Sambungan dari bagian
2
Pagi hari di
kediaman Pandu.
Mentari pagi hangat menyinari
bumi. Pagi sudah semakin terang saat ini. Terdengar suara hentakan, lalu
disusul suara benda menggelinding. Suara-suara itu tak lain berasal dari dalam
sebuah ruangan di rumah Pandu. Ya, seperti yang diceritakan sebelumnya, Pandu memang sangat sering melancong ke Jogja. Karena begitu seringnya ia datang ke wilayah bekas Kerajaan Mataram itu, ia sampai memutuskan untuk mengontrak rumah di daerah Sleman agar tak perlu repot memesan dan membayar penginapan di hotel tiap kali berkunjung.
“Yiah… ikut masuk cue ball-nya. You turn.”
kata Pandu memegang stik hitam nan panjang.
“Hehe.. sekarang giliran masternya..”
kelakar Rafi.
Tiba-tiba terdengar bunyi ringtone ponsel Pandu, yang diletakkan
di meja kecil tak jauh dari meja billiard yang kini tengah mereka mainkan.
“Okay, carry on..” kata Pandu kepada Rafi
sebelum menuju ponselnya untuk menjawab panggilan.
Rafi pun memainkan gilirannya.
Di hadapannya tersusun pool balls dengan
beragam warna membentuk formasi segi tiga. Kemudian ada satu bola putih yang
diletakkan terpisah di depan formasi segi tiga itu. Maka dengan stik hitamya,
Rafi menyodok bola putih ke arah formasi bola tadi. “PRAK!”
Seketika itu pula formasi bola
yang terbentuk rapi langsung tercerai berai tak beraturan. Masing-masing bola
menggelinding cepat ke segala arah. Hampir semua bola-bola itu masuk ke
lubang-lubang (pocket) yang terdapat
di keempat sudut meja. Hanya 4 bola yang gagal menemui lubangnya dan berhenti
di pinggiran meja dengan jarak yang berjauhan. Satu diantara 4 bola itu adalah
bola putih yang berfungsi sebagai cue
ball.
Sementara itu Pandu tampak sibuk
menjawab panggilan di ponselnya. Namun ia terdengar tidak sedang berbicara
dengan Bahasa Indonesia, melainkan berbahasa Tamil. Cukup lama ia berbicara
dengan seseorang yang menelponnya. Selama itu pula Rafi asyik memainkan billiard
seorang diri, sampai semua bola warna yang tersisa berhasil ia masukkan ke
lubang. Rafi pun duduk lesehan di
pojok dinding ruangan. Ia mengambil ponsel di kantung celananya dan didapatinya
pesan singkat dari Sandra.
“Sarapan apa pah disana?”
Ia balas
kiriman sms itu, “Cereal Mah, nothing
special.. :)”
Pandu pun selesai menutup
pembicaraan ponselnya. Ia menengok ke arah Rafi yang juga tengah sibuk
memainkan poselnya di pojokan.
“Hey, sudah finish kah?” tanya Pandu.
“You turn.” jawab Rafi seraya tangannya
mempersilakan Pandu ambil alih permainan.
“Sorry lama
sangat, ada telpon dari my employee.”
“It’s okay, no problem.”
Seraya menyusun formasi object ball, Pandu memperhatikan
rekannya yang tengah sibuk dengan bendanya yang berfungsi sebaga alat
komunikasi.
“Message dari siapa?" tanya Pandu.
“My spouse.”
“Cakap apa
dia?”
“Yah, sekedar
basa-basi. Just say hello..”
“Macam
lagunya Shontelle ya, say hello to
goodbye…” canda Pandu dengan jahilnya.
“Diam kau, hahahaha…”
PRAK! Cue ball Pandu memecah formasi object ball ke segala penjuru meja. Namun hanya sebagian kecil yang
masuk ke pocket.
“So, kau
sudah siap untuk rencana nanti malam?” tanya Pandu seraya fokus menyodok salah
satu object ball yang hanya 6 cm di
depan pocket.
“Oh jelas,
tak perlu dipertanyakan lagi.” jawab Rafi mantap.
“Macam mana if orangnya tak ada.”
“Setidaknya
kita bisa memeriksa kendaraannya dulu sebelum beraksi.”
“Okay...” ujar Pandu datar.
****
Malam pun tiba. Malam yang orang menyebutnya malam yang panjang karena
malam ini merupakan malam menjelang hari minggu. Dan sama seperti malam sebelumnya, Sandra
tidak sendirian di rumah karena ada sosok Angga bersamanya. Keduanya tengah
asyik bercengkerama di dapur. Sandra menunggui masakan di kompor, sedangkan
Angga di meja bumbu.
Kompor gas menyala. Apinya yang berwarna biru membakar panci teflon
berwarna merah. Panci itu dalam kondisi tertutup. Dari dalam panci terdengar suara
semacam dentuman-dentuman kecil yang saling beriringan. Beberapa saat kemudian
penutup panci terangkat dan tampak butiran-butiran putih kecil yang merupakan
puncak dari sekumpulan yang terdapat dalam panci itu.
“Sudah matang
tuh popocorn-nya” kata Angga.
“Okay.”
Sandra merespon dengan segera mematikan kompor.
“Wadahnya
nih.”ujar Angga menyerahkan mangkok besar ke Sandra.
“Sip.” jawab
Sandra dan segera memindahkan seisi panci ke dalam mangkok yang diberikan.
“Finish…”
Sandra dan Angga memang hendak
menjadikan malam itu sebagai malam yang istimewa bagi keduanya. Mereka hendak
mengawali malam panjangnya dengan menonton sebuah film di laptop Angga. Ya,
sesuai dengan konsep yang mereka canangkan : melakukan hal-hal sederhana yang
menghasilkan kepuasan bintang lima. Wow, ada-ada saja mereka membuat istilah
itu.
Adapun film yang mereka putar
adalah sebuah film romantic comedy
yang dibintangi oleh Adam Sandler dan Jennifer Aniston. Mereka memang sengaja
memilih film seperti itu tidak lain karena cerita romansa yang dipadu dengan
bumbu humor yang kuat, sehingga
menghasilkan tontonan yang sangat menghibur. Berbeda dengan film romantis biasa
yang hanya mengandalkan kisah-kisah konvensional nan membosankan, bahkan tak menarik
sama sekali. Bagi Sandra, Angga dan juga Rafi, jenis film yang disebut terakhir
lebih cocok untuk pasangan-pasangan ABG labil…
“Hahaha… preman banget ya anak-anaknya.”
tawa Sandra mengomentari adegan film.
“Kecil-kecil
sudah penuh obsesi.” imbuh Angga.
“Anak cewek
memang sering gitu sih.”
“Curcol kamu
ya.”
“Hehehe…” Sandra hanya terkekeh.
Film itu berdurasi 117 menit.
Selama itu pula keduanya hanyut dalam alur cerita. Ada kalanya mereka tertawa
lepas saat adegan konyol, ada pula momen keduanya tampak serius. Namun gelak
tawa lebih mendominasi ekspresi mereka. Namun di sela-sela kegiatan itu, tak
jarang pula Angga mencuri pandang ke paras rekan nontonnya.
Sandra memang dianugerahi wajah yang elok rupawan. Kulitnya putih mulus,
bibirnya tipis merekah merah, hidungnya mancung layaknya ras Arya, rambutnya
yang hitam terurai dengan panjang sebahu, tatapan matanya tajam seperti siap
menghipnosis kaum adam yang menatapnya. Orang yang belum mengenalnya tidak
jarang mengira Sandra adalah keturunan Arab, meski sebenarnya bukan demikian.
Dalam benaknya Angga tak dapat menampik betapa beruntungnya Rafi mendapat
perempuan secantik Sandra.
Sandra pun bukan tidak menyadari bahwa rekan nontonnya sering diam-diam
melirik ke wajahnya. Dengan sikap seolah-oleh acuh dengan keadaan, matanya tetap
tertuju ke film, tapi sengaja ia pasang senyum manis di bibirnya yang menggoda.
Sikap Sandra itu membuat Angga semakin tergoda untuk membelai paras cantiknya
dengan penuh rasa sayang.
Di tengah-tengah suasana, terdengar suara mobil lewat di depan rumah
Sadra dan Rafi. Sandra menoleh ke luar pintu yang memang sengaja tidak ditutup.
Tampak olehnya mobil sedan hitam melintas di depan rumah. Kecepatan mobil
itu sempat berkurang, lalu kembali dipercepat oleh sopirnya setelah melewati rumah
itu. Sandra pun kembali fokus dengan kegiatannya bersama Angga. Begitu
hanyutnya mereka dalam suasana itu hingga melupakan popcorn yang sedianya disajikan untuk teman nonton…
****
Kembali ke rumah kontrakan Pandu.
Rafi tampak asyik menonton pertandingan Liga Inggris di layar kaca
televisi. Ia menonton seorang diri tanpa ada Pandu atau orang lain di
sampingnya. Tak lama kemudian datang mobil sedan hitam, persis seperti yang
baru saja melintasi rumah Rafi tadi. Mobil itu masuk ke garasi rumah Pandu,
lalu dimatikanlah mesinnya. Sang pengendara mobil pun turun. Diketahuilah bahwa
sopir mobil itu adalah Pandu Mohana.
Fokus Rafi ke pertandingan pecah seketika saat mendengar suara pintu
dibuka. Dilihatnya Pandu berjalan memasuki ruang TV dengan wajah serius.
“Gimana bro?”
tanya Rafi penuh harap.
“Sesuai
prediksi. Mereka sedang bersama-sama, sekarang bola kuoper padamu.”
“Thank you so much bro, bersiaplah untuk
memulai pertunjukan.”
“Seperti yang
ku katakan tadi, your wife, your business.
Do it your self…”
“Yeah, of course.”
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar