Jumat, 27 Januari 2017

La Cita (12.2.b)

"Everyone is genius. But if you judge a fish on its ability to climb a tree, it will live its whole life believing it's stupid."
- Albert Einstein -

Selasa, 24 Januari 2017

Lagu "Seberapa Jauh Ku Melangkah" (Indonesian version of "How Far I'll Go", OST Moana)

Source: https://www.flickr.com/


Telah lama kutatap tepian air
Sejak dari dahulu tanpa tahu mengapa
Andai ku bisa jadi sempurna
Ku telah mencoba tapi selalu kembali lagi

Setiap tindakan setiap langkahku
Setiap jalanku semua kembali 
Ke tempat yang ku tuju
Walau ku rindu

Horizon seakan memanggil diriku
Tak ada yang tahu seberapa jauh
Jika angin laut membawaku berlayar
Nanti ku sadar
Entahlah seberapa jauh ku melangkah

Ku tahu semua di pulau ini
Nampak begitu bahagia seperti yang diharapkan
Aku tahu semuanya sudah punya peran masing-masing
Biarlah ku dengan peranku

Bangga memimpin membuat kita kuat
Ku bisa saja ikut yang ada
Tapi suara hatiku berkata lain 
Apa yang salah?

Lihat cahaya di laut itu menyilaukan
Tak ada yang tahu kuat sinarnya 
Dan bagaikan memanggil namaku temukanku
Biar ku tahu apa disana ku lewatikah

Horizon seakan memanggil diriku
Tak ada yang tahu seberapa jauh
Jika angin laut membawaku berlayar
Seberapa jauh ku melangkah...

Sung by: Maudy Ayunda




Minggu, 22 Januari 2017

Sedikit Masukan untuk Sepakbola Indonesia

".... Bagi saya, lebih baik dua atau tiga pemain diberi kesempatan bermain di satu klub luar negeri dan itu kita lakukan ke beberapa klub ketimbang mengirim satu tim tetap bersama-sama seperti Primavera."
- Kurniawan Dwi Yulianto -

Sepakbola Indonesia kini benar-benar tengah menjalani babak baru. Setelah terbebas dari sanksi FIFA 2016 lalu, PSSI selaku induk organisasi tertinggi sepak bola nasional telah memilih Ketua baru untuk memimpin organisasinya hingga tahun 2020. Beberapa langkah pun telah diambil kepengurusan baru seperti penunjukan pelatih timnas senior dan kelompok umur, format kompetisi liga, pembinaan usia dini, dan program-program lain akan dijalankan untuk memajukan sepakbola nasional beberapa tahun ke depan.

Pixabay


Bicara soal pembinaan usia dini, maka sama halnya bicara tentang pondasi dalam pembangunan sepakbola yang maju dan profesional. Oleh karena itu diperlukan komitmen dan konsistensi yang tak sekedar wacana saja, tetapi juga dalam prakteknya di lapangan. Kabar baiknya, kepengurusan baru PSSI 2016-2020 telah menyiapkan program untuk mewujudkannya, dimana mereka akan menggelar sebuah komopetisi usia dini yang akan dimonitor langsung oleh pemandu-pemandu bakat di seluruh tanah air. (http://bola.bisnis.com/)

Tentu kabar tersebut layak diapresiasi dan didukung penuh oleh segenap pemerhati sepak bola. Terlebih jika klub-klub yang terlibat di dalam kompetisinya nanti tak hanya melatih pemain dari segi teknis, tapi juga segi mental. Cukup besar harapan untuk melihat pemain-pemain muda yang tak hanya ber-skill mumpuni, tapi juga bermental juara. Suatu hal yang mutlak dibutuhkan Tim Nasional, sebagai muara dari hasil pembinaan yang dilakukan tersebut. 

Kiranya ini fakta yang sudah cukup sering terdengar, bahwa sebenarnya Indonesia punya cukup banyak telanta-talenta sepakbola yang potensial. Akan tetapi potensi-potensi itu seolah mentok saat pemain berusia 20 tahun keatas. Memang banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, namun ijinkan saya untuk menitikberatkan pada pembinaan usia muda.

Selama ini sudah cukup banyak baik turnamen maupun kompetisi yang digelar untuk pemain-pemain usia muda. Tugas PSSI adalah mengintegerasikan semua itu dalam sebuah sistem hirarkhi pembinaan berjenjang yang profesional dan berkelanjutan, terutama untuk kompetisi (bukan turnamen). Gagasan kepengurusan baru sebagaimana disebutkan diatas kiranya agar lebih diselaraskan lagi pola pembinaan yang sudah ada sebelumnya.

Namun akan lebih baik lagi jika program pembinaan dalam negeri yang menjadi prioritas dilengkapi pula dengan program komplementer. Diharapkan program ini akan mempermudah PSSI dalam mewujudkan tujuan yang digariskan dalam program utama. Adapun program komplementer yang dimaksud adalah membina pemain-pemain muda berbakat di negara yang sudah maju sepakbolanya.

Mungkin gagasan ini tidak terdengar baru lagi. Benar, program pengiriman pemain ke luar negeri sudah beberapa kali dilakukan PSSI di masa lalu. Sebut saja program pengiriman timnas ke Brazil tahun 1980-an, proyek primavera 1993-1994, hingga proyek Sociedad Anonima Deportivo (SAD) Indonesia ke Uruguay tahun 2008-2012. Tetapi yang dikirim dalam program-program tersebut adalah sebuah skuad tim, bukan pemain dalam artian individu ataupun beberapa individu saja.

Hasil dari proyek-proyek itu pun kurang sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun sempat menghasilkan pemain-pemain bagus dan menjadi pilar timnas di kemudian hari, tapi efeknya masih kurang terasa untuk peningkatan prestasi Timnas pada umumnya. Faktor penyebab kurangnya berhasilnya proyek-proyek tadi kiranya telah diungkapkan oleh mantan pemain yang terlibat langsung dalam program tersebut. 


Pixabay


Kurniawan Dwi Yulianto, mantan striker Timnas yang dibina langsung dalam program Primavera 1993, mengungkapkan bahwa pengiriman satu tim ke luar negeri sama halnya memindahkan tempat latihan bersama saja. Efeknya untuk peningkatan teknis kurang terasa karena rekan-rekan berlatihnya juga sama, kendati tempat dan cuacanya berbeda. Lebih lanjut, Kurniawan menjelaskan bahwa efek berlatihnya baru terasa ketika sang pemain bergabung dalam sebuah Klub yang benar-benar 100% pemainnya kelas Eropa. (http://www.bola.com/)

Pernyataan diatas tentu faktual karena diutarakan oleh mantan pemain yang terlibat langsung dalam pelatihan dimaksud, sehingga para pemangku kepentingan sepakbola nasional perlu mencermatinya. Nah, kembali ke program komplementer yang saya tulis sebelumnya. Berkaca pada statement diatas, maka alangkah baiknya jika pembinaan usia muda dalam negeri dilengkapi pengiriman pemain-pemain potensial terpilih untuk berkompetisi di luar negeri.

Sekali lagi: mengirim pemain, bukan mengirim tim. Bolehlah PSSI mengirim Timnas TC ke luar negeri. Tapi untuk pembinaan jangka menengah, PSSI bisa mengambil beberapa pemain muda terbaik untuk dikirim ke luar negeri. Misalnya PSSI bisa ambil beberapa pemain U-19 atau U-16 dari setiap lini untuk berkompetisi di Spanyol. Sebut saja dari lini belakang (bek), lini tengah (gelandang) dan lini depan (penyerang) masing-masing diseleksi 2 pemain sehingga totalnya 6 pemain. Keenam pemain ini kemudian dititipkan secara tersebar di 2-3 tim Liga Spanyol untuk berlatih dan berkompetisi secara reguler disana, minimal satu musim.

Dengan cara ini, pemain-pemain yang berlatih dan berkompetisi di negara sepakbola maju diharapkan membawa pengaruh positif ketika bergabung dengan Tim Nasional. Terlebih jika diambil dari setiap lini, maka akan ada kontribusi yang merata dalam tim secara utuh. Dengan catatan, negara yang dituju benar-benar punya kultur sepakbola yang baik dalam menunjang pembinaan pemain muda. Dan yang lebih penting lagi adalah kontinuitas program agar tidak terhenti tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Demikian sedikit masukan dari saya untuk pembinaan sepak bola tanah air, semoga bisa dijadikan pertimbangan bagi para stakeholder sepakbola nasional. Salam olahraga...


Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...