Sambungan dari bagian
5
“Okay Angga,
saya harus buru-buru bersiap, nanti malam
sudah take off ke Singapura.”
kata Pandu tiba-tiba hendak berpamit.
“Oh,
buru-buru sekali. Okelah, terima kasih sudah menengok.”
“Hoho, any time..”
Pandu pun kembali menyalami
tangan Angga untuk berpamit meninggalkan rumah sakit.
“Get well soon..”kata Pandu menepuk
pundak Angga.
“Oke, thanks.”
Pandu pun
bergegas keluar kamar dan meninggalkan rumah sakit.
****
Malam harinya.
Seorang suster menemui dokter di
ruangnya dengan wajah yang sangat cemas.
“Dok, pasien
yang bernama Angga Hendrawan…”
“Kenapa Pak
Angga Hendrawan??”
Di waktu yang bersamaan, di
Bandara Adi Sucipto, sebuah pesawat maskapai swasta ternama bersiap meluncur di
landasan pacu. Tampak roda-roda kecil nan hitam berputar menjalankan pesawat
yang hendak memulai perjalanan ke udara. Tak lama kemudian roda-roda itu
tertelan menghilang dan pesawat pun lepas landas meninggalkan runway. Terbanglah pesawat itu ke
angkasa, membelah langit malam Kota Yogyakarta.
****
Tujuh hari kemudian, di sebuah resort pantai di Maladewa.
Gulungan ombak beriringan
menyisir pantai. Airnya yang jernih berkilauan bagai kristal. Angin bertiup
sepoy-sepoy. Diatasnya terhampar langit maha luas, membiru tanpa awan. Dua
gelas berisi Lemon Tea saling bertempel, lalu diminumlah isinya oleh
masing-masing orang yang membawa. Dua sejoli itu tengah hanyut dalam indahnya
suasana laut, duduk bersebelah di teras sebuah floating cottage yang
konstruksinya berbahan kayu eboni. Diantara keduanya hanya dipisah meja kecil
sebagai tempat ditaruhnya minuman dan ponsel mereka, serta cerutu dan korek
milik sang pria.
Masing-masing mereka mengenakan
kaca mata hitam. Yang perempuan mengenakan pakaian renang one-piece yang begitu jelas
menampakkan lekuk tubuh indahnya. Kulitnya putih mulus, bibir merah
berlapis lipstick, hidung mancung dan rambut hitam panjang sebahu dikucir
dengan rapinya. Satunya lagi seorang pria yang hanya mengenakan boxer. Tubuhnya gempal, kulitnya gelap.
Hidungnya mancung dengan rambut ikal berwarna hitam.
“Indah
bukan?” tanya pria.
“Gorgeous..” jawab pasangannya.
“Pernah
terlintas bakal datang ke tempat ini?”
“Tidak,
sebelum aku mengenalmu.”
“Ke mana saja
Rafi mengajakmu saat honeymoon dulu?”
kembali pria itu bertanya.
“Kami tidak
berbulan madu setelah menikah.”
Ya, kedua pasangan sejoli itu
adalah Pandu Mohana dan Sandra Permata Sari. Jalinan kasih antara keduanya
telah dirajut sejak 5 bulan yang lalu, tapi baru kali ini mereka bisa berjalan
bersama.
"Do you like your Watch?" tanya Pandu melirik ke jam tangan mewah yang melingkar di tangan Sandra.
"Yeah. Ini pertama kalinya aku pakai setelah 5 bulan."
"Hahaha... finally ya..." tawa Pandu.
Pandangan Pandu tertuju pada indahnya pemandangan laut yang terhampar di depan matanya. Kemudian ia teringat sesuatu dan berkata,
"Do you like your Watch?" tanya Pandu melirik ke jam tangan mewah yang melingkar di tangan Sandra.
"Yeah. Ini pertama kalinya aku pakai setelah 5 bulan."
"Hahaha... finally ya..." tawa Pandu.
Pandangan Pandu tertuju pada indahnya pemandangan laut yang terhampar di depan matanya. Kemudian ia teringat sesuatu dan berkata,
“Saya sudah
mengurus semua dokumen-dokumen administrasi di Singapura. Kita hanya tinggal
menghitung mundur 10 hari menuju pernikahan yang kita idamkan.”
“Okay...” jawab singkat Sandra.
Diambilnya sebatang cerutu oleh
Pandu, lalu dipotonglah salah satu ujungnya menggunakan gunting sebelum
dimasukkan ujung itu ke mulutnya. Korek gas membakar ujung luarnya dan
ditiuplah asapnya ke atas dari dalam mulut Pandu.
“Please say something nice untuk wedding kita.” pinta Pandu.
Sejenak
Sandra berpikir, lalu berkatalah ia sambil tersenyum,
“I will be your Kate.”
Pandu
tertawa.
“… and I hope you can be my William. Will
you?” lanjut Sandra.
“I do..” jawab Pandu.
Mereka lalu saling medekatkan
wajahnya satu sama lain dan kecupan bibir penuh hasrat pun tak terelakkan.
Namun di tengah suasana itu, tiba-tiba ponsel Pandu berbunyi tanda ada
panggilan telpon. Diangkatlah oleh Pandu untuk menjawabnya.
“Ya, hello..”
Beberapa detik Pandu diam
menggenggam ponsel di telinganya, kemudian ekspresi wajah berubah sedikit
pucat.
“Okay, wait..” kata Pandu memotong
percakapan telpon sejenak, lalu berkata pada Sandra,
“Stay here.”
Sandra hanya mengangguk lalu pandu masuk ke cottage melanjutkan pembicaraan seriusnya di telpon dengan Bahasa Tamil. Tiba-tiba perasaan tak enak mulai menerpa Sandra. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dialami Pandu kala menerima telpon. Namun ia berusaha membuang jauh perasaan itu. Diminumnya lemon Tea miliknya yang masih tersisa dalam gelas.
Sandra hanya mengangguk lalu pandu masuk ke cottage melanjutkan pembicaraan seriusnya di telpon dengan Bahasa Tamil. Tiba-tiba perasaan tak enak mulai menerpa Sandra. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dialami Pandu kala menerima telpon. Namun ia berusaha membuang jauh perasaan itu. Diminumnya lemon Tea miliknya yang masih tersisa dalam gelas.
Cukup
lama Pandu sibuk menjawab telpon. Suaranya terdengar seperti orang yang sangat
cemas. Wajahnya pun tampak semakin pucat pasi. Setelah kurang lebih 10 menit ia
berbicara sambil mondar-mandir keliling cottage
dengan penuh kegelisahan, akhirnya berakhir juga pembicaraan itu. Pandu
keluar ke teras untuk kembali menemui Sandra.
“Are you alright?” tanya Sandra menoleh
ke Pandu.
“I was..” jawab Pandu tertunduk lesu.
“Something wrong?” tanya Sandra lagi.
Sejenak Pandu
terdiam, lalu menjawab,
“We gotta go.”
Sandra
mengernyitkan dahi dan perasaannya pun kian cemas. Bertanyalah ia sekali lagi,
“Wa, What just happened?”
Kembali Pandu
terdiam sejenak membisu. Ia tarik nafas dalam-dalam, lalu mencoba jelaskan apa
yang terjadi pada Sandra.
****
Tak lama setelah itu Sandra dan Pandu bergegas segera balik ke Singapura.
Malapetaka tengah menimpa Pandu di negeri asalnya itu. Usaha tekstil dan butiknya
di Singapura yang terintegrasi dalam satu gedung, mengalami kebakaran parah
akibat arus pendek listrik. Kain-kain, produk-produk butik, berikut aset-aset
usaha lainnya, semua ludes dilalap jago merah bersama bangunan yang
menaunginya. Beberapa karyawannya mengalami luka bakar, bahkan dilaporkan ada 3
karyawan yang ditemukan tewas di lokasi.
Pandu pun mengalami kerugian super besar akibat musibah tersebut. mulai
dari kerugian materi produk-produk dan bahan-bahan sandang yang hilang, gedung
tempat bernaungnya butik dan usaha tekstilnya, termasuk pula biaya asuransi
kematian ketiga karyawannya tentu jauh dari kata sedikit. Belum masih ditambah
lagi dengan hutang-hutang usaha Pandu ke berbagai pihak, baik kepada Bank
maupun rekan bisnisnya. Semua Pandu tanggung seorang diri mengingat dialah owner dan pemilik modal tunggal usaha
tersebut.
Uang dan harta yang dimiliki Pandu tidak cukup untuk menutup semua
kerugian yang dibebankan. Pengadilan setempat pun akhirnya memvonis pailit.
Harta benda Pandu disita, kecuali apartemen tempat tinggalnya. Alhasil, Pandu
resmi bangkrut pasca serangkaian kejadian itu.
****
Kondisi Pandu kini sangat tak menentu. Ia selalu tampak murung tanpa harapan.
Sendirian ia duduk di teras, menghisap batang terakhir cerutunya. Disampingnya
Sandra yang berusaha tetap tegar mencoba terus membangkitkan semangat Pandu
untuk segera bangkit dari keterpurukan.
“Dalam
kehidupan, memang sulit untuk menghindari yang namanya cobaan. Sama halnya kapal
yang berlayar mengarungi samudera, pasti ada saja gelombang besar atau hujan
badai yang mengombang-ambingkan. Tapi satu-satunya hal yang pasti muncul pasca
semua itu adalah, keadaan bakal kembali normal dan kapal akan kembali
berlayar seperti sedia kala. So, mau tidak mau kapal itu harus berusaha
bertahan, jangan sampai tenggelam sebelum gelombang dan badainya reda.” ujar
Sandra membelai rambut Pandu.
“Begitu juga
denganmu, don’t give up and just do your
best.” lanjut Sandra.
“Sangat
berat, bahkan sangat menakutkan. Aku harap ini semua hanya mimpi dan aku boleh
bangun segera dari tidur panjangku.” kata Pandu berbahasa Melayu.
“Pandu, you are a strongman. Kau punya cukup
kemampuan untuk mengatasi cobaan ini. Kau memang dilahirkan untuk mengatasi semua
ini, karena Tuhan tahu kau bisa melakukannya.”
Support dan nasehat dari Sandra sama sekali tak berarti bagi Pandu.
Hati dan perasaannya sudah begitu hancur. Usahanya yang dirintis sejak usia
remaja, seolah-olah menguap begitu saja bersama asap api yang membakar toko dan
butik besarnya. Ia kini jatuh miskin dan tiada lagi hal yang bisa
dibanggakannya.
Setali tiga uang dengan Pandu,
kondisi Sandra pun sama buruknya. Dalam hatinya timbul sebuah penyesalan yang
amat mendalam. Semula ia berharap akan menemui jodoh yang sesungguhnya dan menikmati
taraf kehidupan yang lebih tinggi, namun realita yang ia temui kini jauh
panggang dari api. Ia merasa seperti kalah dalam sebuah perjudian yang
mempertaruhkan hidupnya.
Semula mereka berencana menikah
dan tinggal di Singapura. Keduanya bahkan juga telah merancanakan sebuah romantic honeymoon di Alaska, tepatnya
di Gates of the Arctic National Park and Preserve, sebuah kawasan konservasi
alam yang sangat indah dan terbesar di Amerika Serikat. Namun apa daya, segalanya
buyar setelah bangkrutnya seorang Pandu Mohana.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar