Malaysia bangga akan Petronas Twin Towers-nya (452 meter).
Perancis pede dengan Menara
Eiffel-nya yang sudah berdiri sejak 1889. Kota Shanghai menjadikan Oriental Pearl Tower (468
m) sebagai ikonnya. Kota Dubai pun makin mentereng dengan Burj Khalifa-nya yang
merupakan bangunan tertinggi di dunia saat ini (818 m), sedangkan kota Tokyo
tengah membangun Tokyo Sky Tree (634 m)
guna menggantikan Tokyo Tower sebagai landmark-nya. Begitu pula kota Toronto (Kanada) yang tampak gagah dengan
dengan CN Tower-nya (553 m).
Bangunan dengan struktur tinggi menjulang atau yang akrab
disebut menara (tower) memang sering digunakan oleh beberapa kota atau bahkan negara
di dunia sebagai ikon atau landmark yang menandai eksistensinya. Keberadaan
menara yang tinggi menjulang dianggap bukan hanya landmark saja, tapi juga
merupakan kebanggaan tersendiri bagi pihak yang memiliki atau membangunnya.
Menara tinggi dianggap pula sebagai simbol kejayaan atau kemajuan dari
peradaban daerah tempat berdirinya bangunan tersebut. Karena itulah tidak heran
kota-kota atau negara-negara di dunia yang rela merogoh kocek dalam-dalam demi
membangun gedung atau menara yang tingginya membuat orang tertegun, meski
kadang hanya bertujuan untuk mengejar prestige
belaka.
Di Indonesia, wacana membangun menara tinggi kelas dunia
sudah muncul pada zaman orde baru. Tahun 1993, sang Presiden kala itu, alm. HM
Soeharto, mencetuskan ide untuk membangun sebuah menara tertinggi di dunia untuk
dijadikan sebagai ikon kebanggaan nasional. Sayembara bentuk desain menara pun
dilakukan dan pemenangnya adalah East China Architecture Design & Research Institute (ECADI) yang juga sukses membangun Oriental Pearl Tower
di Shanghai (China). Disusunlah rencana untuk pembangunan Menara Jakarta
(Jakarta Tower). Lalu Presiden Soeharto mengganti nama proyek itu menjadi Menara
Trilogi (Trilogy Tower). Nama Trilogi ini merujuk pada 3 sasaran utama pembangunan Indonesia zaman Orba, yaitu stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Dengan tinggi mencapai 558 meter, Menara Trilogi dipersiapkan sebagai
menara tertinggi di dunia saat itu.
Pembangunan Menara Trilogi pun dimulai tahun 1997, dibuka
secara resmi oleh Menteri Sekretaris Negara saat itu, Moerdyono (almarhum) dan
Gubernur DKI kala itu, Soerjadi Soedirdja. Tapi sayang, tak lama kemudian badai
Krisis Ekonomi melanda Asia dan Indonesia termasuk yang paling parah kena
imbasnya. Akibatnya proyek Menara Trilogi pun turut terkena dampaknya.
Pembangunan menara tersebut dihentikan karena masalah financial. Setahun kemudian Soehato lengser setelah 32
tahun berkuasa dan era orde baru pun berakhir dan berganti dengan era
reformasi. Memasuki era reformasi nama proyek menara tersebut kembali diganti
dengan nama Jakarta Tower (Menara Jakarta). Upaya melanjutkan pembangunan
menara sempat bekali-kali mencuat namun selalu kandas di tengah jalan.
Setelah sekian lama nasib Jakarta Tower terkatung-katung,
tahun 2011 kemarin muncul kembali gagasan untuk membangun menara iconic yang berkelas dunia. Adalah Tomy Winata,
pengusaha nasional yang mencetuskan wacana untuk membangun sebuah menara tinggi
yang berlokasi di Soedirman Central
District Bussiness (SCBD), Jakarta. Rencana ini muncul hampir bersamaan dengan
wacana Kementerian BUMN melaui PT Adhi Karya yang juga ingin membangun menara
100 lantai untuk dijadikan kebanggaan nasional yang kebetulan juga berlokasi di
tempat yang sama, SCBD.
Proyek menara oleh Pengusaha Tomy Winata tersebut bernama
Signature Tower. Rencananya akan dibangun tahun 2012 ini dengan 111 lantai,
tinggi menara tersebut diperkirakan 638 meter dan akan menjadi gedung tertinggi
nomor 5 di dunia dan tertinggi di Asia Tenggara. Bentuk desain Signature Tower
sebetulnya tidak terlalu “wah”, bahkan menurut saya cukup sederhana. Bentuknya
sebuah gedung balok yang tinggi menjulang, lalu bagian puncaknya dibuat
bercabang-cabang seperti nanas. Namun perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk
membangun gedung tersebut antara 6-8 tahun.
Anyway, bukan
perkara penting mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
mega proyek tersebut. Yang terpenting adalah, mega proyek itu ada jaminan
kepastian mengenai nasibnya kedepan. Tidak seperti proyek Jakarta Tower yang
belum jelas kapan akan dilanjutkan, apalagi kapan selesai dibangun. Biar
bagaimanapun bangsa ini perlu sebuah kebanggaan. Meskipun tidak mutlak sebagai
tanda kemajuan negara, setidaknya jika Signature Tower selesai dibangun
menunjukkan bahwa bangsa ini juga mempunyai teknologi yang mampu menghasilkan
sebuah karya kelas dunia. Terlebih lagi jika arsitek yang merancangnya adalah
orang Indonesia asli. Hal tersebut akan terlihat semakin istimewa karena banyak
bangunan-bangunan kelas dunia di berbagai Negara yang pembangunannya diotaki
oleh arsitek yang bukan orang asli negara yang bersangkutan.
Dalam proses pembangunannya nanti hendaknya juga dilakukan
pengawasan yang serius dalam teknis pengerjaannya. Harus ada kesesuaian antara hal-hal
yang telah di-setting secara tertulis dalam perencanaan dengan praktek di
lapangan. Misalnya mengenai campuran bahan bangunan yang telah ditetapkan
sejumlah sekian, dalam prakteknya di lapangan nanti harus dipantau betul-betul
sesuai yang diestimasikan. Jangan sampai ada praktek penggelapan dana oleh
oknum-oknum yang tak bertanggung jawab dengan mengurangi jumlah material
tertentu yang berakibat fatal saat bangunan tersebut sudah jadi nantinya. Tragedi
robohnya jembatan Kutai Kertanegara yang menelan sejumlah korban jiwa kiranya
menjadi pelajaran yang berharaga bagi proyek-proyek konstruksi yang hendak
dibangun di Indonesia. Dan apabila Signature Tower sudah jadi nantinya pun yang
perlu diperhatikan selanjutnya adalah mengenai maintenance terhadap bangunan tersebut. Harus dilakukan pengecekan
secara berkala untuk mengetahui hal-hal kasat mata yang terjadi atau
mempengaruhi keberadaan bangunan gedung itu nantinya.
So, sepertinya cukup menarik untuk ditunggu seperti apa nanti
jadinya Signature Tower. Jika dilihat dari letak geografis kota Jakarta yang
berada di selatan garis khatulistiwa, bukan tidak mungkin bila kelak Signature
Tower akan menjadi The Tallest Building in the Southern Hemisphere (bangunan
tertinggi di belahan bumi selatan). J
Itu atasnya bukan berbentuk "Nanas" tp sebenarnya berbentuk candi Borobudur.. Gak tau kenapa jd lbh mirip sama "Nanas" malahan haha..
BalasHapushaha.. bagaimanapun bentuk desain atau seberapapun tingginya, yang penting konsepnya harus ramah lingkungan :)
Hapus