Sambungan dari bagian
9
Pandu jelas
tahu apa yang hendak ia lakukan karena memang dialah yang mengatur segalanya. Ia
kemudian mengatur skenario dimana besok Sandra akan dijemput Angga sepulang
dari kantor dan pergi menuju rumah kontrakan Angga.
Dan sesuai rencana, keesokan harinya Sandra pulang dari kerja, keluar
dari kantornya. Ia berjalan beberapa meter seorang diri ke barat trotoar,
seraya menenteng helm. Disitulah ia menemui Angga di motornya dengan kepala
tertutup helm half face. Tanpa
berlama-lama Sandra naik ke belakang Angga. Dikenakan helm yang dibawanya dan
meluncurlah ia bersama Angga dengan motor yang mereka tunggangi.
Di seberang jalan, tepatnya sekitar 10 meter dari tempat berhentinya motor
Angga tadi, sebuah mobil sedan berwarna hitam diparkirkan di pinggir jalan.
Namun mobil itu tidaklah kosong karena di dalamnya ada Pandu yang baru saja
mengambail beberapa foto yang berisi kegiatan yang baru saja dilakukan Sandra
dan Angga tadi dengan kamera ponselnya.
****
Hari berikutnya lagi, Pandu
datang kembali datang menemui Rafi di workshopnya. Tujuannya pun jelas, ia
hendak menyerahkan “hasil tangkapannya” kepada Rafi. Totalnya ada 5 foto yang
ia serahkan pada Rafi dalam bentuk soft
file yang disimpan dalam flashdisk.
“Apa nih
isinya?” tanya Rafi.
“Check by your self, tapi jangan ketika
istrimu ada.” jawab Pandu.
Malam harinya, di tengah hujan
badai yang mengguyur petang itu, Rafi seorang diri memeriksa foto-foto tadi
dengan laptopnya. Sungguh betapa terkejut dan kecewanya Rafi melihat gambar
yang ditampilkan dalam laptop yang tertancap flashdisk Pandu itu. Lima buah
foto hasil tangkapan Pandu menampilkan gambar istrinya tengah bersama seorang
pria mengenakkan helm half face menunggangi
motor sport berwarna hujau. Diperhatikannya lagi wajah pria itu lebih seksama,
siapa sebenarnya orang itu. Dan Rafi pun tak perlu waktu lama untuk mengenali
siapa wajah pria yang memboncengi istrinya itu. Seseorang yang ia kenal sejak
sebelum menikahi Sandra…
****
Rafi pun menyatakan niatnya ke
Pandu untuk memberi perhitungan pada Angga. Maka kembali Pandu menunjukkan
kebolehannya sebagai tactician. Pandu
mengarahkan Rafi untuk menyatakan ke Sandra seolah-olah hendak ke luar kota,
meninggalkan istrinya sendirian di Jogja. Namun itu hanya kebohongan belaka
karena merupakan bagian dari strategi
untuk melabrak Angga kala mendekati Sandra.
Di lain sisi, Pandu mengadakan
pertemuan rahasia dengan Sandra berkaitan dengan rencananya yang tengah
dilakukan Rafi. Oleh Pandu, Sandra diserahi sebuah tongkat baseball untuk disimpan dan digunakan pada saat "tiba waktunya".
Skenario pun berjalan mulus.
Rafi sukses mengelabuhi istrinya untuk “pergi ke Bandung”. Faktanya ia sama
sekali tidak ke Bandung, melainkan hanya menumpang sementara di rumah kontrakan
Pandu seraya menunggu timing yang
tepat untuk menyerang Angga. Dan pada hari minggu dini hari yang dingin dan
sepi, Rafi melancarkan invasinya terhadap Angga yang tengah menginap di rumah
yang biasa ia tempati bersama Sandra.
Namun ketika hendak mengakhiri hidup rivalnya, nyawa Rafi justru terlebih
dahulu melayang setelah belakang kepalanya dihantam keras oleh tongkat baseball, yang dilakukan seorang wanita
yang tak lain adalah Sandra, istrinya sendiri. Dan begitu selesai membunuh
suaminya, Sandra bergegas berganti pakaian dan kabur dengan menumpang mobil
Pandu yang sudah stand by sebelum
tragedi berlangsung. Keberadaan Sandra pun selamat dari kejaran polisi setelah
bersembunyi di rumah kontrakan Pandu sebelum dibawa ke Singapura.
Sore menjelang keberangkatan ke Singapura, Pandu menyempatkan diri menjenguk
Angga yang dirawat di rumah sakit. Namun kunjungan itu bukan tanpa tujuan.
Diam-diam Pandu memasukkan racun ke minuman Angga saat yang bersangkutan tengah
sibuk membaca koran yang ditunjukkan Pandu terkait berita kematian Rafi.
Alhasil Angga tewas setelah meminum minuman yang terkontaminasi racun, dan
Pandu pun meluncur ke Singapura bersama Sandra…
****
Kembali ke masa sekarang.
Pandu kini telah tiada. Ia
dinyatakan tewas karena bunuh diri di kamar mandi apartemennya. Ia nekat
melakukan itu setelah depresi yang dialaminya dinyatakan bangkrut. Usaha
tekstil dan butik yang dirintisnya sejak usia remaja habis begitu saja dilalap
si jago merah dan hanya menyisakan beban hutang yang harus ditebus dengan vonis
pailit dari pengadilan. Aset-aset kekayaannya pun habis disita kecuali
apartemen tempat tinggalnya. Tak kuat menghadapi itu semua, ia pun akhirnya
menyerahkan nyawanya tercabut dengan tali tambang yang digantung dalam kamar
mandi apartemennya.
Beberapa hari pasca kematian
Pandu, ruang apartemennya kini sepi tanpa penghuni. Ruang tempat biasa ia
menghabiskan waktu menjalani kehidupannya kini sama sekali tak ada tanda-tanda
kehidupan. Lantas dimana kini Sandra berada?
Sandra kini tidak lagi tinggal
di apartemen Pandu. Tapi ia masih berada wilayah territorial negara Singapura. Seorang
diri, Sandra duduk meluruskan kaki di sebuah kasur. Ia tampak sibuk dengan buku
tulis dan bolpennya, beralaskan bantal di pangkuannya. Ia tengah berada dalam
sebuah ruangan yang minim cahaya. Jam dinding menunjuk pukul 17.46. Sementara
ia sibuk menggoreskan bolpen di buku tulisnya, di lantai berceceran beberapa
lembar kertas sobekan dari buku tulis dengan bentuk sobekan yang tak beraturan.
Setiap lembaran kertas yang terbuang itu terdapat tulisan-tulisan serta
gambar-gambar hasil kreasi tangan dengan bentuk dan rupa yang tak jelas.
Tiba-tiba pintu ruangan itu
terbuka. Kemudian masuklah sosok wanita muda berparas oriental ke dalam ruangan
tempat Sandra menikmati kesendirian. Wanita berpakaian serba putih yang tediri
dari semacam kameja berlengan pendek dan rok. Kepalanya mengenakan topi kecil
yang juga berwarna putih dengan logo red
cross. Wanita itu segera menghidupkan lampu dan dilihatnya kertas-kertas
yang berserakan di lantai. Dipungutnya kertas-kertas itu olehnya, dikumpulkan,
dirapikan dan diletakkan di meja dalam bentuk tumpukan. Kemudian ia menoleh ke
Sandra seraya terseyum,
“Good evening Miss Sandra…” sapanya
ramah.
Sandra tak bergeming. Ia masih
saja sibuk dengan kegiatannya. Kemudian ditengoklah oleh wanita tadi, apa
sebenarnya yang Sandra buat di buku tulisnya.
“Wow,
bagusnya.. Apa itu?” katanya dengan aksen melayu.
Sandra tetap tak bereaksi, masih
larut dalam kesibukannya. Di meja dekat tempat tidur Sandra terdapat nampan
yang diatasnya terletak sebuah teko dan beberapa gelas kaca yang sudah tak lagi
berisi. Diambilnya semua benda itu beserta nampannya oleh wanita tadi. Sebelum
pergi meninggalkan ruangan, ia berpesan pada Sandra,
“Masa tuk
makan malam tiba satu jam lagi. Setelah itu Pak Cik Psychitrist nak datang tuk kontrol Mak Cik.”
Wanita itu pun pergi menutup
pintu dan Sandra kembali sendirian di ruangannya. Tangan Sandra berhenti
menggoreskan bolpennya ke buku tulis. Diamatinya hasil karya tangannya yang
baru jadi. Sebuah gambaran abstrak tiga
orang laki-laki dengan masing-masing bentuk rupa yang berbeda. Diamatinya terus
gambar itu oleh Sandra dengan seksama. Tak lama kemudian ia menyeringai melihat
gambar-gambar itu. Kemudian kembali ia merobek kertas gambar barusan, lalu
membuangnya begitu saja ke lantai. Setelah itu ia kembali lagi dengan
kesibukannya, sebagaimana yang telah ia lakukan sedari tadi…
---oo0oo---
terus menulis ya.. semangat... :D
BalasHapusokay, gracias... :)
Hapus