Senin, 17 Agustus 2015

Kemajemukan Nusantara, Warisan Abadi Bangsa (Catatan Hari Kemerdekaan)

Tahun 2015. Republik Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-70. Sebuah usia yang terhitung tua untuk negara yang lahir pasca Perang Dunia II. Selama 70 tahun itu pula, Tuhan memberi amanat Republik ini untuk merawat dan mengelola berbagai kekayaannya, berupa potensi alam dan heterogenitas manusia-manusianya. Perlu diingat, kekekayaan-kekayaan tersebut bukanlah sesuatu yang baru untuk dimiliki republik ini. Kekayaan-kekayaan tadi merupakan warisan yang didapat dari peradaban-peradaban yang terlebih dahulu ada, jauh sebelum lahirnya republik ini.

Source: https://blogbiografi.wordpress.com/
Ya, sudah sejak dahulu kala tanah air kita memiliki potensi alam dan kemajemukan masyarakat yang sama hebatnya. Penghuni Nusantara adalah sekumpulan manusia yang beranekaragam suku, budaya, agama dan kepercayaan. Mereka hidup membaur antara satu dengan lainnya tanpa memandang perbedaan sebagai halangan, terlebih ancaman. 
Termasuk pula dalam hal ini adalah kerukunan antar umat beragama. Bangsa kita adalah bangsa yang religius. Tetapi bukan berarti negaranya berupa Negara Agama atau Teokrasi, melainkan bangsa kita adalah bangsa yang percaya akan adanya Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan sejarah seperti bangunan Punden Berundak yang diyakini sebagai tempat pemujaan terhadap "Kekuatan Besar". Sehingga ketika agama Hindu dan Buddha dibawa masuk oleh saudagar-saudagar negeri seberang, maka dengan mudah nenek moyang kita menerimanya. 
Di zaman Kerajaan Hindu-Buddha, kerukunan antar umat beragama semakin berkembang. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa candi yang menunjukkan perpaduan dua corak agama yang dianut masyarakat kala itu, seperti Candi Batujaya di Kerawang dan Candi Jawi di Jawa Timur (https://hurahura.wordpress.com). Fakta itu kian diperkuat dengan kalimat Bhineka tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, yang termuat dalam Kitab Kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular, seorang pujangga era Majapahit. Adapun kalimat tersebut artinya "Berbeda-beda tapi satu jua", yang maksudnya untuk mendeskripsikan kerukunan masyarakat kala itu (http://www.sejarah-negara.com).
Sederet fakta historis telah menunjukkan bahwa kerukunan dalam kehidupan masyarakat majemuk Nusantara telah ada sejak lama. Toleransi di tengah kemajemukan merupakan suatu yang lazim di negeri ini. Hal itu pula yang berhasil "dimonumenkan" oleh Bung Karno pada era awal kemedekaan. Beliau menginisiasi pembangunan Masjid Istiqlal yang berdekatan dengan Katedral Jakarta. Tujuannya untuk dijadikan simbol kerukunan umat beragama yang saling hidup berdampingan di Republik ini. Uniknya, Masjid Istiqlal yang notabene rumah ibadah umat Islam termegah di Asia Tenggara, konstruksinya dirancang oleh seorang arsitek Nasrani bernama Frederich Silaban.

Source: http://www.crystalbae.com/travels/indonesia/

Hingga sampailah kita pada tahun ke-70 berdirinya republik ini. Sebagaimana kita ketahui, telah terjadi beberapa peristiwa yang bertentangan nilai-nilai toleransi dan berujung konflik. Tak perlu saya sebut peristiwa dan dimana saja terjadinya, yang jelas kondisi dan potensi ke arah itu memang harus dieliminasi.
Nilai-nilai kebangsaan kiranya perlu direaktualisasi dalam kehidupan masyarakat, terlebih guna mencegah konflik horizontal bernuansa SARA. Gagasan Majelis Permusyawaratan Rakyat mengenai "Sekolah Konstitusi" kiranya perlu segera ditindaklanjuti untuk direalisasikan. Sudah cukup lama sejak Orde Baru, kita tidak ada lagi penataran nilai-nilai kebangsaan semacam P4. Padahal kegiatan semacam itu memang diperlukan untuk memperkuat rasa kebangsaan dan mereduksi paham-paham radikal yang mengancam eksistensi ideologi nasional.
Sebut saja potensi konflik yang ditebar kelompok-kelompok fundamentalis  yang mengatasnamakan agama. Bergabungnya segelintir orang ke organisasi ekstrim fundamentalis adalah buah dari minimnya nasionalisme dalam diri yang bersangkutan.
Meski demikian, hal serupa juga dapat berlaku sebaliknya. Jika Nasionalisme yang ditanam tanpa "siraman" pengetahuan agama yang cukup, bisa mengarahkan kepada Sekularisme. Oleh karena itulah, perlu keseimbangan dalam memahami dua ajaran tersebut, dan Pancasila telah mengarahkan keseimbangan itu sejak lama.
Demikian sekelumit pikiran dan pendapat yang saya tuangkan dalam tulisan ini. Semoga setelah memasuki dekade yang ketujuh, republik ini semakin matang dalam berdemokrasi, semakin adil dalam penegakan hukum, semakin makmur rakyatnya, serta berdaulat dan bermartabat di mata dunia. Dirgahayu Indonesia...



Referensi:
https://hurahura.wordpress.com/2010/09/14/toleransi-beragama-di-masa-lampau/
http://www.sejarah-negara.com/2013/10/kerukunan-umat-hindu-dan-budha-masa.html
http://news.detik.com/berita/2930109/gandeng-lemhannas-mpr-ingin-buat-sekolah-konstitusi
http://www.leimena.org/id/page/v/314/indonesia-bukan-negara-agama-dan-bukan-negara-sekuler

Selasa, 11 Agustus 2015

La Cita (12.1.n)

Beberapa Kutipan dari seorang Bung Hatta


Source: wikipedia.org

"Biarlah pengalaman masa lalu kita menjadi tonggak petunjuk, dan bukan menjadi tonggak yang membelenggu kita."
"Membaca tanpa merenungkan itu bagaikan makan tanpa dicerna."
"Selama dengan buku, kalian boleh memenjarakanku dimana saja, karena dengan buku aku merasa bebas."
"Keberanian bukan berarti tidak takut, keberanian berarti menaklukkan ketakutan."
"Betul, banyak orang yang bertukar haluankarena penghidupan, istimewa dalam tanah jajahan dimana semangat terlalu tertindas,tetapi pemimpin yang suci senantiasa terjauh dari godaan iblis itu."
"Pahlawan yang setia itu berkorban bukan untuk dikenal namanya, tetapi semata-mata untuk membela cita-cita."
(Muhammad Hatta, 1902-1980)

Minggu, 02 Agustus 2015

Tips bagi Pemudik/Pulang Kampung

Source: https://www.flickr.com/photos/alancleaver/5577108264
Well, untuk kali pertama saya mencurahkan sesuatu yang sifatnya pribadi di blog imaginarium ini. Belum lama ini saya mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakkan berkenaan dengan Laptop saya. Berawal ketika saya meninggalkan kamar indekos dalam kondisi terkunci saat hendak berangkat mudik, 5 hari kemudian saya kembali ke tempat yang sama dalam kondisi yang berbeda.
Pintu kamar yang sedianya terkunci, tiba-tiba sudah tak lagi kala saya memasukkan kunci ke lubang gagangnya. Dengan rasa heran bercampur cemas, saya bergegas masuk dan memeriksa kondisi di dalam kamar. Kondisi kamar memang sedikit berantakan, persis seperti terakhir kali saya pergi. Namun ketika saya memeriksa tumpukan kertas tempat saya "menyembunyikan" Laptop, Bingo!!! Barang berharga itu sudah hilang entah kemana, bersamaan dengan charger-nya yang turut raib.
Kemudian saya melihat resleting Ransel yang saya tinggalkan di kamar selama mudik sudah dalam kondisi terbuka semua. Pemandangan itu sudah cukup menunjukkan bahwa ada "tamu tak diundang" yang masuk kamar, lalu mempraktekkan "keahliannya" melakukan perbuatan haram demi keuntungan yang sama sekali tak mendatangkan berkah baginya, serta merugikan orang lain yang menjadi korbannya.
Sungguh bila teringat file-file yang tersimpan dalam Laptop saya, rasanya seperti membangun sebuah peradaban super power yang gemah ripah loh jinawi, tiba-tiba terjadi letusan super volcano yang disusul gempa 11 magnitude, lalu diakhiri megatsunami setinggi 600 meter, hingga musnahlah sebuah peradaban madani, sirna ilang kertaning bhumi. #excessivemodeon. #tsaah.
Dari pengalaman diatas saya akan berbagi tips bagi anda para perantau yang sering mudik/pulang ke kampung halaman untuk mengamankan barang berharga yang ditinggalkan. Saya tidak akan mengajarkan anda untuk memeriksa apakah lampu sudah dimatikan, colokan listrik sudah aman atau memastikan barang di kamar sudah tersusun rapi lalu pintu terkunci rapat. Disini saya hanya menyarankan anda untuk membawa barang berharga anda ke kampung bila memang khawatir untuk "meninggalkannya sendirian di kamar" selama mudik.
Atau jika kondisinya tak memungkinkan untuk membawa barang-barang berharga tersebut ke kampung, seperti saya yang merasa tak perlu bawa Laptop karena selain menambah berat bawaan dan tak akan berguna selama di kampung halaman, silahkan titipkan barang tersebut ke orang yang anda percayai seperti pemilik indekos/kontrakan atau teman anda yang tidak mudik.
Satu lagi tambahan, pasanglah kunci gembok untuk melengkapi kunci gagang pintu anda agar memastikan bahwa pintu anda benar-benar terkunci dengan aman dan maksimal.
Demikian sedikit tips dari saya yang rasanya sangat singkat dan sederhana, tetapi saya harap dapat mendatangkan manfaat bagi anda yang membaca dan menerapkannya kelak saat mudik atau pergi meninggalkan indekos/kontrakan dalam waktu yang lama.
Have a nice day...

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...