Jumat, 27 Januari 2012

Signature Tower, Gedung Tertinggi di Belahan Bumi Selatan (?)


Malaysia bangga akan Petronas Twin Towers-nya (452 meter). Perancis pede dengan Menara Eiffel-nya yang sudah berdiri sejak 1889.  Kota Shanghai menjadikan Oriental Pearl Tower (468 m) sebagai ikonnya. Kota Dubai pun makin mentereng dengan Burj Khalifa-nya yang merupakan bangunan tertinggi di dunia saat ini (818 m), sedangkan kota Tokyo tengah membangun Tokyo Sky Tree (634 m)  guna menggantikan Tokyo Tower sebagai landmark-nya.  Begitu pula kota Toronto (Kanada) yang tampak gagah dengan dengan CN Tower-nya (553 m).
Bangunan dengan struktur tinggi menjulang atau yang akrab disebut menara (tower) memang sering digunakan oleh beberapa kota atau bahkan negara di dunia sebagai ikon atau landmark yang menandai eksistensinya. Keberadaan menara yang tinggi menjulang dianggap bukan hanya landmark saja, tapi juga merupakan kebanggaan tersendiri bagi pihak yang memiliki atau membangunnya. Menara tinggi dianggap pula sebagai simbol kejayaan atau kemajuan dari peradaban daerah tempat berdirinya bangunan tersebut. Karena itulah tidak heran kota-kota atau negara-negara di dunia yang rela merogoh kocek dalam-dalam demi membangun gedung atau menara yang tingginya membuat orang tertegun, meski kadang hanya bertujuan untuk mengejar prestige belaka. 
Di Indonesia, wacana membangun menara tinggi kelas dunia sudah muncul pada zaman orde baru. Tahun 1993, sang Presiden kala itu, alm. HM Soeharto, mencetuskan ide untuk membangun sebuah menara tertinggi di dunia untuk dijadikan sebagai ikon kebanggaan nasional. Sayembara bentuk desain menara pun dilakukan dan pemenangnya adalah East China Architecture Design & Research Institute (ECADI) yang juga sukses membangun Oriental Pearl Tower di Shanghai (China). Disusunlah rencana untuk pembangunan Menara Jakarta (Jakarta Tower). Lalu Presiden Soeharto mengganti nama proyek itu menjadi Menara Trilogi (Trilogy Tower). Nama Trilogi ini merujuk pada 3 sasaran utama pembangunan Indonesia zaman Orba, yaitu stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Dengan tinggi mencapai 558 meter, Menara Trilogi dipersiapkan sebagai menara tertinggi di dunia saat itu.
Pembangunan Menara Trilogi pun dimulai tahun 1997, dibuka secara resmi oleh Menteri Sekretaris Negara saat itu, Moerdyono (almarhum) dan Gubernur DKI kala itu, Soerjadi Soedirdja. Tapi sayang, tak lama kemudian badai Krisis Ekonomi melanda Asia dan Indonesia termasuk yang paling parah kena imbasnya. Akibatnya proyek Menara Trilogi pun turut terkena dampaknya. Pembangunan menara tersebut dihentikan karena masalah financial.  Setahun kemudian Soehato lengser setelah 32 tahun berkuasa dan era orde baru pun berakhir dan berganti dengan era reformasi. Memasuki era reformasi nama proyek menara tersebut kembali diganti dengan nama Jakarta Tower (Menara Jakarta). Upaya melanjutkan pembangunan menara sempat bekali-kali mencuat namun selalu kandas di tengah jalan.
Setelah sekian lama nasib Jakarta Tower terkatung-katung, tahun 2011 kemarin muncul kembali gagasan untuk membangun menara  iconic yang berkelas dunia. Adalah Tomy Winata, pengusaha nasional yang mencetuskan wacana untuk membangun sebuah menara tinggi yang berlokasi di Soedirman  Central District Bussiness (SCBD), Jakarta. Rencana ini muncul hampir bersamaan dengan wacana Kementerian BUMN melaui PT Adhi Karya yang juga ingin membangun menara 100 lantai untuk dijadikan kebanggaan nasional yang kebetulan juga berlokasi di tempat yang sama, SCBD.
Proyek menara oleh Pengusaha Tomy Winata tersebut bernama Signature Tower. Rencananya akan dibangun tahun 2012 ini dengan 111 lantai, tinggi menara tersebut diperkirakan 638 meter dan akan menjadi gedung tertinggi nomor 5 di dunia dan tertinggi di Asia Tenggara. Bentuk desain Signature Tower sebetulnya tidak terlalu “wah”, bahkan menurut saya cukup sederhana. Bentuknya sebuah gedung balok yang tinggi menjulang, lalu bagian puncaknya dibuat bercabang-cabang seperti nanas. Namun perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk membangun gedung tersebut antara 6-8 tahun. 
Anyway, bukan perkara penting mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan mega proyek tersebut. Yang terpenting adalah, mega proyek itu ada jaminan kepastian mengenai nasibnya kedepan. Tidak seperti proyek Jakarta Tower yang belum jelas kapan akan dilanjutkan, apalagi kapan selesai dibangun. Biar bagaimanapun bangsa ini perlu sebuah kebanggaan. Meskipun tidak mutlak sebagai tanda kemajuan negara, setidaknya jika Signature Tower selesai dibangun menunjukkan bahwa bangsa ini juga mempunyai teknologi yang mampu menghasilkan sebuah karya kelas dunia. Terlebih lagi jika arsitek yang merancangnya adalah orang Indonesia asli. Hal tersebut akan terlihat semakin istimewa karena banyak bangunan-bangunan kelas dunia di berbagai Negara yang pembangunannya diotaki oleh arsitek yang bukan orang asli negara yang bersangkutan.
Dalam proses pembangunannya nanti hendaknya juga dilakukan pengawasan yang serius dalam teknis pengerjaannya. Harus ada kesesuaian antara hal-hal yang telah di-setting secara tertulis dalam perencanaan dengan praktek di lapangan. Misalnya mengenai campuran bahan bangunan yang telah ditetapkan sejumlah sekian, dalam prakteknya di lapangan nanti harus dipantau betul-betul sesuai yang diestimasikan. Jangan sampai ada praktek penggelapan dana oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab dengan mengurangi jumlah material tertentu yang berakibat fatal saat bangunan tersebut sudah jadi nantinya. Tragedi robohnya jembatan Kutai Kertanegara yang menelan sejumlah korban jiwa kiranya menjadi pelajaran yang berharaga bagi proyek-proyek konstruksi yang hendak dibangun di Indonesia. Dan apabila Signature Tower sudah jadi nantinya pun yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah mengenai maintenance terhadap bangunan tersebut. Harus dilakukan pengecekan secara berkala untuk mengetahui hal-hal kasat mata yang terjadi atau mempengaruhi keberadaan bangunan gedung itu nantinya.
So, sepertinya cukup menarik untuk ditunggu seperti apa nanti jadinya Signature Tower. Jika dilihat dari letak geografis kota Jakarta yang berada di selatan garis khatulistiwa, bukan tidak mungkin bila kelak Signature Tower akan menjadi The Tallest Building in the Southern Hemisphere (bangunan tertinggi di belahan bumi selatan). J






