Sambungan dari bagian
6
Malam berlalu, berganti dengan pagi hari yang cerah. Mata Sandra terbuka
perlahan. Tubuhnya masih terbaring di atas kasur. Kembali perlahan ia
menolehkan kepala ke samping. Namun tidak terlihat olehnya sosok Pandu yang
semalam tidur bersamanya. Ia mengacuhkan hal itu dan
mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Diinjakkan kaki kanannya ke lantai dan
turunlah Sandra dari kasur. Bersama sisa rasa kantuk yang masih
menghinggapinya, Sandra berjalan ke arah jendela dan membukanya. Tampak olehnya
pemandangan pagi di jalananan depan aprtemennnya yang berada lantai dua. Masih
terbilang sepi pikirnya. Rasa ingin tahunya mulai bangkit perihal dimana Pandu
gerangan kini berada.
“Pandu…”
panggil Sandra menaikkan nada suaranya.
Namun tidak ada jawaban atas
penggilannya. Kembali sekali lagi ia panggil nama yang sama seraya berjalan ke
dapur. Namun kembali tak membuahkan jawaban.
“Paling keluar jalan-jalan…” pikirnya
simpel.
Sandra pun membuka keran guna mengisi ceret dengan air yang keluar. Ia
tutup ceret begitu penuh, lalu ditaruhnya diatas kompor yang menyala dengan api
birunya. Rasa ingin buang air kecil menghinggapi Sandra. Ia beranjak
meninggalkan dapur menuju kamar mandi. Begitu sampai tempat tujuan, pintu kamar
mandi tertutup rapat. Ia ketok pintunya dengan prediksi Pandu ada di dalamnya.
“Pandu, kamu
di dalam?”
Lagi-lagi tak ada respon.
Dicobanya untuk memutar gagang pintu kamar mandi. Begitu terbuka, tiba-tiba Sandra
berteriak spontan,
“AAAAAAAAAAAARGGHHHHHHHH…….!!!”
Tak
lama setelah itu, alunan sirene mobil
polisi dan ambulans saling bersahutan di depan apatemen tempat tinggal Pandu
dan Sandra. Pandu ditemukan Sandra menggantung di tali tambang dalam kondisi
tak bernyawa, dalam kamar mandi apartemennya. Berdasarkan hasil olah TKP, Polisi
menduga kuat kematian Pandu murni bunuh diri. Dan faktanya memang benar
demikian…
****
5 bulan sebelumnya…
Graha Taruna Catering, kantor
tempat Sandra bekerja sehari-hari sebagai marketing. Waktu menunjuk pukul 12
siang, dimana orang-orang biasa menyebutnya jam istirahat. Sandra dan seorang wanita
rekan kantornya bersiap hendak keluar untuk makan siang. Tiba-tiba salah satu
rekan lainnya, yang bernama Widya,
datang menghampiri Sandra.
“San, ada
tamu nyariin kamu.”
“Siapa?”
tanya Sandra.
“Ngga tahu,
laki-laki kayak orang India gitu.”
jelas Widya.
“Oke deh,
kalian makan duluan aja.” kata Sandra bergegas menuju ruang tamu.
Sandra sudah tahu siapa yang
mencarinya, setelah mendengar penjelasan Widya tentang ciri-ciri India tadi.
Seorang warga negara Singapura yang tidak lain adalah teman dekat suaminya.
“Eh Pandu,
ada apa ya?” sambut Sandra menyebut nama tamunya.
“Sorry for bothering you. Sedang busy-kah?” tanya Pandu.
“Mau
istirahat sih, but it’s okay kalau
ada hal yang mau dibicarakan. Silahkan duduk.”
“Oh, nak
makan siang ya. Kalau begitu, kita makan sama-sama je sekarang.”
Sandra pun memenuhi ajakan
tamunya yang berbahasa gado-gado,
melayu-inggris. Mereka berjalan bersama menuju rumah makan yang tak jauh dari
kantor Sandra. Sesampainya di tujuan, masing-masing memesan makanan menu makan
siangnya. Sambil menyantap makan, keduanya memulai pembicaraan.
“Sandra, aku
dengar kalian married kerana
dijodohkan both of your parents.
Benarkah?” tanya Pandu.
“Rafi yang
cerita ya?” tanggap Sandra.
“Yeah. Dia cakap pasal tu.”
“Iya, kami
memang dijodohkan oleh masing-masing orang tua kami.” jelas Sanda.
“Do you enjoy it?”
Sandra
sejenak berpikir dan menjawab,
“Yeah, why not?”
Pandu
tersenyum dan mencoba meyakinkan,
“Are you sure?”
“Yeah, yes I am..” jawab
Sandra.
“I am not..” kata Pandu
menggelengkan kepala, masih dengan senyuman.
“Not what?” tanya Sandra.
“I’m not sure kau enjoy with Rafi. Your eyes can’t lie..”
Kembali sejenak Sandra terdiam, lalu mencoba tersenyum meredam
situasi.
“What do you mean?” tanya
Sandra.
“I mean.. I can see you tak enjoy hidup bersama
Rafi. Don’t you?”
Sandra menghela nafas dan menyeruput minuman dinginnya dengan sedotan.
“Aku tak paham maksud pembicaraanmu.” ujar Sandra dengan mimik lebih
serius.
“Well..”
Pandu lalu
mengeluarkan sebuah kotak dari kantongnya. Diletakkannya benda itu di meja,
tepat di hadapan Sandra.
“Mungkin benda ini nak buat kau paham.” kata Pandu.
“Apa ini?”
“Bukalah.”
Dibukanya bungkusan
kotak itu oleh Sandra. Dan begitu terbuka tampaklah isinya berupa jam tangan
mewah berwarna putih silver dengan serpihan berlian yang menempel di sepanjang
sisi lingkaran kepala jamnya.
“Kamu ngasih aku ini??”
tanya Sandra dengan penuh takjub.
“Yup, that’s yours..”
“Oh my God… It’s so expensive..
Bagaimana aku bisa menebus ini?” tanya Sandra dengan ekspresi yang tak berubah.
Kini giliran Pandu
yang terdiam sejenak. Diletakkan tangan kanannya di meja, tepat di hadapan
Sandra.
“Get my hand..” pinta Pandu.
Rupanya Sandra salah
menangkap maksud Pandu, diserahkannya jam tangan itu ke tangan Pandu.
“Oh no, I mean your hand. Hold
my hand.”
Dengan sedikit berat
hati, tangan kanan Sandra meraih tangan Pandu dan kedua tangan itu pun saling
bergenggaman.
“I love you Sandra..” kata
Pandu dengan nada lembut.
“I wanna be yours..”
lanjutnya.
Sandra menunduk,
lalu menjawab,
“No, I cannot.”
Sandra langsung
melepaskan tangannya, lalu ia masukkan kembali jam tangan mewah ke dalam
bungkusnya, kemudian ia serahkan kembali ke Pandu.
“Yes, we can.” tegas Pandu
menerima bungkusan tadi seraya menahan tangan Sandra dengan genggamannya.
“Kita boleh jalani hubungan serius kita. I will give you everything.”
“You know.. aku sudah
bersuami. Tolong hormati saya.” elak Sandra.
“Sandra, life is a choice. And you
gotta choose your best. Kau tak boleh terus menerus hidup macam ni. You have a right to be happy..”kata Pandu
terus membujuk.
“I really can’t do it, Pandu. I
cannot do it..” kata Sandra dengan mata yang mulai memerah.
“Okay, listen to me Sandra..
Kau ini macam burung yang terkurung dalam sangkar. Tiap hari selalu diberi
makan oleh majikannya, diberi minum, dimandikan, serta diberi berbagai macam treatment yang dibutuhkan untuk
menunjang kelangsungan hidupnya. Segalanya tampak baik-baik saja selama si
majikan konsisten dengan kewajibannya.” ujar Pandu.
“But everything is not what it
seems. Sebaik-baiknya perlakuan majikan dalam memelihara, dalam hati kecil
burung itu tetap saja ingin hidup bebas di habitatnya, tanpa kekangan majikan
dalam sangkar. Karena pada hakekatnya burung diciptakan untuk terbang bebas di
angkasa, mengepakkan kedua sayap kebanggaannya, untuk mencari dan menikmati
segala yang ada di kehidupannya.”
Sandra menunduk
mendengarkan kata-kata yang diucapkan lawan bicaranya dengan seksama, sedangkan
Pandu terus melanjutkan,
“Begitu pun denganmu Sandra. Meskipun kau menunjukkan sikap
seolah-olah enjoy bersama Rafi, tapi di satu sisi kau telah membohongi dirimu
sendiri yang sebenarnya ingin hidup lebih baik tanpa bersamanya.”
Mata Sandra mulai
berkaca-kaca. Dalam benaknya mengakui, bahwa apa yang dikatakan Pandu memang
benar adanya.
“So ikutlah denganku Sandra. Kau akan temukan kembali sayapmu, lalu
kita bergandengan tangan dan terbang bersama mencari kebahagiaan yang kita
impikan bersama-sama.” lanjut Pandu.
Sandra mengusap air
matanya dengan jari, lalu berkatalah ia dalam lirih,
“Aku ngga bisa tinggalin
suamiku.”
“Pasti bisa Sandra. Aku bisa mengaturnya. Yang kita butuhkan hanyalah
seorang tumbal.” kata Pandu.
“Tumbal bagaimana maksudmu?” tanya Sandra tak paham.
Pandu menghela nafas, lalu balik bertanya,
“Adakah lelaki lain yang kau pernah jalin special relationship di masa lampau?”
Sandra berpikir sejenak, lalu menjawab sambil mengangguk,
“Ada.”
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar