Kamis, 13 September 2012

World Sailing Event, Akselerator Pembangunan Daerah Tertinggal


Infrastruktur jalan diperlebar. Dermaga pelabuhan diperpanjang. Pasokan listrik ditingkatkan dan dipastikan ketersediaannya. Begitu pula dengan jaringan telekomunikasi. Sementara 20 unit rumah baru dibangun secara khusus, 4 diantaranya dilengkapi air conditioner. Semuanya dibangun dan segera diselesaikan demi suksesnya penyelenggaraan sebuah event bertaraf internasional, bernama Sail Morotai 2012.



Bulan September 2012. Pada bulan yang kesembilan ini, Indonesia disibukkan oleh dua event besar di waktu yang hampir bersamaan. Yang pertama adalah Pekan Olahraga Nasional atau lebih disingkat PON, sebuah ajang olahraga multicabang tingkat nasional, dimana 33 provinsi se-Indonesia mengirim talenta-talenta terbaiknya untuk bertanding dan memberikan yang terbaik bagi daerahnya. Event yang kedua adalah yang berkelas internasional, yakni Sail Indonesia. Hajatan ini berupa ajang rally kapal (jenis yacht) dari berbagai negara di seluruh dunia, dimana tahun ini Indonesia memilih Morotai sebagai host acara tahunan tersebut, sehingga lebih dikenal dengan nama Sail Morotai 2012. Untuk diketahui, ini bukan pertama kalinya Indonesia menjadi penyelenggara World Sailing Event, karena ajang serupa pernah dihelat di Bunaken (Sail Bunaken 2009), Kepulauan Banda (Sail banda 2010), serta Wakatobi dan Belitung yang menjadi tuan rumah bersama tahun kemarin (Sail Wakatobi-Belitong 2011).
Pulau Morotai. Mungkin sebuah nama yang masih terdengar asing bagi sebagian pembaca. What is Morotai Island, and where is it? Dengan mengetahuinya, boleh jadi anda akan merasa bangga Indonesia memiliki pulau tersebut. Ingin tahu?
Pulau Morotai adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Pulau Halmahera, Maluku Utara. Awalnya pulau ini masuk wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Utara, namun sejak dimekarkan tahun 2008, Morotai resmi menjadi daerah otonom baru dengan nama Kabupaten Pulau Morotai. Kabupaten yang beribukota di Daruba ini dikenal memiliki segudang potensi, terutama kekayaan alamnya. Perairan sekitar Morotai menyimpan potensi perikanan yang sangat melimpah sedangkan pesisirnya terdiri atas deretan pantai dengan panorama yang menggoda mata, termasuk yang ada di Pulau Dodola yang tak jauh dari Morotai.
Pulau Morotai juga menyimpan kenangan yang tertulis dalam sejarah. Kurang lebih 70 tahun yang lalu, Morotai menjadi saksi bisu dahsyatnya salah satu pertempuran terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia : Perang Dunia II. Yup, di pulau inilah terjadi pertempuran antara Jepang dan Sekutu pada awal hingga pertengah era 1940-an. Nilai sejarah Pulau Morotai semakin ‘bergengsi’ karena di tempat itulah Jenderal MacArthur, Panglima Besar Sekutu wilayah Pasifik yang cukup legendaris itu meraih kejayaannya setelah mengalahkan Jepang dalam peristiwa yang yang disebut Battle of Morotai, sebuah nama pertempuran yang cukup terkenal dalam sejarah Perang Dunia II. Berbagai peninggalan Perang Dunia II pun masih bisa dijumpai di Pulau Morotai berupa bunker-bunker dan gua persembunyian tentara, senajata-senjata perang, termasuk pula bangkai-bangkai kapal dan pesawat yang tenggelam di dasar laut. Bahkan bandara yang ada di Morotai sekarang ini adalah warisan Pangkalan Militer Sekutu 70 tahun silam.
Sebagai bukti tingginya nilai sejarah Pulau Morotai, beberapa waktu lalu ketika Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI bersama Gubernur Maluku Utara berkunjung ke Amerika untuk mencari data Perang Pasifik terkait pembangunan Museum Perang Dunia II di Morotai, pihak setempat (Amerika) sampai meminta untuk dibawakan segenggam pasir dari Morotai untuk disimpan di Museum milik Amerika. Alasannya karena mereka menilai Morotai sebagai tanah penuh sejarah (karena menjadi saksi kejayaan mereka di Perang Dunia II).
Okay, kembali ke Sail Morotai. Menyelenggarakan sebuah event yang melbatkan peserta dari berbagai negara di dunia, di daerah yang terbilang masih tertinggal pembangunannya tentu sebuah terobosan yang sangat baik. Karena bila festival tersebut berjalan sukses, tentu akan mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit bagi daerah tersebut serta namanya semakin terangkat dan harum di dunia internasional. Apalagi dapat dikatakan bahwa Morotai adalah salah satu harta masa depan Indonesia. Mengapa? Sesuai tema yang diusung panitia Sail Morotai, yaitu "Menuju Era Baru Ekonomi Regional Pasifik". Untuk diketahui, pusat alur kegiatan ekonomi dunia di masa mendatang diperkirakan akan bergeser dari Samudra Atlantik ke Samudra Pasifik. Bersama Bitung (Sulawesi Utara), Morotai akan menjadi garda terdepan Indonesia, sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional di kawasan pasifik. Terlebih lagi seperti yang diceritakan sebelumnya, Morotai sudah sudah mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah dunia. Dengan kesuksesan menyelenggarakan event kelas dunia, lalu citranya tersebar luas, momen ini bisa menjadi pertanda come back-nya Morotai, yang dikenal sebagai ‘mutiara di bibir pasifik’.  
Salah satu bukti keampuhan penyelenggaraan World Sailing Event terhadap daerah yang menjadi host-nya bisa kita lihat di Ambon. Setelah meraup sukses sebagai tuan rumah Sail Banda 2010, turis asing semakin banyak yang mengunjungi Maluku. Hal ini terbukti dengan semakin seringnya kapal-kapal pesiar yang datang dan singgah di pelabuhan Ambon. Sesuatu yang tidak pernah dialami Ambon sekian lama pasca terbebasnya daerah tersebut dari status daerah konflik. Suatu hal yang patut kita syukuri bersama tentunya.
Berlokasi di daerah yang notabene merupakan kawasan beranda negara, penyelenggaraan Sail Morotai juga semakin berarti karena sesuai rencana yang termaktub dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, Pulau Morotai akan dikembangkan sebagai kawasan mega minapolitan, yakni sebuah pengembangan kawasan berbasis kegiatan perikanan. Dengan suksesnya Morotai sebagai penyelenggara ajang internasional, yang memberikan efek domino terhadap perkembangan pariwisatanya, prospek Morotai ke depan bakal semakin cerah dengan kombinasi sektor pariwisata dan pengembangan mega minapolitan sebagai pilar perekonomian daerah.
Oleh karena itu, pihak penyelenggara terutama pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat (baik provinsi Maluku Utara mapun Pemkab Morotai) harus membuat target pencapaian yang hendak di diraih baik saat maupun pasca Sail Morotai berlangsung. Hal ini penting untuk memacu agar penyelenggaraan event ini mampu memberikan hasil yang sesuai harapan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah hal yang  mutlak untuk dijadikan parameter. Untuk hal ini kiranya mereka harus berpegang pada salah satu prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yang termaktub dalam Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yakni memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan dan proporsionalitas.
Well, kita tentunya berharap perhelatan World Sailing Event di negeri ini dapat memberikan hasil yang terbaik untuk daerah penyelenggara pada khususnya, dan negara pada umumnya. Jangan sampai event ajang tahunan ini hanya menjadi pesta kembang api yang heboh di malam hari, tapi kembali sepi saat tibanya pagi. Harapan serupa juga patut disematkan kepada penyelenggaraan Sail Komodo tahun 2013 mendatang dan Sail Event di tahun berikutnya.
Melalui tulisan ini pula saya juga ingin memberikan masukan kepada pemerintah atau siapapun pihak yang berwenang atas penyelenggaraan event tahunan Sail Indonesia, mengenai daerah-daerah yang layak menjadi host Sail Indonesia selanjutnya. Adapun daerah-daerah yang saya usulkan menjadi tuan rumah selanjutnya adalah Raja Ampat (Papua Barat), Kepulauan Derawan (Kalimantan Timur), Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), Sabang (Aceh) dan Biak (Papua). Alasannya tidak lain karena daerah-daerah tersebut tergolong masih tertinggal, tapi memiliki potensi bahari yang sangat kaya dan prospektif untuk dikembangkan sebagai pusat perekonomian baru berbasis kelautan.




Rabu, 05 September 2012

Lampu Kuning Izin Perhotelan di Daerah Istimewa



Sebagai daerah tujuan pariwisata, hospitality industry berupa usaha perhotelan mempunyai peran penting dalam mengerakkan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain sebagai sarana penunjang pariwisata, keberadaan  hotel juga mampu menyerap tenaga kerja sehingga berdampak pada berkurangnya pengangguran. Atas dasar tersebut, pemerintah daerah setempat pun membuka keran selebar-lebarnya untuk menampung investor  yang hendak menanamkan modalnya di bidang perhotelan.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, keran tersebut seolah-olah ‘bocor’ sehingga aliran investasi terus membanjir. DIY pun terancam  mendapat masalah yang hampir serupa dengan DKI Jakarta yang telah menuai masalah akibat menjamurnya mall di daerahnya.



Sebagai provinsi yang minim akan kandungan sumber daya alam, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terbilang sangat beruntung. Wilayah bekas Kerajaan Mataram ini menyimpan potensi pariwisata yang sangat besar, baik berupa peninggalan sejarah, tradisi kebudayaannya, maupun keindahan alamnya. Kondisi ini menjadi magnet yang cukup kuat untuk menarik minat para pelancong baik dari dalam maupun luar negeri untuk datang ke daerah tersebut guna menikmati kegiatan pariwisata mereka pada hari atau musim liburan.
Pemerintah agaknya menyadari keadaan itu dan segera melakukan upaya untuk menunjang kelancaran kegiatan pariwisata di DIY seperti membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Dalam rangka menyediakan sarana pariwisata, terutama untuk akomodasi wisatawan, pemerintah membuka peluang bagi pelaku usaha yang berminat membangun hotel di Yogyakarta, dimana otoritas pemberian izin atas usaha tersebut dipegang oleh pemerintah kabupaten/kota setelah diberlakukannya otonomi daerah. Dan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hotel masuk ke kas daerah Kabupaten/Kota. Hingga tahun 2010, tercatat jumlah hotel di DIY sebanyak 452, yang terdiri dari 37 hotel berbintang dan 415 hotel kelas melati (buku statistik visitingjogja.com).
Laju pertumbuhan hotel di DIY memang terbilang pesat. Tercatat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir telah berdiri 20 hotel baru di daerah yang sempat dipermasalahkan status keistimewaannya itu. Kabar baiknya, berdirinya 20 hotel tadi telah berhasil menyerap sebanyak 6000 tenaga kerja (travel.kompas.com). Jumlah yang cukup fantastis. Menandakan bahwa sektor perhotelan tidak dapat dipandang sebelah mata dalam menggerakkan roda perekonomian DIY.
Vitalnya peran yang diemban sektor perhotelan di Jogja semakin nyata setelah Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi provinsi seluas 3.185,80 km square itu -4,27% pada triwulan II 2012. Namun di tengah minusnya pertumbuhan tersebut, sektor jasa mampu memberi andil positif  terhadap pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto diperode yang sama sebesar 15,25%, dimana perhotelan turut berkontribusi.
