Minggu, 10 Juni 2012

Menyemai Benih, Meretas Asa

8 Juni 2012. 16 tim nasional dari 16 negara Eropa berkumpul di dua negara, Polandia dan Ukraina. Krisis Ekonomi yang melanda Zona Euro ternyata sama sekali tidak mempengaruhi semangat para pesepakbola terbaik Benua Biru untuk unjuk kebolehan. Kick off pertandingan Polandia vs Yunani pun menandai dimulainya pesta sepakbola terbesar di benua dingin yang rutin digelar tiap 4 tahun itu.
Sehari sebelumnya, 7 juni 2012. Beribu-ribu mil jaraknya dari Polandia, tepatnya di Kuala Lumpur (Malaysia). Kesuksesan melanda Asian Football Association (AFC) setelah mereka mampu mendamaikan dua kubu yang selam ini berseteru setelah menandatangani Nota kesepahaman (MoU). Kedua rival yang akhirnya  saling berjabat tangan di kantor AFC itu adalah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan organisasi tandingannya, Komite penyelamat sepakbola Indonesia (KPSI). 



Kesepakatan damai antara PSSI dan KPSI memang merupakan momen yang paling ditunggu. Bagaimana tidak, selama ini perseteruan antar kedua kubu tersebut dianggap sebagai hambatan terbesar dalam upaya membangun dan memajukan sepakbola di Indonesia. Atas dasar kepentingan politik masing-masing, sepakbola Indonesia sampai memiliki dualisme dalam kompetisi profesionalnya. FIFA pun hanya mengakui salah satu dari dua kompetisi tersebut, yakni kompetisi yang dibawah naungan PSSI. padahal, sebagian besar pesepakbola terbaik di Indonesia justru bermain di kompetisi yang tidak diakui FIFA.
Namun seperti yang diceritakan di awal, kedua kubu PSSI dan KPSI akhirnya sepakat berdamai dengan menandatangani beberapa kesepakatn yang tertuang dalam sebuah Nota Kesepahaman. Sebagaimana diberitakan situs http://sport.detik.com, petemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, diantaranya : kedua pihak sepakat menjadikan  Indonesia Super League (liga illegal) sebagai liga dibawah naungan PSSI dan tetap dilanjutkan hingga musim berakhir, dan kedua pihak sepakat untuk bersatu dan membentuk satu kompetisi professional baru di musim berkutnya.
So, apakah dengan diakuinya Indonesia Super League sebagai kompetisi resmi PSSI, apakah pemain-pemain liga tersebut bisa masuk timnas? Apapun kelanjutannya nanti, paling tidak kesepakatan tersebut telah menjadi momen yang “menenangkan” bagi para pengurus PSSI sehingga bisa lebih focus dalam menjalankan tugasnya mengurus, membangun dan memajukan persepakbolaan Indonesia, termasuk aspek paling penting dalam mengembangkan sepakbola : pembinaan usia dini.
Pembinaan usia dini memang merupakan aspek yang sangat penting dalam membangun prestasi di bidang olahraga.Kunci sukses prestasi suatu cabang olahraga sangat ditentukan oleh kualitas pembinaan yang ada di level junior. Tak terkecuali sepakbola. Oleh karena itulah banyak negara-negara yang semakin serius membangun sepakbolanya melalui pembinaan yang intensif dimulai dari usia kanak-kanak. Apalagi dengan adanya fakta yang menyebut sepakbola sebagai olahraga terpopuler di dunia. Negara yang punya prestasi di olahraga tersebut tentu mempunyai prestis tersendiri.
Akan tetapi proses pembinaan yang diberikan kepada calon-calon atlet tidak akan afdol jika belum diimbangi dengan kompetisi yang professional, terstruktur, dan kontinu. Professional artinya kompetisi tersebut diselenggarakan dengan serius layaknya kompetisi usia senior. Terstruktur berarti ada jenjang-jenjang yang merupakan tingkatan kompetisi berdasarkan kelompok usia dengan kategorisasi tertentu (misal Liga U-15, U-17,  dan seterusnya hingga U-23). Sedangkan maksudnya kontinu, kompetisi tersebut diadakan secara konsisten dan terus-menerus (annually). Karena kompetisi usia dini juga merupakan bagian dari pembinaan. Dan format kompetisi harus Liga dan berlangsung 2 putaran. Selama ini memang cukup banyak turnamen usia muda tapi formatnya Cup Competition. Jadi terdiri dari penyisihan grup lalu dilanjutkan dengan fase knock out. Sedangkan Liga, tiap kontestan saling bertemu dua kali masing kandang-tandang, dibagi dalam 2 putaran. 
Untuk metode pelatihan yang diterapkan dalam pembinaan usia dini, ada baiknya Indonesia belajar dari negara lain yang sudah maju sepakbolanya. Sejak 2008, PSSI era ketua yang sebelum sekarang rutin mengirim tim junior ke Uruguay untuk berlatih dan terjun di kompetisi junior sepakbola Uruguay. Mereka yang terjaring dari seleksi nasional dikumpulkan dalam satu tim bernama Seciedad Anonima Deportivo Indonesia atau disingkat SAD Indonesia. Menurut saya langkah tersebut cukup tepat. Karena meski tidak setenar Brazil, Argentina, atau Spanyol, sepak terjang Uruguay di sepakbola tidak bisa diremehkan. Dengan jumlah penduduk hanya sekitar 3 juta jiwa, negara kecil ini mampu dua kali menjadi juara Piala Dunia dan menghasilkan banyak pemain-pemain handal kelas dunia, seperti Enzo Francescoli, Alvaro Recoba, Diego Forlan, Edison Cavani, hingga Luis Suarez. Pada Piala Dunia edisi terakhir (2010), tim Uruguay mampu maju hingga semifinal. Bahkan di Copa America 2011 lalu, tim berjuluk La Celeste (biru langit) itu mampu keluar sebagai juara. Sekali lagi, Uruguay hanya berpenduduk 3 juta jiwa. Indonesia? 237 juta jiwa.
Alangkah baiknya bila Indonesia bukan hanya mengirim tim junior saja ke Uruguay, tapi benar-benar mempelajari secara mendalam bagaimana sebuah negara “minim penduduk” mampu berteriak lantang di level dunia, melalui cabang olahraga terpopuler di dunia. Mereka tentu tidak main-main dalam mengasah talenta-talenta mudanya. Indonesia pun kini juga sudah mulai memetik hasil dari apa yang mereka tanam di Uruguay. Beberapa pemain muda Indonesia yang dibina di Uruguay kini telah dikontrak oleh klub Liga Uruguay dan Liga Belgia. Metode pelatihan mereka itulah yang seharusnya dipelajari, dipahami, dan ditiru dengan baik oleh PSSI.
Namun hal yang saya sayangkan dari tim Indonesia hasil binaan Uruguay ini adalah, pemain-pemain bubar setelah menyelesaikan jenjang pembinaan. Jadi, di kompetisi usia dini di Uruguay hanya berhenti di level U-19. Setelah melampaui batas umur 19, pemain yang tidak dikontrak klub luar negeri dikembalikan ke Indonesia untuk mecari klub sendiri. Saya melihat ada beberapa pemain jebolan SAD Indonesia yang bermain dalam satu klub Divisi Utama yang menurut saya memberikan perlakuakn yang kurang baik dalam upaya follow up pembinaan pasca pula dari Uruguay. Karena banyak diantara mereka yang hanya menjadi pemain cadangan di klub tersebut. Kalaupun main, paling hanya beberapa menit di babak kedua sebagai pemain pengganti. Hal ini sangat bertolak belakang dengan aoa yang mereka dapat di Uruguay. Sesuatu yang sangat penting didapat oleh pemain muda, yakni kesempatan bermain di kompetisi secara penuh.
Menjadi pemain cadangan memang hal yang lumrah bagi pemain muda. Karena dianggap minim pengalaman dan masih butuh banyak belajar. Pelatih lebih sering mempercayai pemain yang lebih senior. Tapi untuk pemain-pemain jebolan SAD Indonesia, langkah mereka untuk bergabung dengan klub yang tidak memberi jaminan di tempat inti, apalagi klub tersebut tidak bermain di Divisi tertinggi Liga Indonesia, adalah pilihan yang kurang tepat. Menurut saya seharusnya pemain-pemain SAD Indonesia yang sudah lampau umurnya tetap disatukan dalam sebuah tim dan diterjunkan ke kompetisi yang high level.
Singapura adalah contoh negara yang sukses menerapkan cara tersebut dalam membangun timnasnya. Awal era 2000-an, Football Association of Singapore (FAS) membentuk tim sepakbola bermaterikan pemain-pemain muda terbaik di negerinya dengan nama Young Lions.  Tim Young Lions ini kemudian diterjunkan di kompetisi Liga Singapura, bersaing dengan klub-klub professional negara tersebut. Hasilnya? Talenta-talenta muda Young Lions semakin terasah dan menghasilkan pemain-pemain yang handal bagi Timnas Singapura. Keberhasilan Timnas Singapura menjuarai Piala AFF 2004 dan 2007 tidak terlepas dari perananan penting pemain-pemain jebolan Young Lions. Pada SEA Games 2009 lalu, Singapura berhasil meraih medali perunggu dengan hanya bermaterikan pemain-pemain U-19 dari Young Lions. Padahal SEA Games adalah ajang untuk pemain U-23.
Sukses Singapura tampaknya telah menginspirasi negeri jirannya, Malaysia. Dengan cara yang sama, Malaysia juga membentuk tim bernama “Harimau Muda” yang bermaterikan pemain-pemain muda terbaik, dan diterjunkan di kompetisi professional Liga Malaysia. Hasilnya? Dengan bermaterikan mayoritas pemain dari Harimau Muda, Malaysia sukses mencetak hatrick juara sepak bola Asia Tenggara 3 tahun berturut-turut : Medali Emas SEA Games 2009, Juara AFF 2010, dan medali emas lagi di SEA Games 2011 lalu. Para pendukung Timnas Indonesia pasti masih ingat aksi dramatis tim Malaysia yang sukses membungkam tuan rumah Indonesia di final SEA Games 2011 lewat adu penalty. Mereka itulah alumnus-alumnus terbaik  tim Harimau Muda…



Uniknya, dalam perkembangannya kedua tim binaan organisasi sepakbola tertinggi masing-masing negara itu saling bertukar kompetisi antar satu sama lain. Entah apa dasarnya, mulai musim 2012 ini, LionsXII (tim bentukan Federasi Sepakbola Singapura) akan berkompetisi di Liga Malaysia sedangkan Harimau Muda resmi menjadi kontestan Liga Singapura. Sebetulnya PSSI era sebelum sekarang, tahun 2005,  juga sempat meniru cara Singapura yang membentuk tim muda dan mengkompetisikannya di Liga. Tapi yang salah pada waktu itu adalah, mereka yang dikumpulkan dalam satu tim kemudian dimasukkan dalam sebuah klub Divisi kasta kedua Liga Indonesia. Jadi, mereka bermain di Liga kelas dua, dibawah bendera sebuah klub. Hal tersebut membuat sejumlah pemain tidak setuju dan memilih untuk keluar dan mencai klub lain yang lebih baik dan bermain di kasta yang lebih tinggi.
Oke, kembali lagi ke soal pembinaan usia dini. PSSI era kepemimpinan sekarang pernah menyatakan bahwa mereka akan lebih serius dalam melakukan pembinaan usia muda. Kurikulum pembinaan sepakbola nasional pun telah dirilis sejak beberapa waktu yang lalu. Semua pasti berharap ungkapan tersebut bukan hanya janji di mulut belaka. Orang lebih tertarik melihat aksi nyata di lapangan ketimbang mendengar janji manis yang terucap lisan. Dan satu hal perlu dipahami adalah, untuk membuktikan sukses tidaknya program pembinaan yang dilakukan suatu badan otoritas tertentu, diperlukan waktu  beberapa tahun kedepan setelah pemain-pemain yang menjadi objek program pembinaan tersebut memasuki usia senior.
Dengan menanam benih dan merawatnya melalui sistem kompetisi yang profesional, terstruktur, dan kontinu, hal ini akan memperbesar peluang  untuk mencetak bibit-bibit pesepakbola yang berkualitas. Karena selain dilatih dengan keterampilan dan skill yang mumpuni, mereka juga terbiasa berkompetisi sehingga menjadikan mereka bukan hanya sekedar berskill, tapi juga bermental kompetitif.
Akhir kata, semoga Spanyol mampu sukses membukukan rekor meraih 3 gelar juara berturut-turut dalam tempo 4 tahun : Euro 2008, World Cup 2010, dan Euro 2012 (lho, nggak nyambung?? :p). Seriuously, semoga ditandatanganinya kesepakatan antara PSSI dan KPSI menandai babak baru dalam dunia sepakbola nasional dan pengurus PSSI yang sekarang bisa lebih total dalam bekerja, sehingga mampu membawa kemajuan yang berarti bagi sepakbola Indonesia agar bisa berprestasi lebih baik di masa mendatang.



3 komentar:

  1. kalo bisa ngalahin jerman pasti juara, pada turnamen 2006,2008,2010 setiap tim yang ngalahin jerman pasti juara............

    BalasHapus
  2. Tulisan mu kepanjangan,,, saran... kalo nulis di blog yang pendek-pendek aja. coz pembaca akab bosan dan pada kata ke 40 mata sudah lelah. lebih baik tulisanya di potong-potong. Ex. tentang Uero, Tentang PSSI, tentang pelatihan usia dini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. thx masukannya. sorry klo kepanjangan. dengan maksud ingin lebih total dlm menuangkan ide n imajinasi, aku sering ga nyadar hasilnya jd panjang bgt :D
      klo untuk postingan ini intinya ttg pembinaan usia dini oleh PSSI, euro hanya untuk pemanis coz tulisan ini bertepatan dgn event itu n aku emank sengaja manfaatin moment euro bwt nulis ini :D
      sekali lagi thx masukannya, klo emank tll panjang mungkin bacanya bisa dijeda. n untuk kedepannya mungkin aku bakal lebih ketat dlm menyusun kerangka postingan
      Keep dreaming, keep fighting... ^_^

      Hapus

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...