Minggu, 22 April 2018

All-Star Timnas Indonesia Abad 21 (2001-2018)


Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), induk organisasi sepakbola nasional, merayakan hari jadinya yang ke-88 pada 19 April 2018. Selama kurun 8 dekade lebih 8 tahun tersebut, kiranya organisasi yang berusia lebih tua dari negara ini telah memberikan warna tersendiri dalam dunia olahraga tanah air. Sederet prestasi yang mereka torehkan di kancah internasional memang tak dapat dipandang sebelah mata, meskipun publik juga tak dapat menafikan rentetan kontroversi yang mendera organisasi dibawah naungan FIFA tersebut. 

Sepakbola Indonesia sendiri pernah merasakan masa-masa keemasan di ajang internasional, wabil khusus era 1950-1970an. Bahkan bila ditarik lebih jauh ke belakang, tim sepakbola Indonesia (sebelum merdeka) menjadi tim Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938, dengan nama Dutch East Indies. Laman Twitter resmi FIFA pun mengakui hal tersebut melalui cuitannya pada awal 2018 lalu. 
Sayang, romantisme kejayaan sepakbola Indonesia melalui Tim Nasional tak berlangsung lama. Prestasi Indonesia di dunia kulit bundar mulai memudar sejak pertengahan dekade 1980-an. Semenjak itu pula prestasi Timnas Indonesia mengalami pasang surut. Meski sempat menjuarai SEA Games 1987 dan 1991, serta peringkat tiga Asian Games 1986, pencapaian Timnas Indonesia  bisa dibilang belum mampu menunjukkan kembali taringnya. Impresi yang terlihat pun tampak berbeda ketika menjadi “Macan Asia” beberapa dekade sebelumnya.

Kendati demikian, sepakbola Indonesia dibawah naungan PSSI tetap menghasilkan pemain-pemain berbakat di setiap generasi. Setidaknya hingga memasuki era revolusi industri 4.0 ini, pecinta sepakbola tanah air terus disuguhi talenta-talenta baru yang menjadi tulang punggung Timnas di setiap lini. Ya, meskipun sejak SEA Games 1991 belum ada gelar juara yang diraih pada turnamen mayor (level Timnas senior), setidaknya bakat-bakat baru yang bermunculan tetap menjadi angin segar yang menghembuskan harapan untuk bangkit.

Melalui momen ini pula saya mencoba untuk menyusun sebuah Tim Kesebelasan yang terdiri dari pemain-pemain terbaik yang pernah membela Timnas Indonesia sepanjang abad 21, rentang  tahun 2001-2018 (saat postingan ini dibuat). Berikut adalah susunannya, dimana pelatih Ivan Venlov Kolev (pelatih Timnas 2002-2004 dan 2007) menjadi juru taktiknya.

1.       Kiper 


Posisi pertama tentu adalah Penjaga Gawang/Kiper. Rasanya Hendro Kartiko adalah nama yang paling pantas karena cukup lama ia menjadi kiper nomor satu di Indonesia sepanjang era 2000-an. Hendro bahkan tampil heroik pada Piala Asia 2000 dan 2004.

2.       Belakang


Untuk mengisi 4 bek di depan kiper, disitu ada kwartet Ismed Sofyan, Hamka Hamzah, Firmasnyah dan Erol Iba. Nama pertama adalah salah satu ikon Persija selama belasan tahun. Bersama Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan menjadi sosok tak tergantikan di klub berjuluk “Macan Kemayoran” itu.  Ia bermain sebagai bek sayap. Kemampuannya mejaga lini pertahanan dipadukan dengan kemahiran melepas umpan-umpan silang nan akurat. Selain itu, Ismed Sofyan juga ahli dalam mengeksekusi tendangan bebas. Peran-peran tersebut ia sumbangkan pula saat membela Timnas kurun 1999-2010. Legenda Persija dan Timnas Indonesia, Bambang Pamungkas, menyebut pemain asal Aceh itu sebagai perpaduan Agung Setyabudi dan Aji Santoso.


Duet bek tengah diisi Hamka Hamzah dan Firmansyah. Hamka Hamzah adalah bek dengan postur ideal. Ia memulai debut Timnas di turnamen Piala Asia 2004. Sayang, ia sempat tak pernah dipanggil lagi ke Timnas pasca Piala AFF 2004. Ia melewati turnamen-turnamen seperti SEA Games (SEAG) 2005 dan 2007 serta Piala AFF 2008. Padahal di 2 turnamen pertama, usianya saat itu masuk kriteria U-23 dan kemampuannya pun mumpuni. Hamka kembali masuk Timnas saat Alfred Riedl memanggilnya dalam skuad Piala AFF 2010 saat Garuda menjadi runner-up untuk keempat kalinya di ajang tersebut.


Firmansyah adalah salah satu bek terbaik yang membela Timnas era 2000-an.  Sejak tampil di SEAG 2001 bersama Timnas U-23, namanya lalu menjadi langganan tim senior di berbagai event. Sayang, sejak cedera parah jelang Piala Asia 2007, namanya tak pernah lagi masuk skuad Garuda. Meski posturnya tak setinggi Hamka Hamzah, Nova Arianto ataupun Charis Yulianto, kemampuannya dalam menjaga pertahanan tak bisa diragukan.

Erol Iba adalah bek sayap yang punya tipikal kurang lebih seperti Ismed Sofyan. Bedanya, Ismed bisa bermain di kanan dan kiri, sedangkan Erol spesialis di kiri saja (sebatas pengetahuan saya). Ia pun sempat diminati klub Liga Australia, Newcastle Jets. Hal yang turut menjadi bukti diakuinya kapasitas pemain asal Papua satu ini.

3.       Tengah

Lini tengah tim ini digalang oleh trio Evan Dimas, Ponaryo Astaman dan Firman Utina. Evan Dimas adalah pemain fenomenal yang mencuri perhatian kalangan sepakbola saat tampil bersama Timnas U-19 menjuarai AFC Youth Championship U-19 2013.  Gaya permainannya yang bergerak box to box dan mampu mengatur ritme permainan menjadikannya sebagai tipikal playmaker yang ideal. Setelah tampil cemerlang sebagai kapten Timnas U-19, ia mendapat kesempatan trial di Spanyol bersama klub asal Catalan, Espanyol. Selama 4 bulan disana, ia mampu memberikan kesan positif untuk tim rival sekota Barcelona itu.


Selanjutnya jenderal lini tengah Timnas era 2000-an, Ponaryo Astaman. Ia dipercaya sebagai kapten Garuda dalam waktu yang cukup lama. Ponaryo Astaman adalah gelandang pekerja yang bertugas menjaga keseimbangan lini tengah, sebagai peredam serangan lawan di lini tengah dengan tekel-tekel kerasnya. Kepemimpinannya pun mampu menggantikan peran yang ditinggalkan Bima Sakti yang cedera parah.


Firman Utina adalah sosok gelandang pengatur serangan yang mumpuni. Daya jelajah yang tinggi plus umpan-umpan yang membahayakan pertahanan lawan menjadi andalan Garuda di setiap turnamen yang ia jalani. Sejak tampil impresif di Piala Asia 2007, namanya seolah tak tergantikan di lini tengah Garuda. Ia bahkan menjadi pemain terbaik Piala AFF 2010, satu-satunya pemain Indonesia yang mampu meraih gelar itu sejauh ini.

4.       Depan

Kita beralih ke lini depan. Sesuai pola 4-3-3, maka ada 3 striker (tridente) yang ada di tim ini. Setelah menimbang-nimbang banyak nama beken, saya memilih Egy Maulana Vikri, Boaz Solossa dan Budi Sudarsono. Sama halnya Evan Dimas, Egy Maulana Vikri telah menjadi fenomena baru sepakbola Indonesia pasca membela Timnas U-19. Ia bahkan mendapat pengakuan dari dunia internasional akan talentanya yang luar biasa. Pada turnamen Toulon yang diikuti Timnas U-19 2017 lalu, ia mendapat penghargaan Jouer Revelation Trophee, sebuah honour untuk pemain yang berpengaruh dalam tim. Sebuah penghargaan yang pernah disematkan pula untuk Zinedine Zidane dan Cristiano Ronaldo saat tampil di turnamen yang sama. Ia kemudian melebarkan karirnya di Eropa, tepatnya di Liga Polandia bersama klub Lechia Gdansk. 


Penyerang tengah diisi oleh Boaz Solossa. Sebetulnya Boaz lebih cocok sebagai penyerang sayap ataupun penyerang lubang. Tetapi peran sebagai target man juga pas untuknya mengingat ketajaman dan nalurinya yang luar biasa dalam mencetak gol. Boaz adalah legenda. Dua kali cedera parah saat membela Timnas, ia tetap mempertahankan kemampuannya sebagai juru gedor yang handal. Hal ini terbukti dengan gelar topskor Liga Indonesia yang ia dapatkan pasca pemulihan cedera patah tulang! Penampilannya bersama Timnas tergolong langka. Pasca Piala AFF 2004 yang melambungkan namanya, ia melewati turnamen tersebut sampain 4 turnamen yang sama tanpa ada di skuad Garuda karena berbagai alasan, meski tetap tampil di Kualifikasi Piala Asia dan Pra-Piala Dunia. Ia baru kembali ke turnamen yang sama pada 2014 atau 10 tahun pasca penampilan perdananya di ajang tersebut. Meski demikian, ia tetap pemain penting yang sangat diandalkan kontribusinya. Terlebih ia juga sering dipercaya sebagai kapten skuad Garuda.


Last but not least, nama terakhir adalah Budi Sudarsono. Ia adalah salah satu striker terbaik yang dimiliki Indonesia. Striker yang juga bisa melebar ke sayap, dan oportunis di depan gawang lawan. Pemain berjuluk ”Ular Piton” itu mencetak dua gol yang bisa dibilang dua gol terpenting sepanjang sejarah Timnas di Piala Asia. Gol pertama adalah saat melawan Qatar di Piala Asia 2004. Gol itu merupakan pembuka sejarah kemenangan pertama Garuda di tunamen sepabola terbesar di Asia. Indonesia saat itu menang 2-1. Selanjutnya saat Piala Asia 2007. Lagi-lagi Budi menjadi pencetak gol pembuka kemenangan Merah-Putih atas Bahrain di depan publik sendiri. Skornya pun identik dengan kemenangan 2004, yaitu 2-1.

4-3-3

Hendro Kartiko

Ismed Sofyan               Hamka Hamzah                           Firmansyah                         Erol Iba



Evan Dimas Darmono                     Ponaryo Astaman ©                     Firman Utina



Egy Maulana Vikri                            Boaz Solossa                      Budi Sudarsono


Pelatih  : Ivan Venkov Kolev

Demikian “Timnas Indonesia XI” yang bermaterikan pemain-pemain pilihan yang pernah membela Merah-Putih sepanjang 2001-2018. Sebetulnya memang cukup banyak pemain bagus di tubuh Timnas pada era yang sama, tapi tidak masuk  starting line up seperti Bima Sakti, Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Elie Aiboy, Ilham Jayakesuma, dan sebagainya. Tim diatas memang disusun berdasarkan pilihan subjektif saya sendiri, tanpa mengesampingkan kontribusi pemain-pemain hebat lainnya. Akhir kata, semoga PSSI semakin jaya dan mampu memajukan sepak bola Indonesia sehingga Timnas Indonesia mampu bangkit meraih prestasi gemilang di masa mendatang. Salam olahraga…


NB: Mohon maaf bila skema line up-nya berantakan untuk versi mobile. Untuk tampilan yang lebih baik bisa dibuka lewat PC/Laptop. Terima kasih.
 

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...