Akan tetapi segala sesuatu yang berlebih, cepat atau lambat pasti akan memberi efek yang negatif. Mekipun cukup konsisten dalam memberi 'buaian manis', tetap harus diperhatikan apakah laju pertumbuhan hotel di jogja masih dalam batas normal. Idealnya, pertumbuhan hotel berbading lurus dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang menggunakan jasa hotel. Tapi faktanya, pertumbuhan jumlah wisatawan di DIY tidak terlalu pesat. Bahkan saat musim libur lebaran 2012 ini jumlah okupansi (laju jumlah penghuni hotel) DIY menurun 10% dibanding lebaran tahun lalu sehingga melenceng dari target. Persebarannya pun tidak merata karena sebagian besar wisatawan hanya memadati hotel-hotel  sekitar kawasan Malioboro. Padahal, sebelumnya situs viva.co.id menyatakan bahwa sudah ada 17 hotel baru yang sudah di-endorsed Dinas Perizinan dan siap dibangun 2012 ini juga!
Sebagai pihak yang diberi amanah mengeluarkan izin kepada setiap kegiatan usaha di daerahnya, sudah sepatutnya Dinas Perizinan (kabupaten atau kota manapun itu) lebih selektif dan rasional dalam memberi keputusan. Karena merupakan perbuatan pemerintah bersegi satu, dimana kewenangan sepenuhnya ada di tangan si pemberi keputusan, mereka mempunyai tanggung jawab moral yang lebih atas segala resiko yang timbul terkait keputusan yang mereka berikan.
Saya belum berbicara tentang moratorium perizinan. Namun bila tidak segera dilakukan evaluasi, bisa jadi DIY (terutama kota Jogja-nya), akan mendapat masalah yang mirip dengan DKI Jakarta yang ‘kekenyangan mall’. Anda tentu bisa menebak akibatnya bila pertumbuhan hotel tidak diimbangi dengan bertambahnya turis pengguna hotel.  Akan banyak hotel yang tidak kebagian jatah ‘kue turis’. Selain itu, pengusaha hotel terancam bangkrut lalu gulung tikar? Itu memang masalah. Tapi lebih dari itu, semakin banyak hotel yang terancam bangkrut, berarti semakin banyak orang yang terancam kehilangan sumber nafkah. So, yang tadinya ingin menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja (plus pemasukan dari pajak hotel), malah mencetak ribuan pengangguran baru…
Oleh karena itu, langkah preventif kiranya perlu diambil. Untuk hal ini bisa diawali dengan dilakukannya evaluasi. Jika memang terbukti over supply, institusi yang berwenang pasti paham apa yang harus dilakukan. Bolehlah sampai sini bicara moratorium. Setelah itu, bagaimana dengan nasib hotel-hotel yang jumlahnya sudah terlanjur tinggi?
Hal tersebut menjadi PR bagi pemerintah daerah, baik provinsi maupun tingkat dibawahnya. Mereka harus berupaya agar hotel-hotel yang ada dapat terus terisi. Caranya dengan meningkatkan promosi pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri, sembari melakukan divesifikasi terhadap produk-produk pariwisata DIY guna menarik lebih banyak turis. Selain itu saya juga menyarankan agar dibuat Perda yang mengatur agar setiap hotel, terutama yang berbintang, wajib menyediakan space atau galeri yang khusus untuk menjajakan produk-produk UKM kepada para tamunya. Hal itu saya maksud untuk mematahkan image bahwa keberadaan pengusaha bermodal besar (baca : kapitalis) mematikan pelaku usaha kecil, tidak berlaku untuk usaha perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta.  





Minggu, 02 September 2012

La Cita

"Seorang negarawan tidak menjadikan politik sebagai ladang pencaharian, melainkan menjadikan politik sebagai medan pengabdian."
Aliyonk, 2012 -



Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...