Rabu, 03 Juli 2013

Cerita Bersambung : Player (Bag.10, Tamat)

Sambungan dari bagian 9

Pandu jelas tahu apa yang hendak ia lakukan karena memang dialah yang mengatur segalanya. Ia kemudian mengatur skenario dimana besok Sandra akan dijemput Angga sepulang dari kantor dan pergi menuju rumah kontrakan Angga.
Dan sesuai rencana, keesokan harinya Sandra pulang dari kerja, keluar dari kantornya. Ia berjalan beberapa meter seorang diri ke barat trotoar, seraya menenteng helm. Disitulah ia menemui Angga di motornya dengan kepala tertutup helm half face. Tanpa berlama-lama Sandra naik ke belakang Angga. Dikenakan helm yang dibawanya dan meluncurlah ia bersama Angga dengan motor yang mereka tunggangi.
Di seberang jalan, tepatnya sekitar 10 meter dari tempat berhentinya motor Angga tadi, sebuah mobil sedan berwarna hitam diparkirkan di pinggir jalan. Namun mobil itu tidaklah kosong karena di dalamnya ada Pandu yang baru saja mengambail beberapa foto yang berisi kegiatan yang baru saja dilakukan Sandra dan Angga tadi dengan kamera ponselnya.

****

Hari berikutnya lagi, Pandu datang kembali datang menemui Rafi di workshopnya. Tujuannya pun jelas, ia hendak menyerahkan “hasil tangkapannya” kepada Rafi. Totalnya ada 5 foto yang ia serahkan pada Rafi dalam bentuk soft file yang disimpan dalam flashdisk.
“Apa nih isinya?” tanya Rafi.
Check by your self, tapi jangan ketika istrimu ada.” jawab Pandu.
Malam harinya, di tengah hujan badai yang mengguyur petang itu, Rafi seorang diri memeriksa foto-foto tadi dengan laptopnya. Sungguh betapa terkejut dan kecewanya Rafi melihat gambar yang ditampilkan dalam laptop yang tertancap flashdisk Pandu itu. Lima buah foto hasil tangkapan Pandu menampilkan gambar istrinya tengah bersama seorang pria mengenakkan helm half face menunggangi motor sport berwarna hujau. Diperhatikannya lagi wajah pria itu lebih seksama, siapa sebenarnya orang itu. Dan Rafi pun tak perlu waktu lama untuk mengenali siapa wajah pria yang memboncengi istrinya itu. Seseorang yang ia kenal sejak sebelum menikahi Sandra…

****

Rafi pun menyatakan niatnya ke Pandu untuk memberi perhitungan pada Angga. Maka kembali Pandu menunjukkan kebolehannya sebagai tactician. Pandu mengarahkan Rafi untuk menyatakan ke Sandra seolah-olah hendak ke luar kota, meninggalkan istrinya sendirian di Jogja. Namun itu hanya kebohongan belaka karena merupakan bagian dari  strategi untuk melabrak Angga kala mendekati Sandra.
Di lain sisi, Pandu mengadakan pertemuan rahasia dengan Sandra berkaitan dengan rencananya yang tengah dilakukan Rafi. Oleh Pandu, Sandra diserahi sebuah tongkat baseball untuk disimpan dan digunakan pada saat "tiba waktunya".
Skenario pun berjalan mulus. Rafi sukses mengelabuhi istrinya untuk “pergi ke Bandung”. Faktanya ia sama sekali tidak ke Bandung, melainkan hanya menumpang sementara di rumah kontrakan Pandu seraya menunggu timing yang tepat untuk menyerang Angga. Dan pada hari minggu dini hari yang dingin dan sepi, Rafi melancarkan invasinya terhadap Angga yang tengah menginap di rumah yang biasa ia tempati bersama Sandra.
Namun ketika hendak mengakhiri hidup rivalnya, nyawa Rafi justru terlebih dahulu melayang setelah belakang kepalanya dihantam keras oleh tongkat baseball, yang dilakukan seorang wanita yang tak lain adalah Sandra, istrinya sendiri. Dan begitu selesai membunuh suaminya, Sandra bergegas berganti pakaian dan kabur dengan menumpang mobil Pandu yang sudah stand by sebelum tragedi berlangsung. Keberadaan Sandra pun selamat dari kejaran polisi setelah bersembunyi di rumah kontrakan Pandu sebelum dibawa ke Singapura.
Sore menjelang keberangkatan ke Singapura, Pandu menyempatkan diri menjenguk Angga yang dirawat di rumah sakit. Namun kunjungan itu bukan tanpa tujuan. Diam-diam Pandu memasukkan racun ke minuman Angga saat yang bersangkutan tengah sibuk membaca koran yang ditunjukkan Pandu terkait berita kematian Rafi. Alhasil Angga tewas setelah meminum minuman yang terkontaminasi racun, dan Pandu pun meluncur ke Singapura bersama Sandra…

****

Kembali ke masa sekarang.
Pandu kini telah tiada. Ia dinyatakan tewas karena bunuh diri di kamar mandi apartemennya. Ia nekat melakukan itu setelah depresi yang dialaminya dinyatakan bangkrut. Usaha tekstil dan butik yang dirintisnya sejak usia remaja habis begitu saja dilalap si jago merah dan hanya menyisakan beban hutang yang harus ditebus dengan vonis pailit dari pengadilan. Aset-aset kekayaannya pun habis disita kecuali apartemen tempat tinggalnya. Tak kuat menghadapi itu semua, ia pun akhirnya menyerahkan nyawanya tercabut dengan tali tambang yang digantung dalam kamar mandi apartemennya.
Beberapa hari pasca kematian Pandu, ruang apartemennya kini sepi tanpa penghuni. Ruang tempat biasa ia menghabiskan waktu menjalani kehidupannya kini sama sekali tak ada tanda-tanda kehidupan. Lantas dimana kini Sandra berada?
Sandra kini tidak lagi tinggal di apartemen Pandu. Tapi ia masih berada wilayah territorial negara Singapura. Seorang diri, Sandra duduk meluruskan kaki di sebuah kasur. Ia tampak sibuk dengan buku tulis dan bolpennya, beralaskan bantal di pangkuannya. Ia tengah berada dalam sebuah ruangan yang minim cahaya. Jam dinding menunjuk pukul 17.46. Sementara ia sibuk menggoreskan bolpen di buku tulisnya, di lantai berceceran beberapa lembar kertas sobekan dari buku tulis dengan bentuk sobekan yang tak beraturan. Setiap lembaran kertas yang terbuang itu terdapat tulisan-tulisan serta gambar-gambar hasil kreasi tangan dengan bentuk dan rupa yang tak jelas. 
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Kemudian masuklah sosok wanita muda berparas oriental ke dalam ruangan tempat Sandra menikmati kesendirian. Wanita berpakaian serba putih yang tediri dari semacam kameja berlengan pendek dan rok. Kepalanya mengenakan topi kecil yang juga berwarna putih dengan logo red cross. Wanita itu segera menghidupkan lampu dan dilihatnya kertas-kertas yang berserakan di lantai. Dipungutnya kertas-kertas itu olehnya, dikumpulkan, dirapikan dan diletakkan di meja dalam bentuk tumpukan. Kemudian ia menoleh ke Sandra seraya terseyum,
Good evening Miss Sandra…” sapanya ramah.
Sandra tak bergeming. Ia masih saja sibuk dengan kegiatannya. Kemudian ditengoklah oleh wanita tadi, apa sebenarnya yang Sandra buat di buku tulisnya.
“Wow, bagusnya.. Apa itu?” katanya dengan aksen melayu. 
Sandra tetap tak bereaksi, masih larut dalam kesibukannya. Di meja dekat tempat tidur Sandra terdapat nampan yang diatasnya terletak sebuah teko dan beberapa gelas kaca yang sudah tak lagi berisi. Diambilnya semua benda itu beserta nampannya oleh wanita tadi. Sebelum pergi meninggalkan ruangan, ia berpesan pada Sandra,
“Masa tuk makan malam tiba satu jam lagi. Setelah itu Pak Cik Psychitrist nak datang tuk kontrol Mak Cik.”
Wanita itu pun pergi menutup pintu dan Sandra kembali sendirian di ruangannya. Tangan Sandra berhenti menggoreskan bolpennya ke buku tulis. Diamatinya hasil karya tangannya yang baru jadi. Sebuah gambaran abstrak  tiga orang laki-laki dengan masing-masing bentuk rupa yang berbeda. Diamatinya terus gambar itu oleh Sandra dengan seksama. Tak lama kemudian ia menyeringai melihat gambar-gambar itu. Kemudian kembali ia merobek kertas gambar barusan, lalu membuangnya begitu saja ke lantai. Setelah itu ia kembali lagi dengan kesibukannya, sebagaimana yang telah ia lakukan sedari tadi…


---oo0oo---

2 komentar:

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...