Selasa, 17 Januari 2012

MP3EI : Becomes Developed Country Within 14 Years. Mungkinkah?


  27 Mei. Tanggal tersebut mempunyai kesan tersendiri bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Belum hilang dari ingatan pada tahun 2006, di tanggal tersebut terjadi sebuah peristiwa yang pahit untuk dikenang. Gempa bumi berskala hampir 6 skala richter telah meluluh lantakan sebagian besar wilayah bekas Kerajaan Mataram tersebut. segala kesedihan dan kepahitan yang disisakan oleh peristiwa tersebut hendaknya dijadikan pelajaran bagi kita semua untuk diambil hikmahnya agar lebih bijak dalam melangkah di kemudian hari.

Lima tahun berselang, tepatnya di tahun 2011, pada tanggal yang sama (27 Mei) kembali terjadi sebuah momen penting berskala nasional Meskipun gaungnya tidak sedahsyat gempa bumi maupun tsunami yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, Peristiwa tersebut bukanlah berupa bencana atau pun malapetaka. Melainkan yang terjadi pada 27 Mei 2011 adalah sebuah momen yang bisa dibilang merupakan tanda awal dimulainya revolusi pembangunan Indonesia, khususnya di bidang ekonomi.

Ya, pada tanggal 27 Mei 2011, bertempat di Jakarta Convention Center, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara terbuka meresmikan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 atau dikenal dengan singkatan MP3EI. Dalam acara yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun TV swasta nasional tersebut sang Kepala Negara juga meresmikan dimulainya beberapa proyek di masing-masing koridor ekonomi sebagai simbol dimulainya semua proyek-proyek yang menjadi prioritas MP3EI di seluruh koridor ekonomi Indonesia seperti kawasan industri Kelapa Sawit di Sei Mangkei (Sumatera Utara), bendungan Pandan Duri di NTB, juga sebuah proyek di Banten dan Papua.

So, apa itu sebenarnya MP3EI?? Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembnangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Simpelnya, MP3EI merupakan sebuah program yang dicanangkan pemerintah guna mengakselerasi pembangunan ekonomi secara merata di seluruh wilayah Indonesia untuk mencapai visi menjadi negara yang maju, makmur, dan berkeadilan di tahun 2025. Program tersebut bermula dari kesadaran mengenai pentingnya konektivitas antar wilayah dalam negeri untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam program MP3EI tertera 3 langkah utama yang dilaksanakan untuk mencapai Visi Ekonomi Indonesia 2025, yaitu mengembangkan potensi ekonomi melalui pembagian koridor, memperkuat konektivitas nasional dan internasional, serta meningkatkan kualitas SDM berbasis IPTEK.

Untuk pengembangan ekonomi berbasis koridor, wilayah Indonesia telah dibagi menjadi 6 koridor ekonomi dengan masing-masing potensi yang dimiliki, yaitu koridor Sumatera, koridor Jawa, Koridor Kalimantan, Koridor Sulawesi, Koridor Nusa Tenggara, dan Koridor Maluku-Papua. Koridor Sumatera ditetapkan sebagai Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional. Koridor Jawa ditetapkan sebagai Pendorong Industri dan Jasa Nasional  . Koridor Kalimantan ditetapkan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional . Koridor Sulawesi ditetapkan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan Nasional. Koridor Nusa Tenggara ditetapkan sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional  dan Koridor Maluku-Papua sebagai Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional.

Pengembangan koridor ekonomi tersebut juga diimbangi dengan penguatan konektivitas melalui percepatan pembangunan segala infratruktur yang dibutuhkan agar arus kegiatan ekonomi lancar dan memperkuat daya saing dengan negara lain. Selain itu kualitas SDM juga diprioritaskan untuk ditingkatkan baik ilmu dasar, keterampilan maupun kemampuan dalam praktek di lapangan. Melalalui pemenuhan 3 misi tersebut, diharapkan ekonomi Indonesia mampu tumbuh dalam kisaran 6,4%-7,5% kurun 2011-2014 dan 8-9% dalam kurun 2015-2025 dengan inflasi 3,5%.  Pemerintah meyakini angka-angka yang ditagetkan tersebut merupakan karakteristik negara maju. Diharapkan pada tahun 2025 pendapatan per kapita Indonesia mencapai kisaran 14.250-15.500 US dollar sehingga masuk kategori negara dengan high income.

Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, mungkinkah suatu negara berkembang seperti Indonesia bisa menjadi negara maju dalam tempo 14 tahun? Pertanyaan ini cukup reasonable. Sekedar perbandingan, Malaysia yang menargetkan diri menjadi negara maju di tahun 2020 telah mencanangkan visinya tersebut sejak 1980. Bila dihitung berarti butuh waktu 40 tahun bagi Malaysia untuk memenuhi tagetnya menjadi Developed Country. Sebelumnya pun Indonesia pada masa rezim Soeharto pernah menerapkan konsep pembangunan jangka panjang berdurasi 2x25 tahun yang terbagi dalam 10 Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), dimulai sejak 1969. Jika dihitung, 10 kali repelita dimulai dari 1969, maka sasaran akhirnya baru akan tercapai pada tahun 2019. Artinya butuh 50 tahun untuk menjadi negara maju menurut konsep pembangunan zaman orde baru yang mengacu pada teori lepas landas Rostow (Rostow Take Off Theory).

Kondisi yang terjadi sekarang agaknya membuat kita berpikir panjang ketika mendengar target-target yang dicanangkan pemerintah zaman ini. Realitas di lapangan menunjukkan masih ada hampir 30 juta warga negara yang hidup dibawah poverty line menurut data dari CIA Worldfact yang dirilis tahun ini. Jumlah tersebut bahkan lebih banyak dari jumlah total penduduk negeri jiran Malaysia yang sekitar 27 juta jiwa. Human Development Index Indonesia tahun 2011 pun tercatat “hanya” 0,616 menurut data yang dirilis UNDP. Padahal angka HDI yang ideal setidaknya 0,800.

Melihat fakta yang ada mungkin memang dapat meciutkan optimisme kita. Tapi jika kita mencoba keluar dari kotak dan menengok apa yang terjadi di luar sana,  saya berpendapat bahwa kita layak untuk tidak pesimis. Dunia mencatat cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa keinginan menjadi negara maju dalam waktu yang relatif singkat bukan hal yang mustahil selama disertai usaha keras dan komitmen yang kuat untuk mencapainya. Need evident? Sesuai teori Ilmu Hukum, untuk membuktikan suatu perkara, dibutuhkan minimal 2 alat bukti yang sah. Hehehe… Okelah saya sudah siap dengan 2 alat bukti yang dimaksud J

1.    Jepang

Siapa yang tak kenal Jepang? Negeri Sakura ini dikenal sebagai Macan Asia karena perekonomiannya yang maju dan membawa dampak pada tingginya tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup waga negaranya. Kapan Jepang mulai merintis jadi negara maju? Jepang mengalami kejatuhan ekonomi yang sangat parah pasca kekalahan Perang Dunia II tahun 1945. Saat itu kondisi rakyat Jepang cukup memprihatinkan apalagi setelah kota Hiroshima dan Nagasaki di bom atom. Namun setelah pemerintah mereka mereformasi ekonominya besar-besaran, termasuk membuka diri pada investasi yang datang dari Amerika (musuhnya di PD II), perekonomian Jepang mengalami “keajaiban” dengan tumbuh rata-rata 10% di tahun 1960-an, 5% pada 1970-an sehingga mereka mencapai masa keemasan pada 1980-an. Jika dilihat dari fakta yang ada, dimana transformasi ekonomi dimulai 1960 berarti hanya memakan waktu 2 dekade hingga 1980-an. Revolusi yang terbilang singkat bukan?


2.    Korea Selatan

Pernah dengar “Keajaiban Sungai Han”? istilah ini merujuk pada keajaiban ekonomi yang terjadi Korea Selatan pada era 1970-an yang berawal dari kota Seoul yang dilalui sungai Han. Sebelumnya, kondisi negeri ginseng pun tak jauh berbeda dengan negara-negara miskin di afrika. Pasca pendudukan jepang, tepatnya tahun 1950-an, terjadi perang saudara disana. Kondisi perekonomian negara pun sangat jauh dari kata baik. Kemiskinan hampir merata di pelosok negeri. Namun lagi-lagi berkat tekad yang bulat dan komitmen yang kuat untuk mau berbenah,  perubahan pun mulai terjadi di Korsel. Pemerintah mereka mulai melakukan reformasi besar-besaran di berbagai bidang seperti pendidikan, hukum, sosial, dan tentu saja ekonomi. Industrialisasi digalakkan untuk menjadi pilar perekonomian mengingat negeri mereka miskin SDA. Hasilnya? Tahun 1980-an dunia sudah mulai mengnal produk-produk macam Samsung, LG, Hyundai yang semuanya adalah hasil karya unggulan bangsa Korea. Sekarang pun kita telah memandang Korea Selatan bukan hanya sebagai negara yang maju, tapi juga punya pengaruh yang cukup kuat terhadap bangsa lain khususnya bidang sosial-budaya. Hal ini terbukti dengan maraknya Korean Style Fever yang melanda anak-anakmuda zaman sekarang.


Oke, kembali lagi ke MP3EI. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa program tersebut hendak dijadikan sebagai jembatan menuju Visi Ekonomi Indonesia 2025 dimana pada waktu itu negara ini telah menjadi negara yang maju, makmur, dan berkeadilan. Waktu 14 tahun yang menjadi patokan program tersebut (2011-2015) memang tampak tidak terlalu ideal. Tapi perlu diketahui bahwa sejak 2007 perekonomian Indonesia memang menanjak cukup pesat. Angka pertumbuhan ekonomi stabil di angka 6%, kecuali tahun 2009 sebesar 4,5% karena dampak krisis global. Jumlah penduduk golongan kelas menengah pun juga meningkat dari tahun 2003 yang persentasenya mencakup sekitar 49% dari total populasi penduduk Indonesia, tahun 2010 sudah mencapai  56,5% dari total populasi (data World Bank). 
Terakhir tahun 2011 perekonomian Indonesia tumbuh 6,5% dengan pendapatan per kapita mencapai 3.716 US Dollar. Dan untuk pertama kalinya, pasca krisis moneter 1998, Indonesia berhasil masuk ke dalam daftar negara Investment Grade. Fakta inilah yang membuat Uni Eropa merubah kebijakan bantuan ke Indonesia. Jika sebelumnya dana bantuan dari UE ditujukan untuk pengentasan kemiskinan,  tapi setelah pendapatan per kapita Indonesia tahun kemarin naik pesat, bantuan tersebut kini ditujukan lebih untuk kepentingan peningkatan produksi dengan teknologi yang lebih tinggi. So, seperti slogan apparel olahraga terkemuka, untuk menjadi negara maju, impossible is nothing.


NB : Bagi yang berminat mengetahui lebih mendalam tentang MP3EI bisa mengunduh langsung dari link ini, http://ristek.go.id/file/upload/ebook_web/mp3e1/MP3EI_versi Ind.pdf 

Sabtu, 07 Januari 2012

Inovasi Green Car Untuk Mobil Nasional


           Beberapa hari terakhir masyarakat disuguhi berita yang cukup menarik, yakni mengenai digunakannya mobil rakitan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) oleh walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) sebagai mobil dinas. Langkah yang diambil sang walikota mendapat perhatian istimewa karena dipandang sebagai bentuk apresiasi terhadap karya anak bangsa meskipun harus diakui produk tersebut masih membutuhkan ujicoba lebih untuk mencapai standar yang sesuai untuk dipasarkan secara luas.         
                Masyarakat Indonesia memang sudah lama tidak disuguhi sebuah inovasi karya bangsa yang dapat dibanggakan seperti mobil buatan tangan anak negeri. Meski demikian, sebetulnya proyek mobil nasional (mobnas) telah dicanangkan sejak zaman orde baru tepatnya di era 90-an dimana saat itu muncul gagasan untuk memproduksi mobil nasional buatan dalam negeri. Rencana tersebut sempat terealisasi dengan diproduksinya mobil Timor menjelang akhir dekade 90-an. Merek Timor sendiri merupakan akronim dari Teknologi Industri Mobil Rakyat, disingkat Timor. Tapi sayang ketika badai krisis moneter menerjang Asia 1997-1998 bersamaan dengan berakhirnya rezim yang berkuasa, proyek tersebut terhenti.   
            Selang beberapa tahun setelah era reformasi, mobil-mobil baru karya anak bangsa kembali bermunculan. Salah satunya tentu mobil Esemka yang tengah menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Namun yang akan menjadi tantangan Esemka bila nanti jadi dipasarkan adalah bagaimana cara menarik minat konsumen dalam negeri?
            Selama ini masyarakat sudah sangat terbiasa dengan produk otomotif luar negeri sehingga kepercayaan mereka terhadap produk tersebut sudah terjamin. Sehingga mobil dalam negeri harus merintis dari awal untuk membangun kepercayaan konsumen atas produknya. Untuk itu diperlukan adanya gebrakan inovasi untuk produk yang hendak dijual agar punya cukup daya saing. Selain berkualitas baik, inovasi yang dihasilkan juga harus berupa sesuatu yang berbeda atau paling tidak masih jarang ditemukan.
            Inovasi baru yang mungkin bisa dilakukan oleh pelaku industri mobnas misalnya dengan menerapkan konsep green car melalui teknologi hybrid untuk produk mobil yang hendak dipasarkan. Teknologi ini bisa berupa kombinasi antara conventional engine dengan tenaga listrik atau tenaga lain yang ramah lingkungan. Mobil semacam ini dianggap sebagai mobil yang irit dan ramah lingkungan sehingga menarik untuk dikembangkan. Apalagi untuk soal dana tampaknya pelaku industri tak perlu khawatir karena kabarnya pemerintah siap mendukung dana untuk pengembangan industri mobnas. Untuk urusan riset pun pelaku industri mobnas bisa menggandeng lembaga seperti LIPI atau Perguruan Tinggi sebagai mitra mereka.
            Dengan dilakukannya inovasi yang mampu meningkatkan kualitas produk mobnas dengan berpegang pada prinsip green car, masyarakat bukan hanya dibuat bangga karena bangsanya mampu memproduksi mobil buatan sendiri, tapi juga bangga karena menghasilkan sebuah inovasi yang berguna untuk kelangsungan hidup di masa mendatang.

Sumber gambar : http://media.vivanews.com/images/2012/01/02/138402_mobil-dinas-jokowi-rakitan-anak-smk.jpg

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...