Jumat, 21 Juni 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.2)

Sambungan dari bagian 1

Beberapa saat kemudian, di sebuah kantor catering.
Sandra baru saja selesai menerima tamu yang tidak lain adalah calon konsumen catering tempatnya bekerja. Begitu kembali ke ruangannya, telepon pun berdering. Tepat sekali timing teleponnya, begitulah yang terlintas di benak Sandra. Segera ia angkat telepon.
“Halo, selamat siang Taruna Catering..” sapa Sandra sesuai SOP kantornya.
Halo, ini aku Mah.” jawab seseorang yang menelepon.
“Oh, kenapa Pah?”
Gini Mah, Papa ada urusan ke luar kota. Biasalah bisnis…”
“Iya, terus..”
Besok jum’at sore Papa sudah harus ke Bandung, tapi ngga terlalu lama kok. Paling minggu sudah pulang.”
“Oh gitu, ya ngga apa-apa sih. Yang penting tujuannya jelas.”
Mama ngga apa-apa kan, ditinggal beberapa hari?”
“Ngga masalah kok. Asal jangan lupa oleh-olehnya aja...”
“Oh tenang, itu sudah pasti.. Yang penting Mama jaga diri saja selama ngga ada Papa.”
“Ah, kayak anak kecil aja. Urusan apa sih ke Bandung.”
“Mau ketemu mitra Papa disana. Udah dulu ya Mah, ada konsumen datang nih.”
“Oke Pah..”
Salam penutup dan percakapan berakhir. Sandra menutup telepon. Sejenak ia diam termenung, lalu kembali tersadar dan melanjutkan aktivitasnya.
Sementara itu, setelah menutup telepon, Rafi menoleh ke arah Pandu dan berkata,
“Jelas dia bakal baik-baik saja selama aku tinggal…”
Baik Rafi maupun pandu sama-sama tersenyum sinis.
“Sangat baik-baik saja…”

****

Keesokan Jum’at, menjelang petang.
Rafi sudah meninggalkan rumahnya sejak sore tadi. Kini hanya ada Sandra seorang di rumah pasangan suami-isteri itu.  Jam menunjuk pukul 6.37 malam. Sementara di luar rumah tampak amat sepi. Suasana komplek perumahan makin dramatis dengan hembusan angin yang menggoyangkan daun-daun pepohonan secara perlahan.
Di lain tempat, tepatnya di jalanan, seorang pria pengendara motor sport tengah sibuk menjawab telepon dengan ponselnya. Motornya telah ia hentikan di pinggir jalan dalam rangka melakukan kegiatan dengan ponselnya itu.
“Yakin ngga akan balik lagi kan?” tanya pria itu dengan ponsel ditempelkan di telinga kanannya.
Jelas nggak lah. Orang naik kereta…” jawab seorang wanita lawan bicara telepon pria tersebut.
“Okelah, ini sudah mau sampai.”
Yow, hati-hati di jalan.”
Dimasukkannya ponsel ke kantong celana dan bergegaslah pria itu melanjutkan perjalanan dengan motornya yang gagah.

****

Sementara itu di rumah kontrakannya, Pandu tampak serius menyaksikan tayangan di televisi. Ia duduk di sofa berwarna hitam. Di depannya tersedia meja, lengkap dengan kudapan kacang atom dan mug berisi hot chocolate.
“Yak, smash!” teriaknya semangat.
Yeah…
Pandu begitu menikmati siaran langsung pertandingan tenis di televisi. Tayangan langsung kejuaraan Grand Slam yang mempertemukan dua petenis putri terbaik saat ini : Maria Sharapova vs Victoria Azarenka. Namun tampaknya Pandu tak sedang sendirian. Terdengar suara pria di belakangnya,
“Emang paling betah ya nonton pertandingan kayak gitu. Kau lihat pertandingannya atau pemainnya?”
tanya orang yang di meja makan belakang sofa tempat duduk Pandu.
Both lah… Hahaha…” jawab Pandu dengan tawa.
Pertandingan yang mempertemukan Marsha vs Vika memang menjanjikan duel yang seru untuk ditonton. Sama-sama ber-skill ciamik dan sama-sama ranking papan atas dunia. Selain itu, kedua juga sama-sama berparas cantik sehingga turut menjadi daya tarik tersendiri. Dan uniknya, kedua pemain tenis itu sama-sama suka mengeluarkan teriakan yang terdengar seperti lenguhan kala melakukan smash atau menghalau smash lawan. So, bisa dibayangkan seberapa “ramai” suasana lapangan kala keduanya bertanding.
“Kau pilih Marsha atau Vika, kita bet 100 ribu rupiah. Beranikah?” tantang Pandu.
Hahaha… sorry bro, saya lebih suka bola.”
At least kau boleh belikan isterimu  cendera hati palsu dari bandung, hahahaha…
Oleh-oleh palsu untuk isteri dari Bandung? Bisa ditebak siapa yang kemarin pamit ke Bandung kepada isterinya.
“Aku memang ngga berencana untuk belikan sesuatu, tapi aku mau memberikan sesuatu.” itulah jawaban yang dilontarkan lawan bicara Pandu, yang tak lain adalah Rafi.
Hmm..” Pandu mengangguk.

****      

Kembali ke rumah kediaman Rafi dan Sandra.
Hidangan makan malam telah tersaji lengkap di meja makan. Ada nasi, ca kangkung, tahu dan tempe goreng. Tak ketinggalan pula sambal goreng tersaji dalam mangkok kecil. Sebuah menu makan malam sederhana yang memberikan kesan biasa saja bagi yang melihat. Namun kesederhaan itu tampak memberi kesan yang lebih dari biasa bagi Sandra. Karena ia tidak memasak hidangan itu untuk dirinya seorang.
Ya, di salah satu kursi meja makan tersebut, duduk sesosok pria muda seraya asyik memainkan ponselnya. Tak lama kemudian datang Sandra dari dapur membawakan air minum.
“Sorry ya Ga, hari ini cuma masak seadanya.” kata Sandra.
“Ah santai saja, keliatan enak kok.”
“Ambil sendiri makannya, ngga usah segan-segan.”
“Oke, tengkyu.”
Sandra memang tidak sendiri. Ia kedatangan temannya yang bekerja di asuransi, bernama Angga. Usianya sebaya dengan Rafi dan Sandra, namun belum punya pasangan.
“Dalam rangka apa sih suamimu ke Bandung?” tanya Angga.
“Biasalah, urusan bisnis.”
“Usahanya lancar kan?”
“Ya, lumayan.”
Kurang lebih 10 menit keduanya menghabiskan waktu untuk menyantap makan malam. Begitu selesai Sandra bergegas menata piring dan gelas bekas makan dan membawanya ke dapur untuk dicuci. Sementara Angga berjalan menuju ruang tamu dan duduk di sofa.
Di meja ruang tamu tergeletak laptop berwarna hitam dalam kondisi mati dan terlipat. Angga pun membuka laptop dan menekan tombol untuk menghidupkan alat itu. Layar laptop pun perlahan menyala dan siap dioperasikan. Tak lama kemudian Sandra turut menghampiri Angga dan duduk di sebelah pria itu.
“Abis ngopi film apa kamu?” tanya Sandra.
“Ngga ada film baru.”
“Pasti mau main game…”
“Enggaklah…” jawab Angga merebahkan punggungnya di dinding sofa.
Tampak kursor dalam layar tengah berputar-putar, tanda loading setelah mengklik sebuah aplikasi. Dengan rileksnya, Angga menyandarkan tangan kanannya ke belakang pundak Sandra yang duduk di sampingnya. Sandra tak bergeming, matanya terus memandangi layar laptop Angga. Tak lama kemudian muncul gambar kedua orang itu di layar laptop. Diketahuilah bahwa baru saja Angga membuka aplikasi untuk memotret.
“Lumayan jelas kan?” tanya Angga.
“Bolehlah.” jawab Sandra.
Keduanya pun saling berpose. Bak sesi pemotretan ala model, keduanya saling berpose mesra di depan kamera. Tangan kanan Angga merangkul erat Sandra, sementara Sandra menyandarkan kepalanya di pundak kanan Angga dengan senyum manisnya.
Mereka terus melakukan dengan ekspresi dan pose yang beragam. Bahkan tak jarang kamera laptop Angga memotret keduanya saling berkecup bibir, layaknya pasangan kekasih yang dimabuk asmara. Keduanya pun tampak sangat menikmati momen tersebut. Cukup lama mereka melakukannya, bahkan hampir satu jam. Namun tidak semua hasil foto yang terambil memuaskan mereka. Tak jarang mereka menghapus gambar yang baru saja dipotret. Semua hasil potretan pun disimpan dalam laptop Angga. Jumlah totalnya ada 15 foto.
Tanpa terasa waktu telah menunjuk pukul 21.56. Sandra dan Angga sudah tidak saling berpose lagi, tapi masih berduaan di ruang tamu. Mata Angga tertuju ke arah jam dinding.
“Okay, sudah hampir jam 10. Sesuai katamu tadi, kita akan melanjutkan besok.”
Sandra hanya mengangguk senyum tanda mengiyakan.
Angga pun segera bersiap hendak pulang meninggalkan rumah Sandra. Sementara menunggu proses shut down laptopnya, ia memakai jaket kulitnya yang berwarna hitam. Di waktu yang sama, Sandra mencabut kabel charger laptop dan merapikannya di meja. Begitu laptop mati segera dilipat Angga dan dibungkuskan ke wadahnya sebelum dimasukkan ke tas, turut disertakan pula charger-nya.
Diantarnya Angga oleh Sandra menuju motornya yang diparkir di halaman rumah. Suasana malam tetap sepi seperti jam-jam sebelumnya.
“Sepi banget ya disini.” ujar Angga yang bersiap mengendarai motor dengan helm half face yang telah membungkus kepalanya.
“Bakar rumah aja pasti ramai.” canda Sandra.
Angga sedikit merubah sikap. Dengan senyum tangan kanannya meraih kepala Sandra bermaksud mendekatkan wajah Sandra ke wajahnya. Namun dengan sigap Sandra menolak karena meski suasana sepi, Sandra merasa tetap tak patut melakukan perbuatan itu di ruang terbuka. Angga sempat sedikit kecewa namun segera menghiraukannya. Tak lama kemudian Angga melaju tinggalkan rumah dengan kuda besinya.


****
BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...