Rabu, 21 Maret 2012

Bandara Baru, Harapan Baru


            Bandar Udara atau Bandara, khususnya Bandara Internasional, merupakan pra-sarana yang mempunyai berbagai manfaat yang penting bagi negara atau daerah yang bersangkutan. Keberadaan Bandara Internasional antara lain berfungsi sebagai pintu gerbang menuju negara yang bersangkutan, menggerakkan perekonomian daerah yang ditempati, serta mengangkat derajat daerah tempat berdirinya bandara di kancah internasional. Suatu daerah yang belum ada bandara kemudian dibangun sebuah Bandara Internasional, besar kemungkinan pertumbuhan ekonominya melaju pesat dan menjadi daerah yang prospektif.

          
               Hampir seluruh provinsi di Indonesia telah memiliki Bandara bertaraf internasional. Kali ini pun tidak jarang ada beberapa provinsi yang berencana melakukan pengembangan bandaranya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas bandara, bahkan ada juga yang membangun bandara baru yang lebih qualified guna menggantikan bandara yang lama. Salah satu provinsi di Indonesia yang berencana akan membangun bandara baru adalag Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang selama ini telah memiliki Bandara Adisucipto.
            Untuk diketahui, Bandara Adisucipto yang berlokasi di timur kota Yogyakarta, mempunyai kapasitas 3 juta penumpang per tahun dan memperoleh status bandara internasional sejak 2004. Namun seiring dengan berjalannya waktu, makin tingginya jumlah pengguna jasa bandara tersebut, sehingga data terakhir menyebutkan bahwa kepadatan penumpang telah mencapai 4 juta penumpang per tahun. Untuk dilakukan pengembangan pun rasanya sudah tidak memungkinkan karena lahan di sekitar bandara sudah banyak yang terpakai. Terlebih lagi kondisi lokasi yang sekarang sudah tidak layak untuk keberlangsungan kegiatan bandara karena letaknya yang relatif berada di wilayah pemikiman penduduk.
            Fakta itulah yang mendasari niat Pemprov DIY yang menandatangi Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Angkasa Pura I untuk membangun bandara internasional baru guna menggantikan posisi Bandara Adisucipto. Rencananya bandara baru yang hendak dibangun tersebut akan dilengkapi fasilitas canggih yang didatangkan dari Republik Ceko dan pembangunanya melibatkan kontraktor dari India. Bandara baru tersebut didesain untuk menampung 10 juta penumpang per tahun. Menariknya, panjang landasan pacu (runway) direncanakan mencapai 5.400 meter alias 5,4 km (setara Jembatan Suramadu!). Padahal bandara dengan runway terpanjang di Indonesia, Bandara Internasional Hang Nadim di Batam, landasan pacunya 4.025 meter. So, berarti bandara jogja nanti akan menggeser Hang Nadim??    
            Lokasi yang hendak dijadikan tempat berdirinya bandara baru pun dicari. Setidaknya ada 6 calon yang dinilai kelayakannya, namun hanya dua lokasi yang paling menonjol untuk dijagokan, yakni Kecamatan Sanden di Bantul dan Kecamatan Temon  di Kulon Progo. Kedua daerah tersebut memang dinilai ideal untuk dijadikan lokasi bandara karena letaknya yang berada di pesisir pantai. Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Prostal) Universitas Gadjah Mada mendapat kepercayaan untuk melakukan pra studi kelayakan (feasibility study) terhadap calon-calon lokasi bandara.
            Setelah melakukan peninjauan dan penilaian secara seksama terhadap beberapa calon lokasi yang diajukan, pada pertengah bulan maret kemarin Prostal UGM telah mengumumkan hasil pra studi kelayakannya. Dan lokasi yang dinilai paling tepat untuk dijadikan lokasi pembangunan bandara pun akhirnya jatuh kepada Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Keputusan ini pun mendapat sambutan positif dari Pemkab Kulon Progo yang sejak awal tampaknya memang sudah optimis  wilayahnya terpilih menjadi lokasi pembangunan bandara. Rencana pembangunan bandara di Temon sekaligus menambah daftar mega proyek yang hendak dibangun di Kabupaten yang terletak di sebelah barat Sungai Progo tersebut menyusul rencana pembangunan pelabuhan perikanan di Tanjung Adikarto yang telah santer diberitakan sebelumnya.
            Sebagai warga jogja tentu saya mendukung segala kebijakan yang ditujukan untuk membangun daerah agar lebih maju dan sejahtera. Meskipun baru tahap pra studi kelayakan, seandainya memang benar bandara akan dibangun di Temon, ada beberapa hal, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai masukan, yang menurut saya cukup penting untuk dilaksanakan, ketika bandara sedang dibangun maupun ketika selesai dibangun. Pertama, saya menyarankan konsep bandara baru nantinya dibangun dengan arsitektur tradisional. Konsep pengembangan Bandara Ngurah Rai di Bali bisa dijadikan contoh. Arsitektur bandara  di pulau dewata itu akan direnovasi dengan arsitektur gaya tradisional Bali. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk melestarikan nilai budaya daerah, tapi sekaligus untuk daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang melalui bandara yang bersangkutan. Apalagi DIY juga seperti Bali, sama-sama tempat tujuan wisata utama di Indonesia. Dengan mengedepankan arsitektur khas Jawa secara tidak langsung menegaskan eksistensi DIY sebagai salah satu pusat kebudayaan yang menjadi tujuan pariwisata di pulau tersebut.
            Kedua, saya menyarankan bila bandara sudah jadi, kawasan di sekitar bandara, di semua sisi bandara baik utara, barat, timur, selatan sebisa mungkin harus steril dari aktivitas penduduk, apalagi pemukiman penduduk. Minimal sejauh 2 km. Hal ini penting bukan hanya agar kegiatan bandara lancar, tapi lebih untuk ke antisipasi jangka panjang. Belajar dari pengalaman selama ini dimana untuk membangun atau mengembangkan infrastruktur, salah satu kendala terberat adalah pembebasan lahan. Bandara Soekarno-Hatta bisa dijadikan contoh konkrit. Rencana pemerintah untuk mengembangkan bandara tersebut terkendala pembebasan lahan karena kawasan di sekitar Bandara sudah banyak dijadikan tempat aktivitas penduduk bahkan untuk pemukiman. Dengan melakukan sterilisasi sejak dini terhadap kawasan sekitar bandara, kemungkinan akan lebih mudah dalam mendapatkan lahan bila suatu saat hendak melakukan pengembangan.
            Masukan ketiga tentang akses menuju bandara. Bila dilihat di peta, wilayah Temon terletak di ujung barat pesisir selatan Kulon Progo, berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah). Saya tidak tahu detail berapa kilometer jarak antara Temon dengan pusat kota Jogja. Yang jelas amat sangat jauh sekali dibandingkan dengan Bandara Adisucipto yang sekarang. Untuk itu perlu dipikirkan sarana maupun pra-sarana yang tepat untuk menunjang akses dari dan menuju bandara. Saya cenderung lebih setuju bila menggunakan moda transportasi berbasis rel, alias kereta api sebagai akses bandara. Karena moda kereta api selain cepat dan lancar (bebas hambatan karena berjalan di rel), kapasitasnya massif dan tergolong aman dan nyaman. Akan berbeda halnya bila seandainya Pemprov DIY membangun jalan tol Jogja-Temon untuk akses ke bandara. Jalan tol memang lancar, tapi tidak efisien karena penggunanya harus memakan waktu lebih lama di perjalanan dan boros BBM. Bila perlu akses relnya nanti dibuat double track agar lebih efektif dalam memobilisasi penumpang dari dan menuju bandara.
            Terakhir, masih berhubungan dengan saran ketiga tadi. Pembangunan bandara hendaknya terintegrasi dengan stasiun kereta api yang melayani penumpang dari dan menuju bandara. Sehingga begitu calon penumpang turun dari kereta di stasiun, mereka tinggal berjalan kaki menuju bandara karena stasiun tempat pemberhentiannya memang terletak di dalam kawasan bandara. Semua saran diatas tidak terlepas dari ketentuan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang bunyinya :
"Bandar udara sebagai bangunan gedung dengan fungsi khusus, pembangunan wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan, kelestarian lingkungan serta keterpaduan intermoda dan multimoda."
            Rencana pembangunan bandara internasional di Kulon Progo memang sudah sepatutnya dilakukan oleh Pemrov DIY dalam rangka melaksanakan pelayanan publik. Keberadaan infrastruktur yang layak memang menjadi pra-sayarat dapat berkembangnya suatu daerah. Kelak bila bandara baru itu jadi, tak jauh dari bandara akan dibangun hotel-hotel untuk akomodasi penumpang, rumah-rumah makan, tempat perbelanjaan, dan sebagainya. Keberadaan tempat-tempat itu tentu akan membuka lapangan kerja baru yang menyerap tenaga-tenaga kerja setempat sehingga mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu dengan bertumbuhnya hotel-hotel dan restoran juga berimbas terhadap meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena pajak hotel dan restoran masuknya ke kas Kabupaten/Kota.
             Dengan adanya rencana pembangunan bandara dan pelabuhan kiranya menjadi sinyal bangkitnya pembangunan di Kulon Progo. Apalagi belum lama ini pemerintah juga hendak membangun industri besi-baja di kabupaten yang beribukota di Wates itu yang tentunya akan menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja. Apabila ketiga mega proyek tersebut terealisasi, bukan tidak mungkin perekonomian Kulon Progo bakal lebih menggeliat dan berimbas pada  peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.


           
           
           
           
           
           
           
            

Jumat, 02 Maret 2012

A Day To Be Forgotten...


Tanggal 29 Februari. Sebuah tanggal yang hanya terjadi empat tahun sekali, karena tanggal 29 februari hanya ada di tahun kabisat (angka tahun yang habis dibagi empat). Tahun ini, 2012, tanggal langka tersebut jatuh pada hari rabu, tepat sehari sebelum dipostingnya artikel ini. Pada hari langka itu pula telah terjadi sebuah peristiwa yang juga langka tapi pahit untuk dikenang, khususnya bagi para insan sepakbola Indonesia. What happened on that day? Timnas Indonesia telah mencatatkan rekor kekalahan terburuk sepanjang sejarah persepakbolaan Indonesia. Bermain di kota Manama (markas tim Bahrain), tim Garuda dibantai habis sepuluh gol tanpa balas! Belum pernah sejak PSSI didirikan pada tahun 1930, timnas mengalami kekalahan dengan gol sebanyak itu, bahkan ketika melawan Brazil pada tahun 1972 sekalipun.
Ketika awal saya mengetahui Timnas Indonesia hendak menjalani laga terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2014 melawan tuan rumah Bahrain dengan membawa pemain-pemain muda dari kompetisi legal, saya memang sudah memprediksi Timnas bakal kalah telak. Bukannya pesimistis, tapi realistis. Bahrain adalah salah satu tim terkuat di Timur Tengah dan prestasinya cukup berkibar di Asia. Hal ini terbukti pada 2 kualifikasi piala dunia terakhir (2006 dan 2010), mereka selalu lolos ke babak akhir (play off) meski akhirnya gagal lolos ke piala dunia.
Ketika menonton siaran langsung pertandingan tersebut saya hanya melihat Babak I saja dimana kedudukan akhir 4-0 untuk tuan rumah Bahrain. Separuh dari empat gol itu dilesakkan lewat titik putih alias penalty. Begitu babak pertama usai saya langsung matikan TV dan menyetel computer untuk berinternet. Setelah cukup lama saya asyik “berselancar” di berbagai situs (bukan porno loh :P), saya memutuskan untuk mengupdate skor pertandingan di TV. Begitu saya buka beritanya, Ow… My… Gosh. Baru… aja timnas membukukan rekor baru berupa kekalahan terburuk sepanjang sejarah. As we know today, skor akhir adalah 10-0 untuk kemenangan Bahrain. Buset dah!
Terakhir sebelum saya ketik artikel ini, diberitakan bahwa hasil pertandingan tersebut mengundang kecurigaan FIFA. Organisasi sepakbola tertinggi di dunia tersebut hendak menginvestigasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang illegal seperti suap. Skor pertandingan itu memang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Bahrain yang untuk lolos harus menang minimal sepuluh gol atas Indonesia (hampir mustahil), secara kebetulan bisa terwujud dengan skor yang benar-benar diharapkan. Meskipun Bahrain tetap tak lolos karena kalah poin dari Qatar (saat bersamaan menahan imbang Iran 2-2), FIFA tetap melihat ada kejanggalan pada pertandingan yang berlangsung di kota Manama tersebut.
Saat pertandingan baru berjalan sekitar 3 menit, kiper Indonesia sudah diganjar kartu merah karena menjatuhkan pemain Bahrain di kotak penalty. Beberapa lama kemudian kembali terjadi pelanggaran di kotak penalty. Namun penalty kedua Bahrain berhasil ditepis kiper lapis dua Indonesia. Selang tak lama kemudian kembali terjadi pelanggaran yang menyebabkan penalty bagi Bahrain dan berhasil membuahkan gol. So, dalam satu babak terjadi 3 kali penalty. Babak kedua Bahrain menambah 6 gol yang salah satunya juga dihasilkan lewat penalty. Jadi totalnya ada 4 penalti dalam satu pertandingan.
Namun terlepas dari kepemimpinan wasit atau faktor non teknis lain yang mempengaruhi pertandingan tersebut, penampilan timnas memang benara-benar menunjukkan mereka memang tim yang belum matang. Jelas saja karena mayoritas pemain yang dibawa berusia U-23 dan caps internasionalnya masih nol. Hal ini merupakan buah dari keputusan PSSI yang terlalu berani menurunkan pemain-pemain muda minim pengalaman yang berasal dari klub-klub liga yang mereka akui. Padahal sebagian besar pemain talenta terbaik negeri ini berada di Liga yang justru di-judge sebagai liga illegal oleh PSSI.
Bagi para pemerhati sepak bola nasional tentu sudah akrab atau bahkan bosan dengan kontroversi dilarangnya pemain di luar liga resmi, untuk membela timnas. Keputusan PSSI disinyalir karena adanya kepentingan. Karena ketua PSSI yang sekarang adalah kaki-tangan dari orang yang mencetuskan kompetisi Liga Sepakbola Profesional yang kini diakui PSSI sebagai liga yang sah. Padahal pada masa ketua PSSI yang sebelumnya, liga profesional tersebut sudah dianggap tidak sah. So, cukup reasonable bila muncul dugaan peninjukan liga yang sah sekarang memang sarat kepentingan.
Sebenarnya kepemimpinan PSSI yang sekarang punya visi yang bagus dan cukup jelas. Yaitu fokus pada pembinaan usia dini dengan menggelar kompetisi usia muda oleh setiap pengcab di seluruh Indonesia. Mereka pun juga serius menyiapkan timnas di segala kelompok umur mulai dari U-17, U-19, U-21, U-23 hingga senior. Tapi sayangnya PSSI masih belum bisa melepaskan ego mereka yang tetap bersikeras melarang pemain di luar liga resmi untuk masuk timnas. Hal ini tentu menyulitkan pelatih timnas karena pilihan pemainnya terbatas. Selain itu kualitas liga yang sekarang dilegalkan PSSI belum teruji. Begitu pula pemain-pemainnya yang belum ada yang dapat meyakinkan publik sepak bola nasional kecual dari klub-klub yang sudah punya nama di kancah sepak bola nasional jauh sebelum kepemimpinan PSSI yang sekarang.
Dorongan agar PSSI mau mengakui liga di luar mereka terus didengungkan. Namun sepertinya PSSI berat untuk melaksanakannya. Padahal fakta membuktikan bahwa dulu Indonesia juga sempat menggelar dua kompetisi sekaligus (Galatama dan Perserikatan) dan tidak malasah atas penyelenggaran double kompetisi tersebut. Jadi semua ini sebenarnya memang tergantung pada kemuan PSSI. Jika memang benar PSSI komit untuk peningkatan prestasi timnas, mestinya mereka harus terbuka terhadap semua hal yang dapat menunjang kebutuhan timnas. Termasuk terhadap semua kompetisi yang menghasilkan talenta berkualitas dan siap pakai.
Di tengah kisruhnya kepengurusan sepakbola nasional, tampaknya sekelompok orang-orang yang peduli sepak bola sejak lama telah menyusun rencana untuk “mengkudeta” ketua PSSI yang sekarang berkuasa. Pada tanggal 18 Maret 2012, kelompok yang menamakan dirinya Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) hendak mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih ketua PSSI yang baru. KPSI yakin upaya yang mereka lakukan akan diterima Asian Football Confederation (AFC) karena mereka mengklaim usaha tersebut didukung oleh 2/3 anggota PSSI. Jadi bila nantinya KLB selesai diselenggarakan dan ketum PSSI sudah dipilih, bagaimana mekanisme dalam mengakuisisi jabatan yang tengah dipegang secara sah oleh orang yang kini menjabat sebagai Ketum PSSI? Just wait and see sajalah. Apapun hasilnya nanti, yang penting dua kompetisi liga yang ada bisa segera disatukan dan tak ada lagi diskriminasi terhadap pemain-pemain klub tertentu untuk mengenakan kostum garuda di dada.
Dan yang lebih penting lagi, jangan lagi ada kekalahan 10 gol tanpa balas yang lebih disebabkan karena keegoan para pemangku kepentingan sepak bola nasional. Cukup sekali saja terjadi dalam sejarah sepak bola Indonesia. Cukup sekali saja terjadi pada tanggal langka yang tampaknya  lebih layak disebut sebagai the day to be forgotten bagi insan sepak bola nasional.







Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...