Jumat, 27 September 2013

La Cita (12.1.a)

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."                                                                                                        - Pramoedya Ananta Toer -

Jumat, 30 Agustus 2013

Bulutangkis : SEA Games Hendaknya untuk Pemain Muda


Sembilan belas hari pasca euforia. Rasa manis itu serasa belum pudar dari lidah. Acara arak-arakan ke sejumlah daerah pun dihelatkan. Bangsa yang thirsty of pride? Boleh jadi, ya. Suatu hal yang salah? Tentu tidak. Apa gerangan yang terjadi 19 hari sebelum ditulisnya artikel ini? Sebuah pretasi datang dari sebuah cabang olahraga, yang mana memang punya romansa tersendiri bagi bangsa ini sejak lama : Bulutangkis. Tak tanggung-tanggung, 2 gelar juara dunia ajang BWF World Championship 2013 berhasil direbut para punggawa olahraga tepok bulu tanah air. Guangzhou, kota terbesar di provinsi termaju di China, menjadi saksi kejayaan Merah-Putih di dua nomor. Sesuatu yang bangsa ini tidak merasakannya sejak 2007 silam.
Euforia Tim Bulutangkis Indonesia di Guangzhou memang tergolong “wah” (saya sedikit heran juga sebetulnya). Bahkan seolah menjadi perban yang mampu menutupi luka yang didapat di tahun sebelumnya, setelah gagal total di Olimpiade 2012. Namun bila nanti buaian itu tak lagi terasa, muncul sebuah pertanyaan : What next? Ya, apa yang dilakukan setelah puas menjadi juara dunia? Jawabannya mungkin akan terdengar klise, namun justru itulah tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Jawaban yang dimaksud adalah mempertahankan dan melestarikan kejayaan, as long as it could be done. Dan satu hal yang tak dapat ditawar dalam upaya mewujudkannya adalah pembinaan dan pengembangan pemain muda.
Ya, regenerasi pemain badminton Indonesia memang tergolong lambat, terutama di sektor tunggal. Hal ini bertolak belakang dengan China yang hampir tiap beberapa tahun sekali melahirkan pemain muda yang handal. Namun stakeholder negeri ini tampak telah mengupayakan hal tersebut. Sebut saja dibangunnya Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Bulututangkis di sejumlah daerah yang merupakan effort yang patut diapresiasi.[1] Selain itu, pengiriman pemain-pemain muda ke kejuaraan internasional hendaknya juga perlu lebih ditingkatkan.
Namun satu hal yang menarik perhatian saya adalah rencana dikirimnya skuad lapis dua bulutangkis ke ajang SEA Games 2013 di Myanmar.[2] Hal ini disebabkan karena event SEA Games bertepatan dengan waktu digelarnya BWF Super Series Final 2013, sehingga pemain terbaik diprioritaskan ikut event yang disebut terakhir. Saya justru melihatnya sebagai suatu hal yang positif. Karena itu berarti memberi kesempatan bagi pemain kelas dua bukan hanya untuk menimba pengalaman, tapi juga mengasah mental dan abilitas bertanding di kancah internasional. So, alangkah baiknya bila PBSI tidak memandang keputusan itu sebagai suatu hal yang incidental (karena bentrok dengan jadwal event BWF), melainkan suatu hal yang akan terus berkelanjutan (dilakukan rutin setiap ajang SEA Games berlangsung).
Saya bahkan memandang, alangkah lebih baiknya lagi bila yang dikirim ke Myanmar nanti adalah pemain-pemain berusia muda. Karena dengan beban target meraih sejumlah medali emas (regu maupun perorangan), para pemain yang masih muda usia akan ditempa dengan pelatihan teknis, mental dan motivasi high level. Terlebih SEA Games merupakan ajang yang ditujukan untuk pemain senior. So, bila pemain junior berani diterjunkan ke ajang tersebut, ia akan mendapat pengalaman berharga tentang bagaimana persaingan kompetisi level senior. Meskipun persaingannya mungkin tidak seketat BWF Super Series, setidaknya atmosfer pertandingan high level tetap didapat. Kondisi tersebut tentu akan berdampak positif bagi perkembangan sang atlet muda untuk ke depannya. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah investasi masa depan bulutangkis Indonesia.
Namun bukannya bermaksud untuk pesimis, tapi harus diakui, pengiriman skuad lapis dua atau skuad pemain muda ke SEA Games memang mengundang resiko. Hal yang dimaksud tak lain adalah melebarnya potensi kegagalan memenuhi target perolehan medali yang dicanangkan. Namun saya rasa hikmah positif pasti tetap dapat dipetik. No pain, no gain. Okelah bila keputusan dikirimnya pemain muda dapat meningkatkan resiko gagalnya meraih taget medali. Namun selama itu demi merintis kejayaan di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia BWF, kenapa tidak? Disinilah kita berorientasi untuk jangka panjang. 
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Sebagaimana sempat disebut sebelumnya, regenerasi pebulutangkis Indonesia tergolong lamban. Namun dengan upaya mengirim dan menempa pemain muda ke ajang kelas tinggi seperti (salah satunya) SEA Games, hal itu dapat dihitung sebagai usaha pengembangan pemain junior, akselerasi menuju level teknis dan mental yang lebih tinggi kelasnya. So, sudah saatnya PBSI memandang SEA Games sebagai kawah candradimuka pemain-pemain muda masa depan bulutangkis Indonesia. Bukan hanya di Naypyitaw 2013, tapi juga SEA Games – SEA Games berikutnya. Sama halnya cabang sepak bola yang menjadikan event dwi tahunan itu sebagai ajang khusus pemain U-23. 




 [1] http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/05/22/225441/Kemenpora-Dirikan-PPLP-Bulu-Tangkis
[2] http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/26/4/171051/Turunkan-Skuat-Lapis-Kedua-di-SEA-Games-PBSI-tidak-Koreksi-Target

Sumber Gambar : http://www.smc.edu/





Selasa, 20 Agustus 2013

La Cita (12)

Source : http://kootation.com

"One of the most scariest thing in life is when you come to the realization that the only thing that can save you is yourself."                  -     
- Demi Lovato -
       

Minggu, 07 Juli 2013

La Cita (11)

"The ultimate measure of a man is not where he stands in moments of comfort and convenience , but where he stands at times of challenge and controversy."                                                                                                        - Martin Luther King Jr. -

Rabu, 03 Juli 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.10, Tamat)

Sambungan dari bagian 9

Pandu jelas tahu apa yang hendak ia lakukan karena memang dialah yang mengatur segalanya. Ia kemudian mengatur skenario dimana besok Sandra akan dijemput Angga sepulang dari kantor dan pergi menuju rumah kontrakan Angga.
Dan sesuai rencana, keesokan harinya Sandra pulang dari kerja, keluar dari kantornya. Ia berjalan beberapa meter seorang diri ke barat trotoar, seraya menenteng helm. Disitulah ia menemui Angga di motornya dengan kepala tertutup helm half face. Tanpa berlama-lama Sandra naik ke belakang Angga. Dikenakan helm yang dibawanya dan meluncurlah ia bersama Angga dengan motor yang mereka tunggangi.
Di seberang jalan, tepatnya sekitar 10 meter dari tempat berhentinya motor Angga tadi, sebuah mobil sedan berwarna hitam diparkirkan di pinggir jalan. Namun mobil itu tidaklah kosong karena di dalamnya ada Pandu yang baru saja mengambail beberapa foto yang berisi kegiatan yang baru saja dilakukan Sandra dan Angga tadi dengan kamera ponselnya.

****

Hari berikutnya lagi, Pandu datang kembali datang menemui Rafi di workshopnya. Tujuannya pun jelas, ia hendak menyerahkan “hasil tangkapannya” kepada Rafi. Totalnya ada 5 foto yang ia serahkan pada Rafi dalam bentuk soft file yang disimpan dalam flashdisk.
“Apa nih isinya?” tanya Rafi.
Check by your self, tapi jangan ketika istrimu ada.” jawab Pandu.
Malam harinya, di tengah hujan badai yang mengguyur petang itu, Rafi seorang diri memeriksa foto-foto tadi dengan laptopnya. Sungguh betapa terkejut dan kecewanya Rafi melihat gambar yang ditampilkan dalam laptop yang tertancap flashdisk Pandu itu. Lima buah foto hasil tangkapan Pandu menampilkan gambar istrinya tengah bersama seorang pria mengenakkan helm half face menunggangi motor sport berwarna hujau. Diperhatikannya lagi wajah pria itu lebih seksama, siapa sebenarnya orang itu. Dan Rafi pun tak perlu waktu lama untuk mengenali siapa wajah pria yang memboncengi istrinya itu. Seseorang yang ia kenal sejak sebelum menikahi Sandra…

****

Rafi pun menyatakan niatnya ke Pandu untuk memberi perhitungan pada Angga. Maka kembali Pandu menunjukkan kebolehannya sebagai tactician. Pandu mengarahkan Rafi untuk menyatakan ke Sandra seolah-olah hendak ke luar kota, meninggalkan istrinya sendirian di Jogja. Namun itu hanya kebohongan belaka karena merupakan bagian dari  strategi untuk melabrak Angga kala mendekati Sandra.
Di lain sisi, Pandu mengadakan pertemuan rahasia dengan Sandra berkaitan dengan rencananya yang tengah dilakukan Rafi. Oleh Pandu, Sandra diserahi sebuah tongkat baseball untuk disimpan dan digunakan pada saat "tiba waktunya".
Skenario pun berjalan mulus. Rafi sukses mengelabuhi istrinya untuk “pergi ke Bandung”. Faktanya ia sama sekali tidak ke Bandung, melainkan hanya menumpang sementara di rumah kontrakan Pandu seraya menunggu timing yang tepat untuk menyerang Angga. Dan pada hari minggu dini hari yang dingin dan sepi, Rafi melancarkan invasinya terhadap Angga yang tengah menginap di rumah yang biasa ia tempati bersama Sandra.
Namun ketika hendak mengakhiri hidup rivalnya, nyawa Rafi justru terlebih dahulu melayang setelah belakang kepalanya dihantam keras oleh tongkat baseball, yang dilakukan seorang wanita yang tak lain adalah Sandra, istrinya sendiri. Dan begitu selesai membunuh suaminya, Sandra bergegas berganti pakaian dan kabur dengan menumpang mobil Pandu yang sudah stand by sebelum tragedi berlangsung. Keberadaan Sandra pun selamat dari kejaran polisi setelah bersembunyi di rumah kontrakan Pandu sebelum dibawa ke Singapura.
Sore menjelang keberangkatan ke Singapura, Pandu menyempatkan diri menjenguk Angga yang dirawat di rumah sakit. Namun kunjungan itu bukan tanpa tujuan. Diam-diam Pandu memasukkan racun ke minuman Angga saat yang bersangkutan tengah sibuk membaca koran yang ditunjukkan Pandu terkait berita kematian Rafi. Alhasil Angga tewas setelah meminum minuman yang terkontaminasi racun, dan Pandu pun meluncur ke Singapura bersama Sandra…

****

Kembali ke masa sekarang.
Pandu kini telah tiada. Ia dinyatakan tewas karena bunuh diri di kamar mandi apartemennya. Ia nekat melakukan itu setelah depresi yang dialaminya dinyatakan bangkrut. Usaha tekstil dan butik yang dirintisnya sejak usia remaja habis begitu saja dilalap si jago merah dan hanya menyisakan beban hutang yang harus ditebus dengan vonis pailit dari pengadilan. Aset-aset kekayaannya pun habis disita kecuali apartemen tempat tinggalnya. Tak kuat menghadapi itu semua, ia pun akhirnya menyerahkan nyawanya tercabut dengan tali tambang yang digantung dalam kamar mandi apartemennya.
Beberapa hari pasca kematian Pandu, ruang apartemennya kini sepi tanpa penghuni. Ruang tempat biasa ia menghabiskan waktu menjalani kehidupannya kini sama sekali tak ada tanda-tanda kehidupan. Lantas dimana kini Sandra berada?
Sandra kini tidak lagi tinggal di apartemen Pandu. Tapi ia masih berada wilayah territorial negara Singapura. Seorang diri, Sandra duduk meluruskan kaki di sebuah kasur. Ia tampak sibuk dengan buku tulis dan bolpennya, beralaskan bantal di pangkuannya. Ia tengah berada dalam sebuah ruangan yang minim cahaya. Jam dinding menunjuk pukul 17.46. Sementara ia sibuk menggoreskan bolpen di buku tulisnya, di lantai berceceran beberapa lembar kertas sobekan dari buku tulis dengan bentuk sobekan yang tak beraturan. Setiap lembaran kertas yang terbuang itu terdapat tulisan-tulisan serta gambar-gambar hasil kreasi tangan dengan bentuk dan rupa yang tak jelas. 
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Kemudian masuklah sosok wanita muda berparas oriental ke dalam ruangan tempat Sandra menikmati kesendirian. Wanita berpakaian serba putih yang tediri dari semacam kameja berlengan pendek dan rok. Kepalanya mengenakan topi kecil yang juga berwarna putih dengan logo red cross. Wanita itu segera menghidupkan lampu dan dilihatnya kertas-kertas yang berserakan di lantai. Dipungutnya kertas-kertas itu olehnya, dikumpulkan, dirapikan dan diletakkan di meja dalam bentuk tumpukan. Kemudian ia menoleh ke Sandra seraya terseyum,
Good evening Miss Sandra…” sapanya ramah.
Sandra tak bergeming. Ia masih saja sibuk dengan kegiatannya. Kemudian ditengoklah oleh wanita tadi, apa sebenarnya yang Sandra buat di buku tulisnya.
“Wow, bagusnya.. Apa itu?” katanya dengan aksen melayu. 
Sandra tetap tak bereaksi, masih larut dalam kesibukannya. Di meja dekat tempat tidur Sandra terdapat nampan yang diatasnya terletak sebuah teko dan beberapa gelas kaca yang sudah tak lagi berisi. Diambilnya semua benda itu beserta nampannya oleh wanita tadi. Sebelum pergi meninggalkan ruangan, ia berpesan pada Sandra,
“Masa tuk makan malam tiba satu jam lagi. Setelah itu Pak Cik Psychitrist nak datang tuk kontrol Mak Cik.”
Wanita itu pun pergi menutup pintu dan Sandra kembali sendirian di ruangannya. Tangan Sandra berhenti menggoreskan bolpennya ke buku tulis. Diamatinya hasil karya tangannya yang baru jadi. Sebuah gambaran abstrak  tiga orang laki-laki dengan masing-masing bentuk rupa yang berbeda. Diamatinya terus gambar itu oleh Sandra dengan seksama. Tak lama kemudian ia menyeringai melihat gambar-gambar itu. Kemudian kembali ia merobek kertas gambar barusan, lalu membuangnya begitu saja ke lantai. Setelah itu ia kembali lagi dengan kesibukannya, sebagaimana yang telah ia lakukan sedari tadi…


