Sabtu, 28 Mei 2016

Bias Rasa

Apalah gerangan kau ini
Datang tetiba bak semilir angin
Merasuk pori-pori dada dan kepala ini
Racuni hati hingga relung teresapi
Akal sehatku lumpuh serasa mati

Membias rasa dalam diri
Perasaan macam apa ini?
Semu tanpa ada nilai
Tapi konstan bergelayut dalam diri
Liarkan imaji dalam savana sepi
Tanpa dapat kumaknai sama sekali

Sengaja aku datang kemari
Cuma untuk menelisikmu seorang diri
Dan konklusi yang kini kutegasi
Rasa ini bukan cinta, tapi obsesi!

Ya, ini urusan kau dan aku
Kau yang membenturku
Dengan sosok asing itu
Tanpa alasan dan rasionalitas yang patut

Apalah salahku duhai penjaja rasa
Kau tahu, dia dan aku tak ada apa-apa
Aku tak menanam apa-apa
Tapi kau yang semai dengan lancangnya
Memaksaku bermain-main tanpa logika
Kau tautkan simpul semu dalam kalbu yang hampa

Dan inilah waktuku 'tuk balas memaksa
Menggugatmu 'tuk ungkapkan kebenaran
Kebenaran yang nyata tanpa embel-embel "semoga"
Jikalau memang garis takdir kami sama
Tunjuklah bahwa itu nyata

Tapi jika itu palsu, tunjuklah pula!
Bawalah kembali rasionalitas yang kau sita
Karena sungguh tak pernah kuhendakinya
Aku tak mau permainkan rasa
Terlalu lugu hati ini 'tuk dimainkan
Terlebih terkait masa depanku seorang

Sekali lagi ku tekankan dengan tegas
Ini soal realitas
Bukan impian kosong yang tak jelas
Menuntun inangnya dalam sesat tak berbatas

Jakarta, 28 Mei 2016
Written by: Ali-Aliyonk

Senin, 02 Mei 2016

La Cita (12.1.u)

"Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik, di tengah atau di antara murid, Guru harus menciptakan prakarsa dan ide, dari belakang seorang Guru harus memberikan dorongan dan arahan."
          - Ki Hadjar Dewantara -

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...