Sabtu, 29 Juni 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.7)

Sambungan dari bagian 6

Malam berlalu, berganti dengan pagi hari yang cerah. Mata Sandra terbuka perlahan. Tubuhnya masih terbaring di atas kasur. Kembali perlahan ia menolehkan kepala ke samping. Namun tidak terlihat olehnya sosok Pandu yang semalam tidur bersamanya. Ia mengacuhkan hal itu dan mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Diinjakkan kaki kanannya ke lantai dan turunlah Sandra dari kasur. Bersama sisa rasa kantuk yang masih menghinggapinya, Sandra berjalan ke arah jendela dan membukanya. Tampak olehnya pemandangan pagi di jalananan depan aprtemennnya yang berada lantai dua. Masih terbilang sepi pikirnya. Rasa ingin tahunya mulai bangkit perihal dimana Pandu gerangan kini berada.
“Pandu…” panggil Sandra menaikkan nada suaranya.
Namun tidak ada jawaban atas penggilannya. Kembali sekali lagi ia panggil nama yang sama seraya berjalan ke dapur. Namun kembali tak membuahkan jawaban.
“Paling keluar jalan-jalan…” pikirnya simpel.
Sandra pun membuka keran guna mengisi ceret dengan air yang keluar. Ia tutup ceret begitu penuh, lalu ditaruhnya diatas kompor yang menyala dengan api birunya. Rasa ingin buang air kecil menghinggapi Sandra. Ia beranjak meninggalkan dapur menuju kamar mandi. Begitu sampai tempat tujuan, pintu kamar mandi tertutup rapat. Ia ketok pintunya dengan prediksi Pandu ada di dalamnya.
“Pandu, kamu di dalam?”
Lagi-lagi tak ada respon. Dicobanya untuk memutar gagang pintu kamar mandi. Begitu terbuka, tiba-tiba Sandra berteriak spontan,
“AAAAAAAAAAAARGGHHHHHHHH…….!!!”
Tak lama setelah itu, alunan sirene mobil polisi dan ambulans saling bersahutan di depan apatemen tempat tinggal Pandu dan Sandra. Pandu ditemukan Sandra menggantung di tali tambang dalam kondisi tak bernyawa, dalam kamar mandi apartemennya. Berdasarkan hasil olah TKP, Polisi menduga kuat kematian Pandu murni bunuh diri. Dan faktanya memang benar demikian…

                                                                               ****

5 bulan sebelumnya…
Graha Taruna Catering, kantor tempat Sandra bekerja sehari-hari sebagai marketing. Waktu menunjuk pukul 12 siang, dimana orang-orang biasa menyebutnya jam istirahat. Sandra dan seorang wanita rekan kantornya bersiap hendak keluar untuk makan siang. Tiba-tiba salah satu rekan lainnya, yang bernama Widya,  datang menghampiri Sandra.
“San, ada tamu nyariin kamu.”
“Siapa?” tanya Sandra.
“Ngga tahu, laki-laki kayak orang India gitu.” jelas Widya.
“Oke deh, kalian makan duluan aja.” kata Sandra bergegas menuju ruang tamu.
Sandra sudah tahu siapa yang mencarinya, setelah mendengar penjelasan Widya tentang ciri-ciri India tadi. Seorang warga negara Singapura yang tidak lain adalah teman dekat suaminya.
“Eh Pandu, ada apa ya?” sambut Sandra menyebut nama tamunya.
Sorry for bothering you. Sedang busy-kah?” tanya Pandu.
“Mau istirahat sih, but it’s okay kalau ada hal yang mau dibicarakan. Silahkan duduk.”
“Oh, nak makan siang ya. Kalau begitu, kita makan sama-sama je sekarang.”
Sandra pun memenuhi ajakan tamunya yang berbahasa gado-gado, melayu-inggris. Mereka berjalan bersama menuju rumah makan yang tak jauh dari kantor Sandra. Sesampainya di tujuan, masing-masing memesan makanan menu makan siangnya. Sambil menyantap makan, keduanya memulai pembicaraan.
“Sandra, aku dengar kalian married kerana dijodohkan both of your parents. Benarkah?” tanya Pandu.
“Rafi yang cerita ya?” tanggap Sandra.
Yeah. Dia cakap pasal tu.”
“Iya, kami memang dijodohkan oleh masing-masing orang tua kami.” jelas Sanda.
Do you enjoy it?
Sandra sejenak berpikir dan menjawab,
Yeah, why not?”
Pandu tersenyum dan mencoba meyakinkan,
Are you sure?”
Yeah, yes I am..” jawab Sandra.
I am not..” kata Pandu menggelengkan kepala, masih dengan senyuman.
“Not what?” tanya Sandra.
I’m not sure kau enjoy with Rafi. Your eyes can’t lie..”
Kembali sejenak Sandra terdiam, lalu mencoba tersenyum meredam situasi.
What do you mean?” tanya Sandra.
I mean.. I can see you tak enjoy hidup bersama Rafi. Don’t you?”
Sandra menghela nafas dan menyeruput minuman dinginnya dengan sedotan.
“Aku tak paham maksud pembicaraanmu.” ujar Sandra dengan mimik lebih serius.
“Well..”
Pandu lalu mengeluarkan sebuah kotak dari kantongnya. Diletakkannya benda itu di meja, tepat di hadapan Sandra.
“Mungkin benda ini nak buat kau paham.” kata Pandu.
“Apa ini?”
“Bukalah.”
Dibukanya bungkusan kotak itu oleh Sandra. Dan begitu terbuka tampaklah isinya berupa jam tangan mewah berwarna putih silver dengan serpihan berlian yang menempel di sepanjang sisi lingkaran kepala jamnya.
“Kamu ngasih aku ini??” tanya Sandra dengan penuh takjub.
Yup, that’s yours..”
Oh my God… It’s so expensive.. Bagaimana aku bisa menebus ini?” tanya Sandra dengan ekspresi yang tak berubah.
Kini giliran Pandu yang terdiam sejenak. Diletakkan tangan kanannya di meja, tepat di hadapan Sandra.
Get my hand..” pinta Pandu.
Rupanya Sandra salah menangkap maksud Pandu, diserahkannya jam tangan itu ke tangan Pandu.
Oh no, I mean your hand. Hold my hand.”
Dengan sedikit berat hati, tangan kanan Sandra meraih tangan Pandu dan kedua tangan itu pun saling bergenggaman.
I love you Sandra..” kata Pandu dengan nada lembut.
I wanna be yours..” lanjutnya.
Sandra menunduk, lalu menjawab,
No, I cannot.”
Sandra langsung melepaskan tangannya, lalu ia masukkan kembali jam tangan mewah ke dalam bungkusnya, kemudian ia serahkan kembali ke Pandu.
Yes, we can.” tegas Pandu menerima bungkusan tadi seraya menahan tangan Sandra dengan genggamannya.
“Kita boleh jalani hubungan serius kita. I will give you everything.”
You know.. aku sudah bersuami. Tolong hormati saya.” elak Sandra.
“Sandra, life is a choice. And you gotta choose your best. Kau tak boleh terus menerus hidup macam ni. You have a right to be happy..”kata Pandu terus membujuk.
I really can’t do it, Pandu. I cannot do it..” kata Sandra dengan mata yang mulai memerah.
Okay, listen to me Sandra.. Kau ini macam burung yang terkurung dalam sangkar. Tiap hari selalu diberi makan oleh majikannya, diberi minum, dimandikan, serta diberi berbagai macam treatment yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Segalanya tampak baik-baik saja selama si majikan konsisten dengan kewajibannya.” ujar Pandu.
But everything is not what it seems. Sebaik-baiknya perlakuan majikan dalam memelihara, dalam hati kecil burung itu tetap saja ingin hidup bebas di habitatnya, tanpa kekangan majikan dalam sangkar. Karena pada hakekatnya burung diciptakan untuk terbang bebas di angkasa, mengepakkan kedua sayap kebanggaannya, untuk mencari dan menikmati segala yang ada di kehidupannya.”
Sandra menunduk mendengarkan kata-kata yang diucapkan lawan bicaranya dengan seksama, sedangkan Pandu terus melanjutkan,
“Begitu pun denganmu Sandra. Meskipun kau menunjukkan sikap seolah-olah enjoy bersama Rafi, tapi di satu sisi kau telah membohongi dirimu sendiri yang sebenarnya ingin hidup lebih baik tanpa bersamanya.”
Mata Sandra mulai berkaca-kaca. Dalam benaknya mengakui, bahwa apa yang dikatakan Pandu memang benar adanya.
“So ikutlah denganku Sandra. Kau akan temukan kembali sayapmu, lalu kita bergandengan tangan dan terbang bersama mencari kebahagiaan yang kita impikan bersama-sama.” lanjut Pandu.
Sandra mengusap air matanya dengan jari, lalu berkatalah ia dalam lirih,
“Aku ngga bisa tinggalin suamiku.”
“Pasti bisa Sandra. Aku bisa mengaturnya. Yang kita butuhkan hanyalah seorang tumbal.” kata Pandu.
“Tumbal bagaimana maksudmu?” tanya Sandra tak paham.
Pandu menghela nafas, lalu balik bertanya,
“Adakah lelaki lain yang kau pernah jalin special relationship di masa lampau?”
Sandra berpikir sejenak, lalu menjawab sambil mengangguk,
“Ada.” 

****
BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Rabu, 26 Juni 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.6)

Sambungan dari bagian 5

“Okay Angga, saya harus buru-buru bersiap, nanti malam  sudah take off ke Singapura.” kata Pandu tiba-tiba hendak berpamit.
“Oh, buru-buru sekali. Okelah, terima kasih sudah menengok.”
Hoho, any time..
Pandu pun kembali menyalami tangan Angga untuk berpamit meninggalkan rumah sakit.
Get well soon..”kata Pandu menepuk pundak Angga.
“Oke, thanks.”
Pandu pun bergegas keluar kamar dan meninggalkan rumah sakit.

****

Malam harinya.
Seorang suster menemui dokter di ruangnya dengan wajah yang sangat cemas.
“Dok, pasien yang bernama Angga Hendrawan…”
“Kenapa Pak Angga Hendrawan??”
Di waktu yang bersamaan, di Bandara Adi Sucipto, sebuah pesawat maskapai swasta ternama bersiap meluncur di landasan pacu. Tampak roda-roda kecil nan hitam berputar menjalankan pesawat yang hendak memulai perjalanan ke udara. Tak lama kemudian roda-roda itu tertelan menghilang dan pesawat pun lepas landas meninggalkan runway. Terbanglah pesawat itu ke angkasa, membelah langit malam Kota Yogyakarta.

****

Tujuh hari kemudian, di sebuah resort pantai di Maladewa.
Gulungan ombak beriringan menyisir pantai. Airnya yang jernih berkilauan bagai kristal. Angin bertiup sepoy-sepoy. Diatasnya terhampar langit maha luas, membiru tanpa awan. Dua gelas berisi Lemon Tea saling bertempel, lalu diminumlah isinya oleh masing-masing orang yang membawa. Dua sejoli itu tengah hanyut dalam indahnya suasana laut, duduk bersebelah di teras sebuah floating cottage yang konstruksinya berbahan kayu eboni. Diantara keduanya hanya dipisah meja kecil sebagai tempat ditaruhnya minuman dan ponsel mereka, serta cerutu dan korek milik sang pria.
Masing-masing mereka mengenakan kaca mata hitam. Yang perempuan mengenakan pakaian renang one-piece yang begitu jelas menampakkan lekuk tubuh indahnya. Kulitnya putih mulus, bibir merah berlapis lipstick, hidung mancung dan rambut hitam panjang sebahu dikucir dengan rapinya. Satunya lagi seorang pria yang hanya mengenakan boxer. Tubuhnya gempal, kulitnya gelap. Hidungnya mancung dengan rambut ikal berwarna hitam.
“Indah bukan?” tanya pria.
Gorgeous..” jawab pasangannya.
“Pernah terlintas bakal datang ke tempat ini?”
“Tidak, sebelum aku mengenalmu.”
“Ke mana saja Rafi mengajakmu saat honeymoon dulu?” kembali pria itu bertanya.
“Kami tidak berbulan madu setelah menikah.”
Ya, kedua pasangan sejoli itu adalah Pandu Mohana dan Sandra Permata Sari. Jalinan kasih antara keduanya telah dirajut sejak 5 bulan yang lalu, tapi baru kali ini mereka bisa berjalan bersama.
"Do you like your Watch?" tanya Pandu melirik ke jam tangan mewah yang melingkar di tangan Sandra.
"Yeah. Ini pertama kalinya aku pakai setelah 5 bulan." 
"Hahaha... finally ya..." tawa Pandu. 
Pandangan Pandu tertuju pada indahnya pemandangan laut yang terhampar di depan matanya. Kemudian ia teringat sesuatu dan berkata, 
“Saya sudah mengurus semua dokumen-dokumen administrasi di Singapura. Kita hanya tinggal menghitung mundur 10 hari menuju pernikahan yang kita idamkan.”
Okay...” jawab singkat Sandra.
Diambilnya sebatang cerutu oleh Pandu, lalu dipotonglah salah satu ujungnya menggunakan gunting sebelum dimasukkan ujung itu ke mulutnya. Korek gas membakar ujung luarnya dan ditiuplah asapnya ke atas dari dalam mulut Pandu.
Please say something nice untuk wedding kita.” pinta Pandu.
Sejenak Sandra berpikir, lalu berkatalah ia sambil tersenyum,
I will be your Kate.”
Pandu tertawa.
“… and I hope you can be my William. Will you?” lanjut Sandra.
“I do..” jawab Pandu.
Mereka lalu saling medekatkan wajahnya satu sama lain dan kecupan bibir penuh hasrat pun tak terelakkan. Namun di tengah suasana itu, tiba-tiba ponsel Pandu berbunyi tanda ada panggilan telpon. Diangkatlah oleh Pandu untuk menjawabnya.
“Ya, hello..”
Beberapa detik Pandu diam menggenggam ponsel di telinganya, kemudian ekspresi wajah berubah sedikit pucat.
Okay, wait..” kata Pandu memotong percakapan telpon sejenak, lalu berkata pada Sandra,
“Stay here.”
Sandra hanya mengangguk lalu pandu masuk ke cottage melanjutkan pembicaraan seriusnya di telpon dengan Bahasa Tamil. Tiba-tiba perasaan tak enak mulai menerpa Sandra. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dialami Pandu kala menerima telpon. Namun ia berusaha membuang jauh perasaan itu. Diminumnya lemon Tea miliknya yang masih tersisa dalam gelas. 
Cukup lama Pandu sibuk menjawab telpon. Suaranya terdengar seperti orang yang sangat cemas. Wajahnya pun tampak semakin pucat pasi. Setelah kurang lebih 10 menit ia berbicara sambil mondar-mandir keliling cottage dengan penuh kegelisahan, akhirnya berakhir juga pembicaraan itu. Pandu keluar ke teras untuk kembali menemui Sandra.
Are you alright?” tanya Sandra menoleh ke Pandu.
I was..” jawab Pandu tertunduk lesu.
Something wrong?” tanya Sandra lagi.
Sejenak Pandu terdiam, lalu menjawab,
We gotta go.”
Sandra mengernyitkan dahi dan perasaannya pun kian cemas. Bertanyalah ia sekali lagi,
Wa, What just happened?”
Kembali Pandu terdiam sejenak membisu. Ia tarik nafas dalam-dalam, lalu mencoba jelaskan apa yang terjadi pada Sandra.

****

Tak lama setelah itu Sandra dan Pandu bergegas segera balik ke Singapura. Malapetaka tengah menimpa Pandu di negeri asalnya itu. Usaha tekstil dan butiknya di Singapura yang terintegrasi dalam satu gedung, mengalami kebakaran parah akibat arus pendek listrik. Kain-kain, produk-produk butik, berikut aset-aset usaha lainnya, semua ludes dilalap jago merah bersama bangunan yang menaunginya. Beberapa karyawannya mengalami luka bakar, bahkan dilaporkan ada 3 karyawan yang ditemukan tewas di lokasi.
Pandu pun mengalami kerugian super besar akibat musibah tersebut. mulai dari kerugian materi produk-produk dan bahan-bahan sandang yang hilang, gedung tempat bernaungnya butik dan usaha tekstilnya, termasuk pula biaya asuransi kematian ketiga karyawannya tentu jauh dari kata sedikit. Belum masih ditambah lagi dengan hutang-hutang usaha Pandu ke berbagai pihak, baik kepada Bank maupun rekan bisnisnya. Semua Pandu tanggung seorang diri mengingat dialah owner dan pemilik modal tunggal usaha tersebut.
Uang dan harta yang dimiliki Pandu tidak cukup untuk menutup semua kerugian yang dibebankan. Pengadilan setempat pun akhirnya memvonis pailit. Harta benda Pandu disita, kecuali apartemen tempat tinggalnya. Alhasil, Pandu resmi bangkrut pasca serangkaian kejadian itu.

****

Kondisi Pandu kini sangat tak menentu. Ia selalu tampak murung tanpa harapan. Sendirian ia duduk di teras, menghisap batang terakhir cerutunya. Disampingnya Sandra yang berusaha tetap tegar mencoba terus membangkitkan semangat Pandu untuk segera bangkit dari keterpurukan.
“Dalam kehidupan, memang sulit untuk menghindari yang namanya cobaan. Sama halnya kapal yang berlayar mengarungi samudera, pasti ada saja gelombang besar atau hujan badai yang mengombang-ambingkan. Tapi satu-satunya hal yang pasti muncul pasca semua itu adalah, keadaan bakal kembali normal dan kapal akan kembali berlayar seperti sedia kala. So, mau tidak mau kapal itu harus berusaha bertahan, jangan sampai tenggelam sebelum gelombang dan badainya reda.” ujar Sandra membelai rambut Pandu.
“Begitu juga denganmu, don’t give up and just do your best.” lanjut Sandra.
“Sangat berat, bahkan sangat menakutkan. Aku harap ini semua hanya mimpi dan aku boleh bangun segera dari tidur panjangku.” kata Pandu berbahasa Melayu.
“Pandu, you are a strongman. Kau punya cukup kemampuan untuk mengatasi cobaan ini. Kau memang dilahirkan untuk mengatasi semua ini, karena Tuhan tahu kau bisa melakukannya.”
Support dan nasehat dari Sandra sama sekali tak berarti bagi Pandu. Hati dan perasaannya sudah begitu hancur. Usahanya yang dirintis sejak usia remaja, seolah-olah menguap begitu saja bersama asap api yang membakar toko dan butik besarnya. Ia kini jatuh miskin dan tiada lagi hal yang bisa dibanggakannya.
Setali tiga uang dengan Pandu, kondisi Sandra pun sama buruknya. Dalam hatinya timbul sebuah penyesalan yang amat mendalam. Semula ia berharap akan menemui jodoh yang sesungguhnya dan menikmati taraf kehidupan yang lebih tinggi, namun realita yang ia temui kini jauh panggang dari api. Ia merasa seperti kalah dalam sebuah perjudian yang mempertaruhkan hidupnya.
Semula mereka berencana menikah dan tinggal di Singapura. Keduanya bahkan juga telah merancanakan sebuah romantic honeymoon di Alaska, tepatnya di Gates of the Arctic National Park and Preserve, sebuah kawasan konservasi alam yang sangat indah dan terbesar di Amerika Serikat. Namun apa daya, segalanya buyar setelah bangkrutnya seorang Pandu Mohana.

****
BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Senin, 24 Juni 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.5)

Sambungan dari bagian 4

“Sorry Raf, ini bukan murni dari aku.” Angga memohon dalam kesakitan di lantai.
“Tapi murni dari nafsumu...!!!” timpal Rafi dilanjutkan dengan sepakan keras ke dagu Angga, hingga kepalanya membentur lantai.
Kondisi kini sudah tak berdaya. Seorang diri, ia tergeletak di lantai ruang tamu menahan sakit tiada tara di beberapa bagian tubuhnya. Rafi yang berdiri di dekatnya, perlahan berjalan mendekati. Bukan tanpa tujuan, Rafi mengeluarkan sebuah benda dari kantong celananya. Kondisi Angga yang sudah sangat parah secara fisik, giliran psikisnya yang kian tak menentu setelah melihat benda yang dikeluarkan Rafi untuk ditujukan padanya. Sebilah pisau besar nan tajam memancarkan pantulan cahaya di sekujur permukaan batangnya. Dengan tangan kanannya, Rafi membawa pisau itu mendekati Angga.
“Raf, ampun Raf. Ku akui kesalahanku memang parah, tapi bukan berarti aku harus menebusnya dengan nyawa..” pinta Angga begitu memelasnya.
“Saya memang ngga butuh nyawamu, saya cuma ingin tahu seperti apa warna darah hewan sepertimu.”
Tanpa ampun Rafi menggunakan tangan kirinya untuk menekan pipi kiri Angga hingga menoleh dan tertahan di lantai. Lalu didekatkan pisau tadi ke sisi kiri leher Angga oleh tangan kanan Rafi, hingga ujung mata pisaunya menyentuh kulit leher objeknya.
“Ucapkan salam pada dunia...”kata Rafi.
Pisau yang semula ujungnya menyentuh kulit sisi kiri leher Angga, perlahan dijauhkan, tapi bukan untuk membatalkan tujuan. Dalam bara api cemburu, Rafi benar-benar ingin menusuk dan merobek leher orang yang kini dalam cengkeramannya. Dengan degup jantung yang kian berdebar, keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya, Rafi memasang ancang-ancang dengan pisau di genggaman tangan kanannya. Dalam hati ia berhitung sebelum menuntaskan aksinya. Setelah hitungan keempat dalam Bahasa Spanyol, pisau itu akan mengakhiri misi mautnya.
“Uno.”
“Dos..”
“Tres…”
“Quatro!!!”
Tangan kanan Rafi mulai bergerak dan…
DAKK!!!
Mata Angga terpejam. Namun jantungnya masih berdetak. Nadinya pun masih berdenyut. Sedangkan Rafi, tubuhnya tergeletak di samping Angga. Bedanya, jantungnya sudah tak berdetak, nadinya tak lagi berdenyut. Namun kedua matanya dalam kondisi setengah terbuka. Bagian belakang tempurung kepalanya mengucurkan darah karena benturan keras dari sebuah benda yang dipukulkan sekuat tenaga.
Kurang dari satu meter dari jarak keduanya tergeletak, berdiri sesosok wanita berkulit putih dengan rambut sepanjang bahu. Nafasnya terengah-engah. Kedua tangannya yang gemetar, membawa sebatang baseball bat berwarna cokelat. Ia masih terpaku melihat dua sosok pria yang tergeletak di hadapannya, yang tak lain adalah suami dan pasangan selingkuhnya…

****

Keesokan harinya, muncul berita di surat kabar lokal yang melaporkan bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap seorang pria yang berprofesi sebagai pengusaha konveksi di Kota Yogyakarta. Korban itu diketahui bernama lengkap Rafi Firmansyah, tewas karena pukulan benda keras di bagian belakang kepalanya, yang diduga kuat menggunakan tongkat bisbol yang ditemukan di rumah tempat kejadian perkara.
Di sebelah korban tewas ditemukan pula sesosok pria dalam kondisi tak sadarkan diri dengan luka lebam di pipi dan dagu. Ditemukan pula gigi geraham yang retak dalam mulutnya dan kepalanya mengalami gegar otak ringan karena benturan keras kepala bagian belakang.diketahui korban itu bernama Angga Hendrawan, seorang pegawai asuransi. Polisi pun menduga kuat keduanya sempat terlibat perkelahian sebelum tewasnya korban bernama Rafi. Namun polisi tidak menemukan bukti bahwa Rafi dibunuh Angga, karena sidik jari pada tongkat bisbol tidak identik dengan sidik jari Angga.
Kini Angga dirawat di sebuah rumah sakit swasta di Kota Yogyakarta. Polisi masih menunggu perkembangan kondisi Angga hingga lebih baik, guna meminta keterangan lebih lanjut tentang kronologi  kejadian yang sebenarnya.

                ****

Sore hari yang cerah, sehari pasca tragedi.
Di salah satu kamar rumah sakit swasta terbesar di Yogyakarta. Angga masih tergolek di ranjang putihnya. Beberapa bagian wajah dan kepalanya tampak masih tertutup, namun kondisi fisiknya keseluruhan sudah lebih baik. Terdengar olehnya suara pintu dibuka. Seorang suster mempersilakan seseorang masuk ke kamar tempatnya dirawat.
Angga menoleh ke arah datangnya seseorang yang membesuk. Dilihatnya sosok pria India berpenampilan berperawakan gempal, dengan tas selempang di pundak kanannya, datang mendekatinya. Diseretnya kursi mendekat ke ranjang dan duduklah ia menghadap Angga yang masih tergolek. Mudah ditebak, orang itu adalah Pandu Mohana.
Sebagai teman dari isteri Rafi, Angga juga cukup kenal dengan Pandu Mohana. Keduanya diperkenalkan Rafi saat mereka bertiga bersama mengunjungi sebuah showroom mobil di Yogyakarta, dimana Pandu membeli sedan hitam miliknya sekarang.
“Apa kabar?” tanya Pandu seraya menjabat tangan Angga.
“Seperti yang kau lihat.” jawab Angga simple.
“Apakah polisi sudah mendatangimu?”
“Polisi? Belum...” Angga tampak tak paham.
Kemudian Pandu membuka tasnya. Dimasukkan tangan kanannya ke dalam tas hendak mengambil sesuatu. Angga memang belum tahu apa gerangan yang terjadi pada Rafi. Bahkan ia sempat berpikir dirinya telah mati di tangan temannnya itu. Pikiran Angga kemudian tertuju pada Sandra. Ingin ia bertanya bagaimana gerangan kondisi wanita itu, namun tak enak rasanya bila menanyakan hal itu kepada Pandu.
Tak lama kemudian Pandu mengeluarkan lembaran kertas tertekuk dari dalam tasnya, yang tak lain adalah Koran hari ini.
“Hmm, coba lihat ini.” kata pandu sambil menyerahkan Koran dan diterima oleh Angga.
“Ada apa?”
“Bukalah dan cari bagian kriminal. Disitu ada berita tentang pengusaha tewas.”
Sementara Angga sibuk membuka halaman demi halaman mencari bagian yang diminta, Pandu menoleh ke meja. Dilihatnya dua gelas bening. Satunya berisi penuh air putih, satunya lagi kosong dan dalam kondisi dibalik. Di sebelahnya ada teko dengan isi air yang sama.  Semua tertata rapi diatas sebuah baki stailess steel. Pandu beranjak meninggalkan kursi sejenak. Tak lama kemudian Angga menemukan halaman yang dicari. Ditemukannya sebuah judul berita yang berbunyi. “PENGUSAHA KONVEKSI DITEMUKAN TEWAS.”
“Ini ya berita yang kamu maksud?” tanya Angga menunjukkan lembaran yang yang memuat berita itu.
“Yup, bacalah.”
Angga pun membaca berita itu dengan seksama. Raut wajahnya tampak terkejut memandangi tulisan-tulisan dalam berita koran tersebut.
“Rafi mati dipukul tongkat bisbol?” respon Angga menanggapi berita yang dibacanya.
“Ya. Kau tahu pelakunya?”
“A, Aku sempat melihat tongkat bisbol itu di…”
Spontan Angga memutus kalimat yang tengah diucapkannya. Ia masih berupaya menyembunyikan dosa yang ia lakukan bersama Sandra, isteri Rafi.
“Dimana kau lihat tongkat bisbol itu?”
Angga terdiam. Ia pun berpikir untuk berterus terang dan petaka tak akan menghampirinya mengingat Rafi telah tiada.
“Aku sempat melihat tongkat bisbol di kamar mereka.” ujar Angga.
“Mereka siapa?” tanya Pandu.
“Ya.. Rafi dan Sandra.” jelas Angga.
Pandu menyandarkan dagu di telapak tangannya yang berpijak diatas paha kanannya. ia menghela nafas dan berpikir sejenak.
“Rafi dibunuh isterinya sendiri?” tanya Pandu dengan mimik keheranan.
“Tidak tahu. Tapi aku sempat melihat tongkat bisbol itu dan saat kejadian kita hanya bertiga.” kata Angga.
“Kamu benar-benar tidak ingat kronologi kejadiannya?” tanya Pandu sekali lagi.
Angga mencoba mengingat-ingat kembali apa yang dialaminya malam lalu. Memorinya kembali tertuju pada momen ketika ia tersungkur lemas di lantai ruang tamu, lalu Rafi menekan pipi kirinya hingga kepalanya tertoleh dan ditekan di lantai. Pandangannya saat itu hanya tertuju ke dinding ruang tamu, sementara terasa jelas ujung mata pisau rafi menyentuh kulit sisi kiri lehernya. Setelah itu ia merasa tak ada lagi yang ia rasakan. Begitu tersadar, ia sudah berada di kamar rumah sakit tempatnya dirawat sekarang.
“Jadi, besar kemungkinan kau pingsan begitu rafi hendak menusukmu dengan pisau?”
“Begitu mungkin.” jawab Angga.
“Hmm, pretty weird.” gumam Pandu.
Angga sangat kaget dan tak paham dengan kondisi yang kini terjadi. Seharusnya dia sudah mati oleh pisau Rafi, tapi justru orang yang hendak membunuhnya itulah yang kini baru saja ia ketahui kabar kematiannya. Di sisi lain, Angga sangat bersyukur masih diberi kesempatan hidup mengingat ia sudah banyak melakukan dosa, khususnya dengan Sandra.
Sandra? Benarkah Sandra membunuh rafi dengan tongkat bisbol yang ia lihat di kamar waktu itu? Pikiran Angga mulai bergulat dengan teka-teki itu : Apa motivasi Sandra membunuh suaminya sendiri? Apakah ia memang lebih memilihnya dirinya dari pada Rafi suaminya sendiri?

BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Minggu, 23 Juni 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.4)

Sambungan dari bagian 3

Waktu sudah menunjuk pukul 12 malam. Film yang diputar di laptop Angga sudah selesai sejak tadi. Suasana rumah Rafi semakin sepi. Hanya suara-suara cicak di eternit yang sedikit menghidupkan suasana tengah malam. Semua pintu tertutup. Pintu depan dan belakang bahkan sudah dikunci. Namun rumah tersebut bukan tanpa penghuni. Setidaknya masih terdengar ‘suara manusia’ dalam kamar tidur Rafi dan Sandra.
Sebagaimana telah diketahui, Sandra memang tidak sendiri sedari tadi. Bahkan hingga larut malam pun Angga masih setia menemaninya, tak terkecuali ketika Sandra masuk kamar untuk menutup hari. Keduanya tengah berbaring dalam satu ranjang, tapi masih terjaga.
“Kalau nanti suamimu telpon gimana?” tanya Angga.
“Ya jawab aja, yang penting bersikap sewajarnya.”
“Kapan terakhir dia telpon?”
“Tadi sore, abis aku mandi.”
“Tanya apa?”
“Mau tau aja.”
Angga tertawa jahil mendengar respon Sandra. Kemudian sejenak pandangannya mengelilingi seisi kamar. Tiba-tiba ia mendapati sebuah benda yang membuatnya mengernyitkan dahi. Dilihatnya sebatang tongkat bisbol (Baseball Bat) berbahan kayu yang dicat cokelat.
“Lho, itu tongkat bisbol siapa?” tanya Angga.
“Oh, ya punya dia...” jawab Sandra.
“Rafi?”
“Iya.”
Mereka sudah seperti layaknya pasangan yang sah. Berbaring berdua dalam satu ranjang. Sandra hanya mengenakan pakaian tidur minim berbahan satin berwarna silver. Mata Angga seperti mendapat tarikan daya magnet yang kuat dari sosok yang disebelahnya. Tak henti-hentinya mata Angga menatap bagian-bagian milik Sandra yang seharusnya diperuntukkan khusus suaminya.
“San, kamu tahu bedanya laba-laba kawin sama orang selingkuh?” tanya Angga seraya membelai rambut Sandra.
“Kok gitu sih pertanyaanmu?” Sandra sedikit kesal.
“Tenang San.. kan ngga ada siapa-siapa selain kita disini.”
“Emang apa jawabannya?”
“Kalau laba-laba abis kawin pejantannya dimangsa yang betina, kalau orang abis selingkuh cowoknya dimangsa suaminya si cewek. Hihihihi…
Sandra sama sekali tidak terhibur mendengarnya. Ekspresi wajahnya malah tampak termenung. Kemudian ia mencoba rileks dan membalas candaan Angga.
“Giliran kamu tebak, apa yang dilakukan perempuan selingkuh sebelum ketahuan suaminya?”
“Wow, berat juga pertanyaanmu.”
Sejenak Angga berpikir mencari jawaban, namun akhirnya menyerah begitu saja.
“Hmm, apa jawabannya?” tanya Angga.
Seketika itu pula mimik wajah Sandra berubah begitu dingin. Dengan tajam ia menatap teman tidurnya, lalu bertanya sekali lagi dengan nada lebih serius.
“Pingin tahu jawabannya?”
“Apa?”
Angga mulai menyadari perubahan sikap yang ditunjukkan Sandra, namun mencoba tetap tenang. Akan tetapi suasana benar-benar berubah 180 derajat ketika Sandra mendekatkan mulutnya ke telinga Angga, lalu membisikkan jawaban pertanyaan tebakan darinya, secara putus-putus.
“Menjadi… laba-laba… betina…”
“Maksudmu?” tanya Angga sekali lagi dengan raut waswas.
Sandra beranjak dari posisi tidurnya. Perlahan ia merangkak mendekati Angga, hingga sampailah pada posisi Sandra merangkak diam diatas tubuh Angga yang masih berbaring. Masih dengan mimik yang begitu serius, kedua matanya tajam menatap wajah Angga yang hanya diam tertegun beralas bantal.
“Tadi kamu bilang apa soal laba-laba betina?” tanya Sandra begitu pelannya.
“Memangsa pejantan setelah kawin?” respon Angga sedikit terbata-bata.
“Tuh benar..”
Perlahan kedua tangan Sandra mulai mencengkeram leher Angga seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Angga .
 “San, kamu serius?!”
Mulai panik, Angga langsung melepaskan cengkeraman Sandra dengan kedua tangannya. Sandra kemudian melepas tangan kanannya yang dipegang erat oleh Angga, lalu memasang jari telunjuknya di bibir.
Sssttt… diam dodol..” perintah Sandra.
Angga pun menurut saja apa yang diminta Sandra. Dengan rasa takut bercampur bingung, kembali Angga terdiam dengan wajah pucat. Sandra melepas jari telunjuk di bibirnya, lalu mendekatkan jari tersebut ke wajah Angga.
“Satu pertanyaan lagi.” kata Sandra dengan tersenyum, tapi matanya masih tajam menatap lawannya. 
Posisi mereka sedikit berubah. Sandra menduduki pinggang bawah perut Angga dengan tubuh membungkuk, kedua tangannya bersandar di masing-masing lutut kakinya.
“Apa kesimpulan dari rangkaian kejadian tadi. Dimulai dari tebakan yang kutanya padamu, sampai kamu yang nyaris aku cekik?” tanya Sandra.
Angga mulai tenang dan tersadar. Dengan berbesar hati, Angga menjawabnya dengan nada datar.
“Oke, aku minta maaf kalau kata-kataku menyinggung kamu. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk itu.”
“Hmm, bagus jawabannya. Tapi bukan itu jawaban yang benar.” imbuh Sandra.
“Terus, jawaban apa yang kamu inginkan?” Angga balas bertanya.
“Tadi apa jawaban tebakanku tadi?” tanya Sandra meyakinkan.
“Menjadi laba-laba betina.” jawab Angga.
“Terus apa yang aku lakukan tadi?”
“Kamu mau bunuh aku?”
“Nah, coba cari apa kesimpulannya?” pertanyaan terakhir Sandra.
“Hmm, aku melakukan kesalahan?” Angga masih menebak.
“Salah…”
“Terus apa?”
“Kamu ketipu...”
Bukannya menjadi laba-laba betina yang memangsa pasangannya, Sandra malah menyerang pasangannya dengan cumbuan bertubi-tubi…

****  
Pukul 1 malam.
Mobil sedan Pandu berhenti di dekat rumah Rafi. Duduk di dalam mobil itu, Pandu selaku sopir dan penumpangnya, yaitu Rafi. Begitu mobil berhenti, keduanya saling berjabat tangan.
Good luck friend.” kata Pandu.
Thanks.”
Rafi berjalan memutari rumahnya menuju pintu belakang. Dikeluarkannya kunci dari kantong lalu dimasukkan ke lubang gagang pintu. Rafi pun membuka pintu belakang rumah dengan perlahan, lalu berjalan masuk dengan cara yang sama. Seisi ruangan gelap gulita. Lampu-lampu sudah dimatikan sejak lama. Meski berusaha berjalan dengan tenang dan penuh kehati-hatian, Rafi tetap tak mampu membendung rasa tegang yang menghinggapi dirinya.
Seorang diri ia berjalan menelusuri ruang-ruang dalam rumah, akhirnya sampailah Rafi di depan pintu kamar tempat biasa ia tidur bersama Sandra. Diam sejenak, Rafi mencoba mendengar seksama bila ada suara-suara di dalam kamar, guna memastikan keadaan.
Di lain pihak, di dalam kamar ternyata Sandra dan Angga masih terjaga. Keduanya tampak baru saja melakukan sebuah kegiatan yang cukup menguras tenaga.
“Kamu mau minum ngga San, aku ambilkan di kulkas.” tawar Angga seraya mengenakan pakaian.
“Boleh.” jawab Sandra merapikan pakaiannya di ranjang.
“Di kulkas masih ada sisa kacang ijo kan?” tanya Angga berjalan menuju pintu.
“Masih kok, habisin aja.”
Dibukanya gagang pintu oleh Angga sambil menoleh ke Sandra dan berkata,
“Aku ambilkan sekalian ya.”
Begitu menoleh ke depan,
“Sekalian, eh sekalian!!!”
Angga mendadak latah, kaget setengah mati melihat sosok yang berdiri di depannya. 
“Sekalian apa?” tanya sosok di depan pintu, yang tak lain adalah Rafi.
“Eh, su, sudah pulang toh..” Angga tergagap-gagap berjalan ke samping, menjauh tingalkan kamar.
“Kenapa Ga??” tanya Sandra dari dalam kamar.
“Jawab ada apa disini.” tegas Rafi.
Sandra pun terkejut mendengar suara terakhir, sadar bahwa orang yang sedang meninggalkannya tiba-tiba datang.
“Apa hakmu disini?” tanya Rafi berjalan mendekati Angga.
“Em, Sandra tadi minta tolong.” jawab Angga semakin ketakutan. 
PLAK! Bogem mentah Rafi tanpa ampun menghantam pipi kiri Angga dengan kerasnya. Seketika itu Sandra keluar dari kamar memeriksa apa yang terjadi. Ia sangat terkejut dan mendadak ketakutan melihat apa yang di depan matanya. Sandra menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Belum puas memukul, Rafi menyerang Angga dengan tendangan kerasnya tepat ke perut Angga hingga tersungkur di lantai ruang tamu. Dihidupkanlah saklar lampu ruang itu oleh Sandra. 
“Sorry Raf, ini bukan murni dari aku.” Angga memohon dalam kesakitan di lantai.

BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...