---oo0oo---

Selasa, 02 Juli 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.9)

Sambungan dari bagian 8

“Ya sekitar.. jam 10-an.” kata Sandra masih dengan ponselnya.
Wah malam amat, padahal Papa mau nitip.”
“Nitip apa emangnya?”
Martabak, hehehe...”
“Oh.. ya lain kali aja Pah, Mama beliin.”
Event dimana Mah, emangnya?”
“Di.. Wanitatama, jalan solo.” jawab Sandra melirik ke pria di sampingnya.
Oh gitu, okay Mah, good luck ya...”
Thank you honey..”
I love you Mah..”
I love you too. .”
Pembicaraan berakhir. Sebagaimana yang telah terbaca, Sandra tidak sedang berada di gedung event, melainkan di rumah mantan pacarnya yang kini menjadi selingkuhannya, Angga. Namun upaya Rafi tak berhenti sampai situ. Ia kemudian mencoba hubungi Pak Marwan Sutrisna, owner Taruna Catering sekaligus atasan Sandra di kantornya. Rupanya rekomendasi dari Pandu tadi telah terkonversi menjadi sebuah komando yang wajib untuk segera dijalankan.
“Selamat malam Pak Marwan..” sapa Rafi membuka pembicaraan telpon.
Ya halo..” jawab Pak Marwan yang tengah berada di rumahnya.
“Saya Rafi Pak, suami Bu Sandra.”
Oh.. Pak Rafi, ada apa ya Pak?
Haha.. Begini Pak, saya cuma ingin tanya, apa benar hari ini ada event malam di Gedung Wanitatama?”
Hmm, ngga ada tuh Pak. Minggu ini kami tidak meng-handle event malam.”
“Terus terakhir ada event malam itu kapan ya Pak?”
Hm.. terakhir sekitar dua minggu yang lalu.”
“Di gedung mana Pak, event malam yang dua minggu lalu itu?”
Gedung... Balai Pamungkas.”
“Hm.. kalau hari-hari atau minggu berikutnya ada event malam ngga Pak?”
Kalau.. hari-hari besok tidak ada. Tapi ngga tahu kalo minggu-minggu depan, schedule kami sementara sampai besok senin.”
“Berarti sampai besok senin ngga ada acara event malam ya Pak.”
Iya, ngga ada. Bu Sandra ada kan di rumah?
“Oh, sedang ngga ada Pak. Ini saya juga sedang nunggu orangnya.”
Hm.. sendirian donk di rumah..”
“Iya Pak, hahaha… Ya udah Pak, sekedar konfimasi aja ke Pak Marwan.”
Oke, salam buat keluarga.”
“Ya pak, terima kasih, maaf mengganggu.”
Ah ngga papa, santai saja.”
“Oke Pak, selamat malam..”
Malam..
Seketika itu pula perasaan Rafi berubah menjadi waswas. Tetesan rasa penasaran mulai membasahi alam pikirannya. Bagaimana tidak, ia merasakan adanya kontradiksi yang kental antara apa yang ia ketahui selama ini dari Sandra dengan keterangan yang baru saja ia perloleh dari Pak Marwan. Beberapa hari belakangan Rafi mengetahui setidaknya Sandra pulang larut malam 3 kali, termasuk malam itu. Namun berdasarkan keterangan dari Pak Marwan tadi, beberapa hari terakhir dan beberapa hari ke depan tidak ada satu pun event malam yang di-handle Taruna Catering. Kemudian ia teringat bahwa Sandra biasa pulang kantor menumpang motor Widya, rekan kantornya sesama marketing. Maka kembali Rafi mengutak-atik ponsel guna mengirim pesan singkat ke nomor Widya.
Mbak Widya, Sandra sekarang lagi sama mbak?”
Begitulah isi pesan singkat yang dikirim Rafi ke nomor Widya. Tak perlu menunggu lama, pesan itu segera dibalas oleh yang dikirimi.
Ngga mas, aku lagi di rumah.”
Rasa waswas Rafi berubah menjadi kecurigaan. Benarkah Sandra membohonginya? Lantas bila benar demikian, apa motivasi Sandra melakukan demikian? Kembali ia harus keluarkan pulsa teleponnya untuk menghubungi Pandu.
“Halo Pandu..”
Hello Mister Worldwide..”
“Hei, saya bukan Pitbull..”
Hahaha.. What’s up mate?
“Gini bro, tadi aku telpon istriku, katanya sekarang ia lagi ada event di jalan solo..”
Okay?
“Nah, terus aku coba konfirm ke bos istriku. Tapi ternyata dibilang hari ini tidak ada event malam. Hari-hari sebelumnya juga tidak ada…”
At all?
“Yeah, sama sekali tak ada event malam kata bosnya.”
Gosh.. so what would you do?
I dunno.. Ini jelas ada something yang ngga beres, you know..”
You have to do something.”
Yeah. But I dunno what to do right now. Bingung aku..”
Okay, calm down bro. Besok kita bertemu di workshopmu bahas masalah ini.”
“Oke sip, that’s all I need..
Nah sekarang istirahatlah, hari sudah malam.”
“Okay, thank you mate..”
Anytime.”

****

Sesuai yang dijanjikan via telepon semalam, keesokan harinya Pandu datang menemui Rafi di workshopnya. Rafi pun menceritakan apa yang baru ia ketahui tentang istrinya semalam. Meskipun akhirnya Sandra menepati janjinya pulang jam 10 malam tadi, tetap saja tak menghapus noda kebohongan yang tengah ia sembunyikan dari suaminya.
“Dan begitu ia pulang, saya tanya apakah besok ada event malam lagi? Jawabnya ya. Jelaslah ia sedang bermain petak umpet dengan saya.” kata Rafi mengakhiri ceritanya tentang Sandra.
Hmm..” respon Pandu.
Seraya berpikir Pandu menyeruput teh melati yang disuguhkan Rafi kepadanya. Tegukan teh yang membasahi kerongkongan Pandu seolah-olah bagaikan minyak tanah yang mengguyur percikan api karena ia mendapatkan ide begitu selesai meminum  beberapa tegukan tersebut.
“Hmm, pukul berapa besok ia pulang kantor?” tanya Pandu.
“Jam 5 sore.”
Nice..”
What would you do?” Rafi balik bertanya.
Hmm, I don’t know. I confuse nak sebut ni espionage or paparazzi..”
“Maksudmu kau mau memata-matai?”
That’s more like it.” jawab Pandu.
“Dengan cara gimana?”
“Yang jelas dengan caraku.”


****
BERSAMBUNG...

Lanjutannya klik disini

Senin, 01 Juli 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.8)

Sambungan dari bagian 7

Sebelum dijodohkan orang tuanya dengan Rafi, Sandra menjalin hubungan asmara dengan temannya semasa SMA, bernama Angga. Pria itu bekerja sebagai staff HRD di sebuah asuransi swasta. Namun gaya hidupnya yang hedonis kurang disukai kedua orang tua Sandra sehingga hubungan mereka tidak direstui. Sebagai gantinya, Sandra dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Rafi, seorang pengusaha konveksi yang dirasa punya kepribadian yang lebih baik dari Angga. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Sandra sebetulnya sama sekali tak memiliki rasa cinta kepada Rafi untuk dijadikan pasangan hidup. Namun karena sikap otoriter kedua orang tua Sandra yang sudah terlanjur mencapai kesepakatan dengan kedua orang tau Rafi, keduanya akhirnya dinikahkan dan resmi menjadi pasangan suami-isteri yang sah.
Sandra pun akhirnya berbesar hati dan mencoba untuk menerima kenyataan. Ia berupaya untuk terus berpikir positif bahwa inilah jalan terbaik untuk hidupnya. Di hadapan Rafi, Sandra selalu tersenyum dan bersikap manis layaknya seorang isteri yang setia pada suami. Namun seperti yang telah dikatakan Pandu, hati kecilnya tidak bisa dibohongi. Ia senantiasa menginginkan hubungan perkawinannya segera berakhir di suatu saat, dan ia mendapatkan kembali kehidupannya sesuai yang ia inginkan.
Sampailah pada saat ia bertemu dan diperkenalkan dengan Pandu, teman Rafi. Rafi sendirilah yang memperkenalkan Pandu kepadanya. Dan Sandra pun turut berteman sama akrabnya dengan Rafi kepada Pandu. Namun tampaknya Pandu menyimpan rasa kepada Sandra. Setelah mengenal Sandra cukup lama, pengusaha tekstil dan butik asal Singapura itu bahkan bisa melihat bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam diri Sandra, terkait hubungan perkawinannya dengan Rafi.
Pandu lalu menyusun siasat demi misi mendapatkan Sandra dengan cara menyingkirkan Rafi. Gayung pun bersambut. Sandra kini memandang Pandu sebagai super hero yang tengah berupaya menyelamatkan hidupnya dari kekangan Rafi. Namun seperti yang yang terakhir dikatakan Pandu, mereka membutuhkan seseorang bisa dijadikan sebagai tumbal. Kabar baiknya, mereka tak perlu waktu lama untuk menemukan orang yang dimaksud.

                                                                             ****

Ponsel berbunyi tanda ada pesan masuk. Dalam layar tertera nama sang pengirim pesan, yakni “Sandra SMA”. Dibukanya pesan itu oleh seorang pria, yang tak lain adalah Angga.
Angga, are you free? Klo bisa malam jam 7  kita ketemu.” begitu bunyi pesan yang dikirim.
Angga pun menyanggupi ajakan itu, yang notabene dikirim oleh mantan pacarnya yang kini telah bersuami. Keduanya lalu sepakat untuk bertemu di sebuah rumah makan sesuai waktu yang disepakati. Angga yang penasaran apa gerangan alasan Sandra meminta pertemuan antara keduanya, menanyakan hal itu ketika kedua bertemu.
“Ada perlu apa San, minta ketemuan?
“Ada yang pengen aku ceritain Ga..”
Sandra mencurahkan isi hati yang ia pendam selama ini. Kepada Angga, Sandra bercerita bahwa hingga detik itu ia masih belum bisa merasa bahagia hidup bersama Rafi. Ia pun mengatakan bahwa Rafi tidak lebih baik dari Angga dan ingin kembali menjalin hubungan dengan Angga. Dan rupanya memang masih ada sisa rasa cinta yang dimiliki Angga terhadap wanita mantan pacarnya itu. Mereka akhirnya sepakat untuk menjalin hubungan rahasia, di luar sepengetahuan Rafi selaku suami Sandra tentunya.
Semenjak itu pertemuan antara Sandra dan Angga semakin intens. Hampir setiap hari keduanya membuat kesepakatan untuk mengadakan pertemuan eksklusif, layaknya dua insan yang menjalin hubungan asmara. Bahkan ada kalanya mereka sepakat bertemu di hotel dan menghabiskan malam berdua dalam satu kamar.
Seiring berjalannya waktu, kondisi tersebut telah berjalan selama 4 bulan. Namun sepertinya Rafi belum mencium kejanggalan yang ada pada isterinya. Meskipun sering pulang larut malam, Rafi tetap percaya saja dengan alasan yang diutarakan Sandra, yang berkerja di perusahaan catering. Sandra selalu beralibi ada event malam sehingga harus berada di gedung hingga semua urusan tuntas. Kenyataannya memang dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk berada di gedung untuk mengurus sebuah event. Kadang bila acara inti resepsi pernikahan selesai, masih dilanjutkan dengan jamuan untuk para tamu VIP.
Fakta tersebut tentu meningkatkan resiko gagalnya misi yang tengah dijalankan Pandu dan Sandra. Sadar akan hal itu, Pandu akhirnya mencoba untuk turun tangan memperbaiki “arus jalannya misi” agar kembali menuju track yang direncanakan. Pada suatu momen di malam hari, Pandu berkunjung ke rumah Rafi yang kala itu sedang sendirian tanpa isterinya yang menemani. Pandu pun mencoba membangun obrolan mengenai kabar Sandra.
By the way, camna khabar isterimu?” tanya Pandu.
“Baik-baik saja, seperti biasa.jawab Rafi mengangguk.
“Sudah isikah?” goda Pandu.
Hahaha, kami berharap momen itu di usia 30.” Rafi tertawa.
“Lama sangat, jangan terlalulah..”
“Kami memang sudah planning itu sejak awal.”
Tatapan Pandu tertuju pada pintu ruang tamu yang terbuka, sehingga tampaklah halaman luar yang gelap di malam itu. Inilah timing yang tepat untuk menyampaikan apa yang harus ia sampaikan kepada Rafi.
What time is it?” tanya Pandu.
“Jam.. 19.38” jawab Rafi melihat jam di poselnya.
“Sudah jam segini belum pulang juga isterimu. Kau tak kroscek kah?”
“Ada kalanya ia harus mengawasi event di malam hari, pulangnya bisa sampai larut malam.” jawab Rafi.
“Wow, dia sering?”
“Ya, akhir-akhir ini sering.”
Hmm, it just recommendation. Alangkah baiknya bila kau kroscek kondisi isterimu yang sebenar. Bila perlu konfirm juga ke bosnya, apa betul ada event malam hingga larut.” ujar Pandu.
It’s normal. Sering orang mengadakan hajatan di malam hari, dan perusahaan catering juga berperan sebagai event organizer sehingga harus berada di lapangan hingga acara berakhir, tak peduli sampai jam berapa selesainya.”
Yeah, that’s good. Tapi sebagai suami yang care, kau harus pastikan segalanya berjalan sesuai yang kau pikir tentang apa yang dilakukan isterimu. Kau paham what I mean?”
Well, saya sudah cukup paham tentang bagaimana perkerjaan isteriku. Tapi saranmu ya rasional juga.”
Just give impression kau suami yang care and responsible, isterimu pasti makin cinta.”
“You are right.”
Masukan dari Pandu memang telah mengetuk hati Rafi untuk lebih peduli dengan situasi dan kondisi isterinya kala sedang tak berada di rumah. Terlebih tak jarang pula Sandra sama sekali tidak pulang ke rumah. Ketika ditanya mengapa tidak tidur di rumah, alasannya tertidur di kantor setelah lelah mengurus event bersama rekan-rekannya. Maka begitu Pandu selesai berpamitan dan mengakhiri kunjungannya, segera Rafi mengambil ponsel dan mencoba hubungi Sandra.
“Halo Mah…”
Di tempat yang berbeda, tapi waktu yang bersamaan, Sandra duduk di atas karpet dalam sebuah ruang TV. Bukan seragam kantor yang melekat di tubuhnya, melainkan babydoll tipis hingga sebatas lutut.
“Hai Pah, ada apa?” Sandra menjawab panggilan telpon Rafi.
Nanti mau balik jam berapa?
Tiba-tiba datang sosok pria membawa nampan dengan dua gelas berisi minuman berwarna cokelat berbusa, plus sebuah botol minuman berwarna hijau. Sandra memberi isyarat untuk jangan bersuara dan duduklah pria itu disamping Sandra, menaruh salah satu minuman di hadapan Sandra, lalu satu minuman di hadapannya sendiri dan botol yang masih di nampan diletakkan ditengah-tengah mereka.

BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Sabtu, 29 Juni 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.7)

Sambungan dari bagian 6

Malam berlalu, berganti dengan pagi hari yang cerah. Mata Sandra terbuka perlahan. Tubuhnya masih terbaring di atas kasur. Kembali perlahan ia menolehkan kepala ke samping. Namun tidak terlihat olehnya sosok Pandu yang semalam tidur bersamanya. Ia mengacuhkan hal itu dan mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Diinjakkan kaki kanannya ke lantai dan turunlah Sandra dari kasur. Bersama sisa rasa kantuk yang masih menghinggapinya, Sandra berjalan ke arah jendela dan membukanya. Tampak olehnya pemandangan pagi di jalananan depan aprtemennnya yang berada lantai dua. Masih terbilang sepi pikirnya. Rasa ingin tahunya mulai bangkit perihal dimana Pandu gerangan kini berada.
“Pandu…” panggil Sandra menaikkan nada suaranya.
Namun tidak ada jawaban atas penggilannya. Kembali sekali lagi ia panggil nama yang sama seraya berjalan ke dapur. Namun kembali tak membuahkan jawaban.
“Paling keluar jalan-jalan…” pikirnya simpel.
Sandra pun membuka keran guna mengisi ceret dengan air yang keluar. Ia tutup ceret begitu penuh, lalu ditaruhnya diatas kompor yang menyala dengan api birunya. Rasa ingin buang air kecil menghinggapi Sandra. Ia beranjak meninggalkan dapur menuju kamar mandi. Begitu sampai tempat tujuan, pintu kamar mandi tertutup rapat. Ia ketok pintunya dengan prediksi Pandu ada di dalamnya.
“Pandu, kamu di dalam?”
Lagi-lagi tak ada respon. Dicobanya untuk memutar gagang pintu kamar mandi. Begitu terbuka, tiba-tiba Sandra berteriak spontan,
“AAAAAAAAAAAARGGHHHHHHHH…….!!!”
Tak lama setelah itu, alunan sirene mobil polisi dan ambulans saling bersahutan di depan apatemen tempat tinggal Pandu dan Sandra. Pandu ditemukan Sandra menggantung di tali tambang dalam kondisi tak bernyawa, dalam kamar mandi apartemennya. Berdasarkan hasil olah TKP, Polisi menduga kuat kematian Pandu murni bunuh diri. Dan faktanya memang benar demikian…

                                                                               ****

5 bulan sebelumnya…
Graha Taruna Catering, kantor tempat Sandra bekerja sehari-hari sebagai marketing. Waktu menunjuk pukul 12 siang, dimana orang-orang biasa menyebutnya jam istirahat. Sandra dan seorang wanita rekan kantornya bersiap hendak keluar untuk makan siang. Tiba-tiba salah satu rekan lainnya, yang bernama Widya,  datang menghampiri Sandra.
“San, ada tamu nyariin kamu.”
“Siapa?” tanya Sandra.
“Ngga tahu, laki-laki kayak orang India gitu.” jelas Widya.
“Oke deh, kalian makan duluan aja.” kata Sandra bergegas menuju ruang tamu.
Sandra sudah tahu siapa yang mencarinya, setelah mendengar penjelasan Widya tentang ciri-ciri India tadi. Seorang warga negara Singapura yang tidak lain adalah teman dekat suaminya.
“Eh Pandu, ada apa ya?” sambut Sandra menyebut nama tamunya.
Sorry for bothering you. Sedang busy-kah?” tanya Pandu.
“Mau istirahat sih, but it’s okay kalau ada hal yang mau dibicarakan. Silahkan duduk.”
“Oh, nak makan siang ya. Kalau begitu, kita makan sama-sama je sekarang.”
Sandra pun memenuhi ajakan tamunya yang berbahasa gado-gado, melayu-inggris. Mereka berjalan bersama menuju rumah makan yang tak jauh dari kantor Sandra. Sesampainya di tujuan, masing-masing memesan makanan menu makan siangnya. Sambil menyantap makan, keduanya memulai pembicaraan.
“Sandra, aku dengar kalian married kerana dijodohkan both of your parents. Benarkah?” tanya Pandu.
“Rafi yang cerita ya?” tanggap Sandra.
Yeah. Dia cakap pasal tu.”
“Iya, kami memang dijodohkan oleh masing-masing orang tua kami.” jelas Sanda.
Do you enjoy it?
Sandra sejenak berpikir dan menjawab,
Yeah, why not?”
Pandu tersenyum dan mencoba meyakinkan,
Are you sure?”
Yeah, yes I am..” jawab Sandra.
I am not..” kata Pandu menggelengkan kepala, masih dengan senyuman.
“Not what?” tanya Sandra.
I’m not sure kau enjoy with Rafi. Your eyes can’t lie..”
Kembali sejenak Sandra terdiam, lalu mencoba tersenyum meredam situasi.
What do you mean?” tanya Sandra.
I mean.. I can see you tak enjoy hidup bersama Rafi. Don’t you?”
Sandra menghela nafas dan menyeruput minuman dinginnya dengan sedotan.
“Aku tak paham maksud pembicaraanmu.” ujar Sandra dengan mimik lebih serius.
“Well..”
Pandu lalu mengeluarkan sebuah kotak dari kantongnya. Diletakkannya benda itu di meja, tepat di hadapan Sandra.
“Mungkin benda ini nak buat kau paham.” kata Pandu.
“Apa ini?”
“Bukalah.”
Dibukanya bungkusan kotak itu oleh Sandra. Dan begitu terbuka tampaklah isinya berupa jam tangan mewah berwarna putih silver dengan serpihan berlian yang menempel di sepanjang sisi lingkaran kepala jamnya.
“Kamu ngasih aku ini??” tanya Sandra dengan penuh takjub.
Yup, that’s yours..”
Oh my God… It’s so expensive.. Bagaimana aku bisa menebus ini?” tanya Sandra dengan ekspresi yang tak berubah.
Kini giliran Pandu yang terdiam sejenak. Diletakkan tangan kanannya di meja, tepat di hadapan Sandra.
Get my hand..” pinta Pandu.
Rupanya Sandra salah menangkap maksud Pandu, diserahkannya jam tangan itu ke tangan Pandu.
Oh no, I mean your hand. Hold my hand.”
Dengan sedikit berat hati, tangan kanan Sandra meraih tangan Pandu dan kedua tangan itu pun saling bergenggaman.
I love you Sandra..” kata Pandu dengan nada lembut.
I wanna be yours..” lanjutnya.
Sandra menunduk, lalu menjawab,
No, I cannot.”
Sandra langsung melepaskan tangannya, lalu ia masukkan kembali jam tangan mewah ke dalam bungkusnya, kemudian ia serahkan kembali ke Pandu.
Yes, we can.” tegas Pandu menerima bungkusan tadi seraya menahan tangan Sandra dengan genggamannya.
“Kita boleh jalani hubungan serius kita. I will give you everything.”
You know.. aku sudah bersuami. Tolong hormati saya.” elak Sandra.
“Sandra, life is a choice. And you gotta choose your best. Kau tak boleh terus menerus hidup macam ni. You have a right to be happy..”kata Pandu terus membujuk.
I really can’t do it, Pandu. I cannot do it..” kata Sandra dengan mata yang mulai memerah.
Okay, listen to me Sandra.. Kau ini macam burung yang terkurung dalam sangkar. Tiap hari selalu diberi makan oleh majikannya, diberi minum, dimandikan, serta diberi berbagai macam treatment yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Segalanya tampak baik-baik saja selama si majikan konsisten dengan kewajibannya.” ujar Pandu.
But everything is not what it seems. Sebaik-baiknya perlakuan majikan dalam memelihara, dalam hati kecil burung itu tetap saja ingin hidup bebas di habitatnya, tanpa kekangan majikan dalam sangkar. Karena pada hakekatnya burung diciptakan untuk terbang bebas di angkasa, mengepakkan kedua sayap kebanggaannya, untuk mencari dan menikmati segala yang ada di kehidupannya.”
Sandra menunduk mendengarkan kata-kata yang diucapkan lawan bicaranya dengan seksama, sedangkan Pandu terus melanjutkan,
“Begitu pun denganmu Sandra. Meskipun kau menunjukkan sikap seolah-olah enjoy bersama Rafi, tapi di satu sisi kau telah membohongi dirimu sendiri yang sebenarnya ingin hidup lebih baik tanpa bersamanya.”
Mata Sandra mulai berkaca-kaca. Dalam benaknya mengakui, bahwa apa yang dikatakan Pandu memang benar adanya.
“So ikutlah denganku Sandra. Kau akan temukan kembali sayapmu, lalu kita bergandengan tangan dan terbang bersama mencari kebahagiaan yang kita impikan bersama-sama.” lanjut Pandu.
Sandra mengusap air matanya dengan jari, lalu berkatalah ia dalam lirih,
“Aku ngga bisa tinggalin suamiku.”
“Pasti bisa Sandra. Aku bisa mengaturnya. Yang kita butuhkan hanyalah seorang tumbal.” kata Pandu.
“Tumbal bagaimana maksudmu?” tanya Sandra tak paham.
Pandu menghela nafas, lalu balik bertanya,
“Adakah lelaki lain yang kau pernah jalin special relationship di masa lampau?”
Sandra berpikir sejenak, lalu menjawab sambil mengangguk,
“Ada.” 

****
BERSAMBUNG...
Lanjutannya klik disini

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...