Sambungan dari bagian
3
Waktu sudah
menunjuk pukul 12 malam. Film yang diputar di laptop Angga sudah selesai sejak
tadi. Suasana rumah Rafi semakin sepi. Hanya suara-suara cicak di eternit yang
sedikit menghidupkan suasana tengah malam. Semua pintu tertutup. Pintu depan
dan belakang bahkan sudah dikunci. Namun rumah tersebut bukan tanpa penghuni.
Setidaknya masih terdengar ‘suara manusia’ dalam kamar tidur Rafi dan Sandra.
Sebagaimana telah diketahui,
Sandra memang tidak sendiri sedari tadi. Bahkan hingga larut malam pun Angga
masih setia menemaninya, tak terkecuali ketika Sandra masuk kamar untuk menutup
hari. Keduanya tengah berbaring dalam satu ranjang, tapi masih terjaga.
“Kalau nanti
suamimu telpon gimana?” tanya Angga.
“Ya jawab
aja, yang penting bersikap sewajarnya.”
“Kapan
terakhir dia telpon?”
“Tadi sore,
abis aku mandi.”
“Tanya apa?”
“Mau tau
aja.”
Angga tertawa jahil mendengar
respon Sandra. Kemudian sejenak pandangannya mengelilingi seisi kamar.
Tiba-tiba ia mendapati sebuah benda yang membuatnya mengernyitkan dahi.
Dilihatnya sebatang tongkat bisbol (Baseball
Bat) berbahan kayu yang dicat cokelat.
“Lho, itu
tongkat bisbol siapa?” tanya Angga.
“Oh, ya punya
dia...” jawab Sandra.
“Rafi?”
“Iya.”
Mereka sudah seperti layaknya pasangan yang sah. Berbaring berdua dalam
satu ranjang. Sandra hanya mengenakan pakaian tidur minim berbahan satin
berwarna silver. Mata Angga seperti mendapat tarikan daya magnet yang kuat dari
sosok yang disebelahnya. Tak henti-hentinya mata Angga menatap bagian-bagian
milik Sandra yang seharusnya diperuntukkan khusus suaminya.
“San, kamu
tahu bedanya laba-laba kawin sama orang selingkuh?” tanya Angga seraya membelai
rambut Sandra.
“Kok gitu sih
pertanyaanmu?” Sandra sedikit kesal.
“Tenang San..
kan ngga ada siapa-siapa selain kita disini.”
“Emang apa
jawabannya?”
“Kalau
laba-laba abis kawin pejantannya dimangsa yang betina, kalau orang abis selingkuh
cowoknya dimangsa suaminya si cewek. Hihihihi…”
Sandra sama sekali tidak
terhibur mendengarnya. Ekspresi wajahnya malah tampak termenung. Kemudian ia
mencoba rileks dan membalas candaan Angga.
“Giliran kamu
tebak, apa yang dilakukan perempuan selingkuh sebelum ketahuan suaminya?”
“Wow, berat
juga pertanyaanmu.”
Sejenak Angga
berpikir mencari jawaban, namun akhirnya menyerah begitu saja.
“Hmm, apa
jawabannya?” tanya Angga.
Seketika itu
pula mimik wajah Sandra berubah begitu dingin. Dengan tajam ia menatap teman tidurnya,
lalu bertanya sekali lagi dengan nada lebih serius.
“Pingin tahu
jawabannya?”
“Apa?”
Angga mulai menyadari perubahan sikap yang ditunjukkan Sandra, namun
mencoba tetap tenang. Akan tetapi suasana benar-benar berubah 180 derajat
ketika Sandra mendekatkan mulutnya ke telinga Angga, lalu membisikkan jawaban
pertanyaan tebakan darinya, secara putus-putus.
“Menjadi… laba-laba… betina…”
“Maksudmu?”
tanya Angga sekali lagi dengan raut waswas.
Sandra beranjak dari posisi
tidurnya. Perlahan ia merangkak mendekati Angga, hingga sampailah pada posisi
Sandra merangkak diam diatas tubuh Angga yang masih berbaring. Masih dengan
mimik yang begitu serius, kedua matanya tajam menatap wajah Angga yang hanya
diam tertegun beralas bantal.
“Tadi kamu
bilang apa soal laba-laba betina?” tanya Sandra begitu pelannya.
“Memangsa
pejantan setelah kawin?” respon Angga sedikit terbata-bata.
“Tuh benar..”
Perlahan
kedua tangan Sandra mulai mencengkeram leher Angga seraya mendekatkan wajahnya
ke wajah Angga .
“San, kamu serius?!”
Mulai panik, Angga langsung
melepaskan cengkeraman Sandra dengan kedua tangannya. Sandra kemudian melepas
tangan kanannya yang dipegang erat oleh Angga, lalu memasang jari telunjuknya
di bibir.
“Sssttt… diam dodol..” perintah Sandra.
Angga pun menurut saja apa yang
diminta Sandra. Dengan rasa takut bercampur bingung, kembali Angga terdiam
dengan wajah pucat. Sandra melepas jari telunjuk di bibirnya, lalu mendekatkan
jari tersebut ke wajah Angga.
“Satu
pertanyaan lagi.” kata Sandra dengan tersenyum, tapi matanya masih tajam
menatap lawannya.
Posisi mereka sedikit berubah. Sandra menduduki pinggang bawah perut
Angga dengan tubuh membungkuk, kedua tangannya bersandar di masing-masing lutut
kakinya.
“Apa
kesimpulan dari rangkaian kejadian tadi. Dimulai dari tebakan yang kutanya
padamu, sampai kamu yang nyaris aku cekik?” tanya Sandra.
Angga mulai tenang dan tersadar.
Dengan berbesar hati, Angga menjawabnya dengan nada datar.
“Oke, aku
minta maaf kalau kata-kataku menyinggung kamu. Aku sama sekali nggak bermaksud
untuk itu.”
“Hmm, bagus
jawabannya. Tapi bukan itu jawaban yang benar.” imbuh Sandra.
“Terus,
jawaban apa yang kamu inginkan?” Angga balas bertanya.
“Tadi apa
jawaban tebakanku tadi?” tanya Sandra meyakinkan.
“Menjadi
laba-laba betina.” jawab Angga.
“Terus apa
yang aku lakukan tadi?”
“Kamu mau
bunuh aku?”
“Nah, coba
cari apa kesimpulannya?” pertanyaan terakhir Sandra.
“Hmm, aku
melakukan kesalahan?” Angga masih menebak.
“Salah…”
“Terus apa?”
“Kamu
ketipu...”
Bukannya menjadi laba-laba
betina yang memangsa pasangannya, Sandra malah menyerang pasangannya dengan
cumbuan bertubi-tubi…
****
Pukul 1 malam.
Mobil sedan Pandu berhenti di
dekat rumah Rafi. Duduk di dalam mobil itu, Pandu selaku sopir dan
penumpangnya, yaitu Rafi. Begitu mobil berhenti, keduanya saling berjabat
tangan.
“Good luck friend.” kata Pandu.
“Thanks.”
Rafi berjalan memutari rumahnya
menuju pintu belakang. Dikeluarkannya kunci dari kantong lalu dimasukkan ke
lubang gagang pintu. Rafi pun membuka pintu belakang rumah dengan perlahan, lalu
berjalan masuk dengan cara yang sama. Seisi ruangan gelap gulita. Lampu-lampu
sudah dimatikan sejak lama. Meski berusaha berjalan dengan tenang dan penuh
kehati-hatian, Rafi tetap tak mampu membendung rasa tegang yang menghinggapi
dirinya.
Seorang diri ia berjalan
menelusuri ruang-ruang dalam rumah, akhirnya sampailah Rafi di depan pintu
kamar tempat biasa ia tidur bersama Sandra. Diam sejenak, Rafi mencoba
mendengar seksama bila ada suara-suara di dalam kamar, guna memastikan keadaan.
Di lain pihak, di dalam kamar
ternyata Sandra dan Angga masih terjaga. Keduanya tampak baru saja melakukan
sebuah kegiatan yang cukup menguras tenaga.
“Kamu mau
minum ngga San, aku ambilkan di kulkas.” tawar Angga seraya mengenakan pakaian.
“Boleh.”
jawab Sandra merapikan pakaiannya di ranjang.
“Di kulkas
masih ada sisa kacang ijo kan?” tanya Angga berjalan menuju pintu.
“Masih kok,
habisin aja.”
Dibukanya gagang pintu oleh
Angga sambil menoleh ke Sandra dan berkata,
“Aku ambilkan
sekalian ya.”
Begitu
menoleh ke depan,
“Sekalian, eh
sekalian!!!”
Angga mendadak latah, kaget
setengah mati melihat sosok yang berdiri di depannya.
“Sekalian
apa?” tanya sosok di depan pintu, yang tak lain adalah Rafi.
“Eh, su,
sudah pulang toh..” Angga tergagap-gagap berjalan ke samping, menjauh tingalkan
kamar.
“Kenapa Ga??”
tanya Sandra dari dalam kamar.
“Jawab ada
apa disini.” tegas Rafi.
Sandra pun terkejut mendengar
suara terakhir, sadar bahwa orang yang sedang meninggalkannya tiba-tiba datang.
“Apa hakmu
disini?” tanya Rafi berjalan mendekati Angga.
“Em, Sandra
tadi minta tolong.” jawab Angga semakin ketakutan.
PLAK! Bogem mentah Rafi tanpa ampun menghantam pipi kiri Angga
dengan kerasnya. Seketika itu Sandra keluar dari kamar memeriksa apa yang
terjadi. Ia sangat terkejut dan mendadak ketakutan melihat apa yang di depan
matanya. Sandra menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Belum puas
memukul, Rafi menyerang Angga dengan tendangan kerasnya tepat ke perut Angga
hingga tersungkur di lantai ruang tamu. Dihidupkanlah saklar lampu ruang itu
oleh Sandra.
“Sorry Raf,
ini bukan murni dari aku.” Angga memohon dalam kesakitan di lantai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar