Sabtu, 29 November 2014

Sepak Bola: Berpindah Zona demi Pentas Dunia, Mungkinkah?




Kegagalan Tim Nasional Indonesia di Piala AFF 2014 kiranya telah memperpanjang daftar kegagalan sepak bola Indonesia dalam berprestasi di ajang internasional. Bagaimana tidak, dengan gagalnya Timnas lolos penyisihan grup AFF Cup 2014, berarti masa-masa kering prestasi sepak bola Indonesia (dalam hal ini Timnas Senior) telah berlangsung genap 23 tahun mengingat terakhir Tim Garuda meraih gelar juara pada SEA Games 1991 di Manila, Filipina.
Fakta tersebut mengingatkan saya pada sebuah gagasan alternatif untuk sepak bola Indonesia agar mampu bicara banyak di ajang internasional. Alternatif itu berupa wacana agar organisasi induk sepak bola nasional (PSSI) yang berada di bawah organisasi induk sepak bola Asia (AFC), berpindah ke konfederasi induk lain yang dianggap lebih ringan persaingannya. Adapun konfederasi yang dimaksud adalah Oceanian Football Confederation (OFC) yang beranggotakan negara-negara di Samudera Pasifik (Oseania).
Ide untuk pindah konfederasi sebetulnya bukan hal yang baru. Wacana ini sempat dilontarkan tahun 2013 oleh mantan Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI, Timo Scheunemann. Jauh sebelumnya lagi, entah kapan tahunnya, saya pernah membaca gagasan serupa yang disampaikan seseorang di rubrik surat pembaca di salah satu tabloid olahraga nasional.
Mari mencoba menakar kemungkinan PSSI pindah ke OFC. Secara geografis, letak Indonesia berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Jika Israel dan Kazakhstan yang 100% wilayahnya masuk Asia tapi bisa gabung UEFA, kenapa Indonesia yang sebagian wilayahnya ada di Pasifik tidak bisa ke OFC?
Secara rivalitas antar anggota, OFC tergolong lebih ringan dari Asia. Terlebih setelah keluarnya Australia yang sebelumnya begitu digdaya di zona tersebut. Hal ini tidak terlepas dari kualitas sepak bola di negara-negara Oseania yang masih tertinggal dari region lainnya. Bila gabung OFC, peluang lolos ke Piala Dunia terbuka cukup lebar karena regulasi FIFA mensyaratkan juara kualifikasi OFC untuk play-off dengan wakil CONCACAF (Amerika Utara, Tengah dan Karibia) untuk memperebutkan satu tiket Piala Dunia. Hal ini lebih ringan dari kebijakan sebelumnya yang mengharuskan wakil OFC play-off dengan wakil CONMEBOL (Amerika Selatan).
Bukan hanya Piala Dunia, andaikan PSSI pindah ke OFC, peluang timnas tampil di ajang prestis lain seperti Olimpiade (untuk Tim U-23) dan kejuaraan-kejuaraan dunia kelompok umur (Piala Dunia U-20 dan U-17) juga terbuka lebar. Syaratnya adalah menjuarai kualifikasi pra-olimpiade (untuk Olimpiade) dan menjuarai kejuaraan-kejuaran junior regional OFC (untuk Piala Dunia U-20 dan U-17).
Sebagaimana sempat disebut sebelumnya, setelah keluarnya Australia, persaingan zona OFC relatif lebih seimbang. Selandia Baru yang dianggap tim terkuat pun tidak selalu mulus dalam bersaing kendati kualitas lawan-lawan di Oseania relatif dibawah mereka. Artinya, tidak ada superioritas mutlak di kawasan Oseania dalam sepak bola. Masih ingat Tahiti di Piala Konfederasi 2013 ? Mereka menjadi tim penggembira di ajang tersebut. Tapi mengapa mereka bisa lolos ke Piala Konfederasi? Karena mereka adalah juara OFC Nations Cup 2012...
Kembali ke sepak bola Indonesia. Entah faktor apa yang membuat timnas begitu sulit menjuarai sebuah turnamen. Di level Asia kita masih dibawah Asia Timur dan Timur Tengah. Di level Asia Tenggara yang levelnya relatif setara pun tetap sulit bersaing. Terlebih Piala AFF mendatang, ASEAN kedatangan rival baru dari selatan, langganan Piala Dunia: Australia. Sembari menata kompetisi dan pembinaan pemain muda secara intensif, tidak ada salahnya PSSI mempertimbangkan alternatif lain demi kepentingan Tim Nasional. Termasuk pindah konfederasi mungkin?

Minggu, 23 November 2014

Catatan Fakta Timnas di Piala AFF


Ajang Piala AFF,  yang telah berlangsung sejak 1996, merupakan turnamen sepakbola antar negara terbesar di Asia Tenggara. Level Piala AFF kian bergengsi setelah cabang sepak bola SEA Games diperuntukkan khusus pemain U-23 sejak 2001 silam. Hal ini membuat Piala AFF menjadi satu-satunya ajang resmi dimana tiap negara ASEAN (plus Timor Leste) mengirimkan timnas seniornya untuk berkompetisi menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.
Tim Nasional Indonesia menjadi salah satu tim kuat yang tak pernah absen mengikuti turnamen dua tahunan itu. Sederet rekor pun telah ditorehkan Tim Merah-Putih sepanjang keikutsertaannya. Berikut adalah beberapa fakta menarik ihwal keikutsertaan Indonesia di Piala AFF yang dihimpun berdasar pengamatan saya sendiri, dan ditulis sehari pascalaga perdana Grup A Piala AFF 2014 yang berlangsung 22 November 2014. Silahkan disimak...

1.       Belum pernah juara, tapi selalu favorit

Source: bola.okezone.com 
Timnas Indonesia sudah mengikuti Piala AFF sejak edisi perdana 1996. Namun hingga edisi terakhir 2012 lalu, skuad Garuda belum pernah sekalipun mengangkat trophy juara. Hal yang cukup ironis mengingat Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara. Sebaliknya, negara mungil Singapura justru memegang rekor juara terbanyak di turnamen ini. Kendati demikian, Timnas Indonesia tetap dan selalu difavoritkan untuk menjuarai AFF Cup.

2.       Rekor runners-up

Source: www.kemenpora.go.id

Sepanjang keikutsertaan, Indonesia mencatatkan diri sebagai runners-up turnamen sebanyak 4 kali. Dari keempat rekor itu, tiga diantaranya diraih secara berturut-turut tahun 2000, 2002 dan 2004. Satu lagi diraih pada edisi tahun 2010. Silahkan anda telusuri, adakah negara AFF lain yang mancatatkan rekor tersebut?

3.       Beratnya Thailand dan Singapura

Source: www.youtube.com
     Dari beberapa kekuatan tradisional sepak bola Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand, dua negara terakhir boleh jadi adalah lawan yang paling sulit dikalahkan Indonesia. Sepanjang rekor pertemuan dengan Thailand di AFF, Tim Garuda baru mencatat dua kemenangan. Salah satunya diraih lewat adu penalti tahun 1998. Lawan Singapura tampaknya lebih berat lagi. Kemenangan 1-0 tahun 2012 lalu adalah satu-satunya kemenangan Garuda atas The Lions di ajang Piala AFF.

4.       Sering mengorbitkan “Rising Star”

Source: bola.republika.co.id

Indonesia sering mengorbitkan bintang baru di timnya pada beberapa edisi AFF Cup. Uniknya, tak jarang pula nama yang mengorbit di satu edisi malah menghilang di edisi turnamen berikutnya. Sebut saja Bambang Pamungkas yang menjadi top skor turnamen 2002 (8 gol), tapi tidak masuk skuad timnas pada AFF 2004. Boaz Solossa yang sempat fenomenal di AFF Cup 2004, tidak diikutsertakan pada AFF Cup 2007. Atep sempat mencuat pada edisi 2007, tapi menghilang pada 2008. Cristian Gonzales menjadi andalan tahun 2010, lagi-lagi menghilang edisi 2012. Begitu pula Andik Vermansyah yang mengkilat tahun 2012, tapi tidak masuk skuad tahun 2014.

5.       Torehan Top Skor Turnamen


Pada level individu, Tim Garuda punya rekor bagus sebagai kontestan yang paling sering melahirkan top skor turnamen. Dari 9 kali penyelenggaraan (1996-2012), Indonesia mencatatkan 4 pemainnya sebagai pencetak gol terbanyak di turnamen (jumlah yang sama dengan Thailand). Empat striker Indonesia yng pernah meraih sepatu emas AFF Cup yaitu Gendut Doni Christiawan (5 gol di AFF Cup 2000), Bambang Pamungkas (8 gol, 2002), Ilham Jayakesuma (7 gol, 2004) dan Budi Sudarsono (4 gol, 2008).

6.       Satu gelar Most Valuable Player

Souce: rimakusuma.blogspot.com
Berbeda dengan rekor top skor, Indonesia baru satu kali mencatatkan nama pemainnya sebagai pemain terbaik turnamen sepanjang keikutsertaan AFF Cup. Firman Utina menjadi pemain Indonesia pertama yang meraih golden ball turnamen AFF Cup pada 2010.

7.       Rekor lawan Vietnam

Source: www.article.wn.com
    Tulisan ini dibuat sehari pascalaga perdana Piala AFF 2014, antara Vietnam vs Indonesia yang berakhir imbang 2-2 (Sabtu, 22/11/2014). Hasil ini berarti memperpanjang rekor tak terkalahkan Indonesia atas Vietnam pasca Piala AFF 1996. Yup, sejak keikutsertaan Piala AFF 1996, Tim Garuda baru sekali kalah dari Vietnam saat jumpa perdana di perebutan juara ketiga Piala AFF 1996.


Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...