Sabtu, 25 Oktober 2014

Sepenggal Cerita Inspiratif (1)

Saya mendapatkan cerita ini dari seorang kawan yang memang sengaja disebarkan. Ceritanya cukup menarik. Tapi yang mengesankan setelah membaca, cerita ini mengingatkan saya pada sosok Stephen Hawking. Yup, sepertinya beliau perlu membaca cerita singkat ini. Hahaha...


DIALOG SEORANG PROFESOR YANG ATHEIS DALAM SEBUAH KELAS

Profesor: "Apakah Tuhan menciptakan segala yg ada?"
Para mahasiswa: "Betul, Dia pencipta segalanya."
Profesor: "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan juga menciptakan kejahatan."
(Semua terdiam, kesulitan menjawab hipotesis profesor itu).
Tiba-tiba suara seorang mahasiswa memecah kesunyian.
Mahasiswa: "Prof, saya ingin bertanya. Apakah dingin itu ada?"
Profesor: "Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja, dingin itu ada."
Mahasiswa: "Maaf Prof, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yg kita anggap dingin sebenarnya adalah ketiadaan panas. Suhu -460 derajat Fahrenheit adalah ketiadaan panas sama sekali. Semua partikel menjadi diam, tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata 'dingin' untuk mengungkapkan ketiadaan panas. Selanjutnya, apakah gelap itu ada?"
Profesor: "Tentu saja ada!"
Mahasiswa "Anda salah, Prof! Gelap juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tiada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, sedangkan gelap tidak bisa. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk mengurai cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari panjang gelombang setiap warna. Tapi, Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur melalui berapa besar intensitas cahaya di ruangan itu. Kata 'gelap' dipakai manusia untuk menggambarkan keadaan ketiadaan cahaya. Jadi, apakah kejahatan itu ada?"
Profesor mulai bimbang, tapi menjawab: "Tentu saja ada."
Mahasiswa: "Sekali lagi anda salah, Prof! Kejahatan itu tidak ada. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Seperti dingin dan gelap, 'kejahatan' adalah kata yg dipakai manusia untuk menggambarkan ketiadaan 'kebaikan' dalam dirinya. Kejahatan adalah hasil dari tidak dihiraukannya kehadiran Tuhan dalam hati manusia."
Profesor terpaku dan terdiam.

※ Dosa terjadi karena manusia lalai akan hadirnya Tuhan dalam hatinya. Menjaga kesadaran akan hadirnya Tuhan dalam hati pada setiap saat, maka akan selamat. Itulah IMAN. Dosa lahir saat IMAN tidak berada dalam hati.



Kamis, 09 Oktober 2014

Men's Badminton Dream Team by Aliyonk


Pada kesempatan kali ini saya mencoba menyusun sebuah tim bulutangkis beregu putra yang terdiri dari pemain-pemain terbaik abad ke-21. Tim ini tersusun dari 3 tunggal utama, 2 ganda utama, 1 tunggal pelapis dan 1 ganda pelapis. Berikut adalah susunan pemain tim beregu putra impian versi saya sendiri, check it out...

Tunggal pertama

Source: http://devids.net/

Tunggal pertama berperan sebagai ujung tombak andalan tim. Untuk posisi ini saya percayakan pada sang raja bulutangkis saat ini, Lin Dan. Yup, nama satu ini jelas tak asing lagi bagi para pecinta olahraga tepok bulu. Dialah pemegang rekor 5 kali juara dunia (2006, 2007, 2009, 2011 dan 2013), dua kali berturut-turut juara Asian Games 2010 dan 2014 serta dua kali berturut-turut pula juara Olimpiade 2008 dan 2012. Belum lagi jumlah gelar super series yang berhasil diraih sepanjang karirnya yang tentu tak sedikit jumlahnya. 
Sederet prestasi Lin Dan bukan hanya berhenti pada nomor individu, tapi juga tim. Bersama tim bulutangkis putra Tiongkok, suami mantan pebulutangkis Xie Xinfang ini telah berhasil menjuarai Piala Thomas 5 kali berturut-turut (2004, 2006, 2008, 2010, 2012) sekaligus menyamai rekor Indonesia yang sebelumnya mampu mencatatkan streak yang sama. Di tim beregu campuran pun Super Dan mampu membawa negaranya 4 kali berturut-turut merajai Sudirman Cup (2005, 2007, 2009, 2011). Tidaklah heran bila pemain kelahiran 14 Oktober 1983 itu disebut-sebut sebagai pemain dengan gelar terlengkap.
Dilihat dari prestasi individunya, saya rasa Lin Dan adalah kandidat kuat “Rudy Hartono Abad 21”. Dulu Rudy Hartono mampu menjuarai All England sebanyak 8 kali, rentang tahun 1968-1976. Kala itu bulutangkis belum dipertandingkan di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia BWF juga belum ada. Jadi All England merupakan kejuaraan bulutangkis level tertinggi pada masa itu.
Berbeda dengan era sekarang dimana ada dua event akbar bulutangkis: BWF World Championship dan Olympic Games. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Lin Dan telah mengumpulkan 5 gelar juara dunia BWF dan 2 medali emas Olimpiade. Bila dikalkulasi, maka legenda hidup bulutangkis Tiongkok itu telah menorehkan 7 gelar world major tournaments. Bila sekali lagi ia meraih juara dunia BWF atau medali emas Olimpiade, maka tak salah jika menyebut Lin sebagai “Rudy Hartono abad 21”.

Ganda pertama

Source: http://sports.163.com/
Beralih ke nomor ganda. Disini lagi-lagi diisi oleh punggawa Tiongkok, kali ini adalah pasangan Cai Yun/Fu Haifeng. Kedua nama tersebut adalah pasangan ganda putra tersukses saat ini, meski keduanya tak lagi berpasangan sejak akhir 2013 (sempat kembali berpasangan pada di Asian Games 2014). Cai Yun/Fu Haifeng  adalah salah satu ganda putra yang paling disegani dunia. Mereka mencatatkan rekor 4 kali juara dunia BWF (2006, 2009, 2010, 2011) dan 1 medali emas Olimpiade 2012. Belum pernah ada dalam sejarah ada pasangan ganda putra yang mampu menorehkan prestasi segemilang Cai dan Fu.
Keberhasilan pasangan tersebut kala meraih medali emas Olimpiade 2012 juga menyisakan cerita tersendiri. Pada edisi sebelumnya, yakni Olimpiade 2008, pasangan Tiongkok ini gagal memenuhi ambisi juara di kandang sendiri setelah dikalahkan pasangan nomor satu dunia asal Indonesia kala itu, Markis Kido/Hendra Setiawan.
Namun berkat konsistensi dan determinasi yang kuat, Cai/Fu mampu membayar lunas kegagalan tersebut pada empat tahun berikutnya. Tepatnya pada Olimpiade London 2012, Cai Yun/Fu Haifeng kembali menembus final sekaligus meraih medali emas olimpiade pertama sepanjang sejarah bagi ganda putra Tiongkok. Bukan hanya itu, Negeri Tirai Bambu pun sukses menorehkan sejarah sebagai negara pertama yang menyapu bersih medali emas di semua nomor bulutangkis Olimpiade.

Tunggal kedua

Source: http://thediplomat.com/
Selanjutnya adalah tunggal kedua. Posisi ini diisi oleh legenda hidup bulutangkis Malaysia, siapa lagi kalau bukan Lee Chong Wei. Pebulutangkis bergelar “Dato” ini tercatat sebagai pemain tunggal putra paling banyak mengoleksi gelar super series. Namun yang mengherankan dari pria kelahiran 21 Oktober 1982 ini, ia begitu sulit menjuarai turnamen sekelas BWF World Championship dan Olimpiade. Chong Wei dua kali berturut-turut gagal meraih medali emas Olimpiade setelah ditaklukkan lawan yang sama, Lin Dan.
Di Kejuaraan Dunia BWF pun sang Dato baru saja mencatatkan hattrick tak menyenangkan: tiga kali berturut-turut menjadi runner up. Setelah dua kali dikalahkan seteru abadinya, Lin Dan, tahun 2011 dan 2013, tahun 2014 ia kembali harus gigit jari setelah ditaklukkan Chen Long (Tiongkok) di babak final.
Kendati demikian, Chong Wei tetaplah seorang legenda. Di usianya yang kini tak lagi muda, besar kemungkinan Malaysia akan kesulitan mencari pengganti yang sepadan kelak jika Lee Chong Wei pensiun.

Ganda kedua

Source: http://www.antarafoto.com/

Berlanjut ke ganda kedua. Posisi ini diisi oleh pasangan juara Olimpiade 2000 asal Indonesia, Candra Wijaya/Tony Gunawan. Sebetulnya Indonesia punya cukup banyak pemain hebat di ganda putra mengingat negara ini memang punya tradisi kuat di sektor tersebut. Namun saya memilih pasangan Candra/Tony karena keduanya juga sukses ketika dipasangkan dengan partner yang berbeda.
Setahun setelah meraih medali emas bersama Candra, Tony Gunawan kembali sukses menjuarai Kejuaraan Dunia 2001 bersama partnernya kala itu, Halim Haryanto Ho. Begitupun Candra Wijaya. Ia bahkan telah lebih dahulu merasakan manisnya juara dunia bersama Sigit Budiarto tahun 1997.
Menariknya, pada Kejuaraan Dunia 2005, kedua pasangan juara Olimpiade itu kembali dipertemukan di final. Namun mereka tidak dipertemukan sebagai partner, melainkan sebagai lawan. Tony Gunawan yang telah berganti warga negara Amerika Serikat sejak 2002, berpasangan dengan Howard Bach dan berhasil mengukir prestasi setelah menjuarai Kejuaraan tersebut dengan mengalahkan pasangan Candra Wijaya/Sigit Budiarto (Indonesia) di final.

Tunggal ketiga

Source: http://www.khelnama.com/
Ini dia legenda hidup sekaligus superstar bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat. Pemain yang baru pensiun 2013 itu terkenal dengan backhand smash-nya yang keras. Namanya telah masuk dalam Pelatnas Cipayung sejak 1996. Pada All England 1999, Taufik Hidayat mencatatkan namanya sebagai Finalis termuda sepanjang sejarah kejuaraan bulutangkis tertua di dunia itu. Taufik, yang kala itu masih berusia 17 tahun, berhasil melaju hingga babak final sebelum akhirnya dihentikan oleh Peter Hoeg Gade, legenda bulutangkis Denmark. Sayang, meski sempat menorehkan rekor sebagai finalis termuda sepanjang sejarah All England, sampai akhir karirnya ia tidak pernah sekalipun mencicipi juara di kejuaraan yang berlangsung di Inggris tersebut.
Meski demikian, Taufik adalah pemain tunggal putra pertama di dunia yang mampu meraih juara Olimpiade dan Kejuaraan Dunia secara berturut-turut (Olimpiade 2004 dan Kejuaraan Dunia 2005). Selain itu ia juga dua kali berturut-turut meraih medali Asian Games 2002 dan 2006, serta dua kali pula meraih emas SEA Games 1999 dan 2007.
Di level tim beregu, pria asal Pandeglang itu berhasil mengantarkan Tim Indonesia dua kali berturut juara Piala Thomas 2000 dan 2002. Sejauh ini belum ada pemain Indonesia yang mampu meraih sederet prestasi sebagaimana yang telah diukir seorang Taufik Hidayat.

Tunggal keempat

Source: http://news.xinhuanet.com/
Sulit menentukan pemain yang layak mengisi pos palapis ini. Banyak sekali pemain-pemain tunggal nan handal dari berbagai negara di dunia. Namun saya masih kurang sreg dengan Peter Hoeg Gade (Denmark) meski ia terhitung living legend bulutangkis dunia. Setlah menimbang-nimbang beberapa nama, akhirnya pilihan saya jatuhkan sosok pebulutangkis yang lagi-lagi berasal dari Negeri Tiongkok, Chen Jin.
Nama Chen Jin memang tidak se-impresif Lin Dan, Lee Chong Wei, Taufik Hidayat maupun Peter Hoeg Gade. Karirnya sebagai atlet pun tergolong singkat mengingat Chen Jin memutuskan gantung raket di usia muda karena dibekap cedera. Ya, pria bertinggi 182 cm ini memutuskan pensiun di usia yang seharusnya merupakan masa-masa emas dalam karirnya, 26 tahun.
Namun dalam rentang masa karirnya yang tak panjang itu bukan berarti tak ada prestasi yang menonjol. Di usia remaja, Chen Jin sudah merasakan manisnya dua gelar juara pada Kejuaraan Dunia Junior 2002 dan 2004. Karirnya pun terus menanjak dari waktu ke waktu. Berbagai torehan prestasi berhasil diraihnya baik individu maupun bersama tim beregu Tiongkok.
Chen Jin adalah peraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008. Dua tahun kemudian ia mencatatkan namanya sebagai sebagai Juara Dunia BWF 2010. Bersama Tim Tiongkok pun ia turut menyumbang tenaga atas kedigdayaan Tiongkok meraih Piala Thomas 5 kali beruntun kurun 2004-2012. Sayang, cedera yang ia alami tahun 2012 lalu telah merenggut karirnya sekaligus menghentikan lajunya dalam mengumpulkan torehan prestasi. Kendati demikian, dedikasi Chen Jin terhadap olahraga yang membesarkan namanya tak turut usai. Ia kini menjadi pelatih tunggal putri tim bulutangkis negaranya.

Ganda ketiga
                                                                           
 
Source: http://in.victorsport.com/
Source: http://cicilasari.blogspot.com/
Terakhir untuk ganda pelapis, saya memasang dua pemain dari dua negara berbeda. Pasangan ganda ini adalah Lee Yong-dae/Hendra Setiawan. Lee berasal dari Korea Selatan sedangkan Hendra tentu saja sudah kita kenal sebagai pemain ganda Indonesia.
Lee Yong-dae adalah pemain ganda Korsel yang bermain di dua nomor sekaligus, putra dan campuran. Ia adalah peraih medali emas Olimpiade 2008 di nomor ganda campuran. Lee menorehkan gelar prestisius itu bersama Lee Hyo-jung sebagai partnernya. Hebatnya, ia mendapatkan gelar itu di usia yang masih terhitung 19 tahun!
Di nomor ganda putra, pria kelahiran 11 September 1988 itu bahkan lebih gemilang. Masuk papan peringkat dunia BWF seolah merupakan hal yang akrab baginya, baik saat berpartner dengan Jung Jae-sung maupun sekarang bersama Yoo Yeon-seong.
Hendra Setiawan? Rasanya saya tak perlu menjelaskan panjang lebar. Ia adalah penerus tradisi kejayaan ganda putra Indonesia dengan menjadi juara dunia 2007, meraih medali emas Olimpiade 2008 dan medali emas Asian Games 2010 bersama Markis Kido, serta juara dunia 2013 dan meraih medali emas Asian Games 2014 bersama Muhammad Ahsan. Artinya, Hendra Setiawan telah dua kali berturut-turut meraih medali emas Asian Games dan dua kali juara dunia bersama dua partner berbeda. 

Bonus Video






Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...