Rabu, 06 Juni 2012

Antara Sao Paulo, Santa Monica dan "Mobil Penyelamat Bumi"


Sejak tahun 2000, setiap tanggal 5 Juni, PBB telah menetapkannya sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day/WED). Hari tersebut sekaligus menjadi hari bagi seluruh warga Bumi untuk meneguhkan kembali arti penting lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari. (http://www.antaranews.com)



Sao Paulo. The most metropolitan city in Latin America.  Kota dengan populasi manusia terbanyak di Amerika Selatan, dan tentu saja di negaranya, Brazil. Jika diperhatikan, sebenarnya posisi kota ini mirip dengan Jakarta, ibukota negara kita tercinta. Apa miripnya? Sama-sama kota terbesar di negaranya, sama-sama kota berpenduduk padat, sama-sama metropolis, dan sama-sama berperan sebagai pusat bisnis dan pusat keuangan global (global financial center) di negaranya. Bedanya, Sao Paulo tidak sendirian menyandang predikat sebagai pusat keuangan global di negaranya. Selain Sao Paulo, Brazil juga punya Rio de Janeiro dan Brasilia yang juga punya peran strategis sebagai pusat bisnis dan pusat keuangan global. Sedangkan Indonesia, semuanya terpusat ke Jakarta.
Persamaan lain antara Sao Paulo dan Jakarta adalah, keduanya bukan hanya dipadati oleh manusia, tapi juga kendaraan bermotor. Apa akibat dari persamaan yang satu ini? Sama-sama macet. Tiap hari, tiap jam, tiap waktu, jalanan kota seperti tidak pernah sepi kecuali saat malam larut. Hal tersebut merupakan buah dari tingginya mobilitas penduduk khas kota metropolitan. Sudah bukan rahasia lagi kota besar memang menjadi destinasi utama bagi kaum urban yang mengadu nasib demi mencari sesuap nasi.
Sao Paulo adalah kota berpenduduk 20 juta jiwa, 5 juta diantaranya menggunakan mobil pribadi sebagai alat transportasinya. Namun yang patut diacungi jempol, sebagian pengguna mobil menggunakan bahan bakar ethanol berbahan dari tebu. Brazil memang negara yang cukup sukses mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan. 40% pengguna kendaraan mobil di Negeri Samba telah menggunakan bahan bakar ethanol dari tebu yang merupakan hasil perkebunan utama Brazil. So, negara tersebut telah mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan warganya plus berkontribusi mengurangi emisi karbon dari bahan bakar fosil yang tentunya sangat berguna bagi kelestarian bumi.  
Dari Sao Paulo, kita pindah ke kota dengan iklim berbeda, tapi masih di benua yang sama. Di pesisir barat California (Amerika Serikat), sebuah kota berdiri dengan nama : Santa Monica. Kota ini memang tidak sepadat Sao Paulo. Bukan pula termasuk kota metropolis. Namun yang istimewa dari kota ini, meski dikenal sebagai kota minyak tapi konsumsi bahan bakar minyak di Santa Monica sangat dibatasi. Bus-bus menggunakan bahan bakar gas yang menim emisi. Gedung-gedung banyak menggunakan energy terbarukan untuk listriknya (contoh : panel surya). Sebagian besar lampu penerangan kota menggunakan LED. Sedangkan masyarakatnya cukup anti menggunakan barang yang menghasilkan sampah plastic. Sebuah gambaran peradaban yang patut dicontoh oleh peradaban lain di seluruh muka bumi.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Negara ini telah mempunyai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Langkah selanjutnya bagaimana agar undang-undang ini dapat dilaksanakan dengan benar baik oleh rakyatnya, maupun pemimpinnya dalam mengeluarkan kebijakan. Belum lama ini pemerintah mencanangkan mobil listrik sebagai alternatif alat transportasi yang ramah lingkungan. Selain itu kendaraan tersebut juga dapat menekan konsumsi BBM bersubsidi yang dirasa cukup membebani uang negara.  
Kebijakan pemerintah untuk memproduksi mobil listrik memang patut diapresiasi. Kabarnya, prototype mobil listrik ditargetkan jadi 2013 dan akan diproduksi masal tahun 2014 mendatang. Kebijakan tersebut sesuai dengan amanat Pasal 3 Undang Undang Lingkungan Hidup mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (ada 10 poin, silahkan baca sendiri ^_^). Saya lebih setuju kendaraan bertenaga listrik dari pada menggunakan bahan bakar gas sebagai alternatif penggganti BBM. karena selain tidak menghasilkan emisi, saya berharap pemakaian bahan bakar gas cukup difokuskan untuk pembangkit-pembangkit listrik dibawah naungan PLN sehingga konsumsi BBM bisa semakin tertekan.  Selain itu kebijakan tersebut juga sejalan dengan kebijakan pemerintah yang paling anyar di bulan juni ini, yaitu penghematan BBM, listrik, dan air.
Seperti yang telah diberitakan di media massa, Kementerian Riset dan Teknologi telah bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk menciptakan mobil listrik nasional yang akan diproduksi secara masal. Pertanyaannya, apabila misi tersebut terpenuhi, mobil listrik sudah diproduksi masal, bagaimana nasib Esemka yang sudah terlebih dulu bercita-cita membuat mobil nasional?
Meskipun kebijakan  mobil listrik sangat baik untuk kelestarian lingkungan, tapi saya melihat hal tersebut berpotensi menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan bagi produsen mobil Esemka. Karena dari awal Esemka telah berkeinginan untuk memproduksi mobil yang nantinya dijadikan mobil nasional. Namun kebijakan pemerintah tentang Electric Car seolah bertentangan dengan support mereka terhadap jerih payah anak-anak pelajar SMK itu. Terlebih lagi sebelumnya mobil Esemka gagal diproduski masal karena tidak lulus uji emisi. Apabila tak lama kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil listrik (yang notabene bebas emisi, sedangkan esemka uji emisi saja tidak lulus), lalu membantu segala pendanaan riset hingga biaya produksi setelah prototype-nya matang, hal ini bisa terasa menyakitkan.
Untuk menghidari kemungkinan terjadinya hal seperti diatas, adalah dengan memberi kepercayaan kepada Esemka untuk meng-handle proyek mobil listrik ketika nanti diproduksi masal. Jadikan Solo Techno Park sebagai produsen mobil listrik berkelas dunia  dan menjadi solusi untuk mengurangi dampak global warming yang sudah semakin menjadi-jadi. Karena biar bagaimanapun, Esemka tetap harus diberdayakan karena mereka sudah menjadi pioneer kebangkitan industri otomotif Indonesia.
Apabila proyek Electric Car benar-benar sudah terwujud 2014 mendatang, peran Indonesia dalam menjaga kelestarian bumi bukan hanya karena eksistensi hutan hujan tropisnya sebagai paru-paru dunia. Tapi lebih nyata lagi, Indonesia akan mendapat predikat kehormatan sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara yang mampu menciptakan dan memproduksi mobil ramah lingkungan secara masal. Semoga terwujud!


Sumber Gambar : http://www.plangs.com






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...