Sejak tahun 2000, setiap tanggal 5 Juni, PBB telah
menetapkannya sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment
Day/WED). Hari tersebut sekaligus menjadi hari bagi seluruh warga Bumi untuk
meneguhkan kembali arti penting lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari. (http://www.antaranews.com)
Sao Paulo. The most
metropolitan city in Latin America. Kota
dengan populasi manusia terbanyak di Amerika Selatan, dan tentu saja di
negaranya, Brazil. Jika diperhatikan, sebenarnya posisi kota ini mirip dengan
Jakarta, ibukota negara kita tercinta. Apa miripnya? Sama-sama kota terbesar di
negaranya, sama-sama kota berpenduduk padat, sama-sama metropolis, dan
sama-sama berperan sebagai pusat bisnis dan pusat keuangan global (global financial center) di negaranya.
Bedanya, Sao Paulo tidak sendirian menyandang predikat sebagai pusat keuangan
global di negaranya. Selain Sao Paulo, Brazil juga punya Rio de Janeiro dan
Brasilia yang juga punya peran strategis sebagai pusat bisnis dan pusat
keuangan global. Sedangkan Indonesia, semuanya terpusat ke Jakarta.
Persamaan lain antara Sao Paulo dan Jakarta adalah, keduanya
bukan hanya dipadati oleh manusia, tapi juga kendaraan bermotor. Apa akibat
dari persamaan yang satu ini? Sama-sama macet. Tiap hari, tiap jam, tiap waktu,
jalanan kota seperti tidak pernah sepi kecuali saat malam larut. Hal tersebut
merupakan buah dari tingginya mobilitas penduduk khas kota metropolitan. Sudah
bukan rahasia lagi kota besar memang menjadi destinasi utama bagi kaum urban
yang mengadu nasib demi mencari sesuap nasi.
Sao Paulo adalah kota berpenduduk 20 juta jiwa, 5 juta
diantaranya menggunakan mobil pribadi sebagai alat transportasinya. Namun yang
patut diacungi jempol, sebagian pengguna mobil menggunakan bahan bakar ethanol berbahan
dari tebu. Brazil memang negara yang cukup sukses mengembangkan bahan bakar
ramah lingkungan. 40% pengguna kendaraan mobil di Negeri Samba telah
menggunakan bahan bakar ethanol dari tebu yang merupakan hasil perkebunan utama
Brazil. So, negara tersebut telah mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki
untuk memenuhi kebutuhan warganya plus berkontribusi mengurangi emisi karbon
dari bahan bakar fosil yang tentunya sangat berguna bagi kelestarian bumi.
Dari Sao Paulo, kita pindah ke kota dengan iklim berbeda, tapi
masih di benua yang sama. Di pesisir barat California (Amerika Serikat), sebuah
kota berdiri dengan nama : Santa Monica. Kota ini memang tidak sepadat Sao
Paulo. Bukan pula termasuk kota metropolis. Namun yang istimewa dari kota ini,
meski dikenal sebagai kota minyak tapi konsumsi bahan bakar minyak di Santa Monica sangat dibatasi. Bus-bus menggunakan bahan bakar gas yang menim emisi. Gedung-gedung
banyak menggunakan energy terbarukan untuk listriknya (contoh : panel surya). Sebagian besar lampu penerangan kota menggunakan LED. Sedangkan masyarakatnya cukup anti menggunakan barang yang menghasilkan sampah plastic. Sebuah gambaran
peradaban yang patut dicontoh oleh peradaban lain di seluruh muka bumi.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Negara ini telah
mempunyai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Langkah selanjutnya
bagaimana agar undang-undang ini dapat dilaksanakan dengan benar baik oleh rakyatnya,
maupun pemimpinnya dalam mengeluarkan kebijakan. Belum lama ini pemerintah
mencanangkan mobil listrik sebagai alternatif alat transportasi yang ramah
lingkungan. Selain itu kendaraan tersebut juga dapat menekan konsumsi BBM
bersubsidi yang dirasa cukup membebani uang negara.
Kebijakan pemerintah untuk
memproduksi mobil listrik memang patut diapresiasi. Kabarnya, prototype mobil listrik ditargetkan jadi
2013 dan akan diproduksi masal tahun 2014 mendatang. Kebijakan tersebut sesuai dengan amanat Pasal 3 Undang Undang Lingkungan Hidup mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (ada 10 poin, silahkan baca sendiri ^_^). Saya lebih setuju
kendaraan bertenaga listrik dari pada menggunakan bahan bakar gas sebagai
alternatif penggganti BBM. karena selain tidak menghasilkan emisi, saya
berharap pemakaian bahan bakar gas cukup difokuskan untuk pembangkit-pembangkit
listrik dibawah naungan PLN sehingga konsumsi BBM bisa semakin tertekan. Selain itu kebijakan tersebut juga sejalan
dengan kebijakan pemerintah yang paling anyar di bulan juni ini, yaitu
penghematan BBM, listrik, dan air.
Seperti yang telah diberitakan di media massa, Kementerian
Riset dan Teknologi telah bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di
Indonesia untuk menciptakan mobil listrik nasional yang akan diproduksi secara
masal. Pertanyaannya, apabila misi tersebut terpenuhi, mobil listrik sudah diproduksi
masal, bagaimana nasib Esemka yang sudah terlebih dulu bercita-cita membuat
mobil nasional?
Meskipun kebijakan mobil
listrik sangat baik untuk kelestarian lingkungan, tapi saya melihat hal
tersebut berpotensi menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan bagi produsen mobil
Esemka. Karena dari awal Esemka telah berkeinginan untuk memproduksi mobil yang
nantinya dijadikan mobil nasional. Namun kebijakan pemerintah tentang Electric Car seolah bertentangan dengan support mereka terhadap jerih payah
anak-anak pelajar SMK itu. Terlebih lagi sebelumnya mobil Esemka gagal
diproduski masal karena tidak lulus uji emisi. Apabila tak lama kemudian pemerintah
mengeluarkan kebijakan mobil listrik (yang notabene bebas emisi, sedangkan esemka
uji emisi saja tidak lulus), lalu membantu segala pendanaan riset hingga biaya
produksi setelah prototype-nya matang, hal ini bisa terasa menyakitkan.
Untuk menghidari kemungkinan terjadinya hal seperti diatas,
adalah dengan memberi kepercayaan kepada Esemka untuk meng-handle proyek mobil listrik ketika nanti diproduksi masal. Jadikan Solo
Techno Park sebagai produsen mobil listrik berkelas dunia dan menjadi solusi untuk
mengurangi dampak global warming yang
sudah semakin menjadi-jadi. Karena biar bagaimanapun, Esemka tetap harus
diberdayakan karena mereka sudah menjadi pioneer kebangkitan industri otomotif
Indonesia.
Apabila proyek Electric
Car benar-benar sudah terwujud 2014 mendatang, peran Indonesia dalam menjaga
kelestarian bumi bukan hanya karena eksistensi hutan hujan tropisnya sebagai
paru-paru dunia. Tapi lebih nyata lagi, Indonesia akan mendapat predikat
kehormatan sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara yang mampu menciptakan dan
memproduksi mobil ramah lingkungan secara masal. Semoga terwujud!
Sumber Gambar : http://www.plangs.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar