia. Rasa manis itu serasa belum pudar dari lidah. Acara arak-arakan ke sejumlah daerah pun dihelatkan. Bangsa yang thirsty of pride? Boleh jadi, ya. Suatu hal yang salah? Tentu tidak. Apa gerangan yang terjadi 19 hari sebelum ditulisnya artikel ini? Sebuah pretasi datang dari sebuah cabang olahraga, yang mana memang punya romansa tersendiri bagi bangsa ini sejak lama : Bulutangkis. Tak tanggung-tanggung, 2 gelar juara dunia ajang BWF World Championship 2013 berhasil direbut para punggawa olahraga tepok bulu tanah air. Guangzhou, kota terbesar di provinsi termaju di China, menjadi saksi kejayaan Merah-Putih di dua nomor. Sesuatu yang bangsa ini tidak merasakannya sejak 2007 silam.
Euforia Tim Bulutangkis Indonesia di Guangzhou memang tergolong “wah” (saya sedikit heran juga sebetulnya). Bahkan seolah menjadi perban yang mampu menutupi luka yang didapat di tahun sebelumnya, setelah gagal total di Olimpiade 2012. Namun bila nanti buaian itu tak lagi terasa, muncul sebuah pertanyaan : What next? Ya, apa yang dilakukan setelah puas menjadi juara dunia? Jawabannya mungkin akan terdengar klise, namun justru itulah tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Jawaban yang dimaksud adalah mempertahankan dan melestarikan kejayaan, as long as it could be done. Dan satu hal yang tak dapat ditawar dalam upaya mewujudkannya adalah pembinaan dan pengembangan pemain muda.
Ya, regenerasi pemain badminton Indonesia memang tergolong lambat, terutama di sektor tunggal. Hal ini bertolak belakang dengan China yang hampir tiap beberapa tahun sekali melahirkan pemain muda yang handal. Namun stakeholder negeri ini tampak telah mengupayakan hal tersebut. Sebut saja dibangunnya Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Bulututangkis di sejumlah daerah yang merupakan effort yang patut diapresiasi.[1] Selain itu, pengiriman pemain-pemain muda ke kejuaraan internasional hendaknya juga perlu lebih ditingkatkan.
Namun satu hal yang menarik perhatian saya adalah rencana dikirimnya skuad lapis dua bulutangkis ke ajang SEA Games 2013 di Myanmar.[2] Hal ini disebabkan karena event SEA Games bertepatan dengan waktu digelarnya BWF Super Series Final 2013, sehingga pemain terbaik diprioritaskan ikut event yang disebut terakhir. Saya justru melihatnya sebagai suatu hal yang positif. Karena itu berarti memberi kesempatan bagi pemain kelas dua bukan hanya untuk menimba pengalaman, tapi juga mengasah mental dan abilitas bertanding di kancah internasional. So, alangkah baiknya bila PBSI tidak memandang keputusan itu sebagai suatu hal yang incidental (karena bentrok dengan jadwal event BWF), melainkan suatu hal yang akan terus berkelanjutan (dilakukan rutin setiap ajang SEA Games berlangsung).
Saya bahkan memandang, alangkah lebih baiknya lagi bila yang dikirim ke Myanmar nanti adalah pemain-pemain berusia muda. Karena dengan beban target meraih sejumlah medali emas (regu maupun perorangan), para pemain yang masih muda usia akan ditempa dengan pelatihan teknis, mental dan motivasi high level. Terlebih SEA Games merupakan ajang yang ditujukan untuk pemain senior. So, bila pemain junior berani diterjunkan ke ajang tersebut, ia akan mendapat pengalaman berharga tentang bagaimana persaingan kompetisi level senior. Meskipun persaingannya mungkin tidak seketat BWF Super Series, setidaknya atmosfer pertandingan high level tetap didapat. Kondisi tersebut tentu akan berdampak positif bagi perkembangan sang atlet muda untuk ke depannya. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah investasi masa depan bulutangkis Indonesia.
Namun bukannya bermaksud untuk pesimis, tapi harus diakui, pengiriman skuad lapis dua atau skuad pemain muda ke SEA Games memang mengundang resiko. Hal yang dimaksud tak lain adalah melebarnya potensi kegagalan memenuhi target perolehan medali yang dicanangkan. Namun saya rasa hikmah positif pasti tetap dapat dipetik. No pain, no gain. Okelah bila keputusan dikirimnya pemain muda dapat meningkatkan resiko gagalnya meraih taget medali. Namun selama itu demi merintis kejayaan di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia BWF, kenapa tidak? Disinilah kita berorientasi untuk jangka panjang. 
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Sebagaimana sempat disebut sebelumnya, regenerasi pebulutangkis Indonesia tergolong lamban. Namun dengan upaya mengirim dan menempa pemain muda ke ajang kelas tinggi seperti (salah satunya) SEA Games, hal itu dapat dihitung sebagai usaha pengembangan pemain junior, akselerasi menuju level teknis dan mental yang lebih tinggi kelasnya. So, sudah saatnya PBSI memandang SEA Games sebagai kawah candradimuka pemain-pemain muda masa depan bulutangkis Indonesia. Bukan hanya di Naypyitaw 2013, tapi juga SEA Games – SEA Games berikutnya. Sama halnya cabang sepak bola yang menjadikan event dwi tahunan itu sebagai ajang khusus pemain U-23. 




 [1] http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/05/22/225441/Kemenpora-Dirikan-PPLP-Bulu-Tangkis
[2] http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/26/4/171051/Turunkan-Skuat-Lapis-Kedua-di-SEA-Games-PBSI-tidak-Koreksi-Target

Sumber Gambar : http://www.smc.edu/





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...