Pada kesempatan kali ini saya
mencoba menyusun sebuah tim bulutangkis beregu putra yang terdiri dari
pemain-pemain terbaik abad ke-21. Tim ini tersusun dari 3 tunggal utama, 2
ganda utama, 1 tunggal pelapis dan 1 ganda pelapis. Berikut adalah susunan pemain
tim beregu putra impian versi saya sendiri, check
it out...
Tunggal pertama
Source: http://devids.net/ |
Tunggal pertama berperan sebagai
ujung tombak andalan tim. Untuk posisi ini saya percayakan pada sang raja
bulutangkis saat ini, Lin Dan. Yup,
nama satu ini jelas tak asing lagi bagi para pecinta olahraga tepok bulu.
Dialah pemegang rekor 5 kali juara dunia (2006, 2007, 2009, 2011 dan 2013), dua
kali berturut-turut juara Asian Games 2010 dan 2014 serta dua kali
berturut-turut pula juara Olimpiade 2008 dan 2012. Belum lagi jumlah gelar super series yang berhasil diraih
sepanjang karirnya yang tentu tak sedikit jumlahnya.
Sederet prestasi Lin Dan bukan
hanya berhenti pada nomor individu, tapi juga tim. Bersama tim bulutangkis
putra Tiongkok, suami mantan pebulutangkis Xie Xinfang ini telah berhasil
menjuarai Piala Thomas 5 kali berturut-turut (2004, 2006, 2008, 2010, 2012)
sekaligus menyamai rekor Indonesia yang sebelumnya mampu mencatatkan streak yang sama. Di tim beregu campuran
pun Super Dan mampu membawa negaranya
4 kali berturut-turut merajai Sudirman
Cup (2005, 2007, 2009, 2011). Tidaklah heran bila pemain kelahiran 14
Oktober 1983 itu disebut-sebut sebagai pemain dengan gelar terlengkap.
Dilihat dari prestasi
individunya, saya rasa Lin Dan adalah kandidat kuat “Rudy Hartono Abad 21”.
Dulu Rudy Hartono mampu menjuarai All England sebanyak 8 kali, rentang tahun
1968-1976. Kala itu bulutangkis belum dipertandingkan di Olimpiade dan Kejuaraan
Dunia BWF juga belum ada. Jadi All England merupakan kejuaraan bulutangkis
level tertinggi pada masa itu.
Berbeda dengan era sekarang
dimana ada dua event akbar bulutangkis: BWF
World Championship dan Olympic Games. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Lin
Dan telah mengumpulkan 5 gelar juara dunia BWF dan 2 medali emas Olimpiade.
Bila dikalkulasi, maka legenda hidup bulutangkis Tiongkok itu telah menorehkan
7 gelar world major tournaments. Bila
sekali lagi ia meraih juara dunia BWF atau medali emas Olimpiade, maka tak
salah jika menyebut Lin sebagai “Rudy Hartono abad 21”.
Ganda pertama
Source: http://sports.163.com/ |
Beralih ke nomor ganda. Disini
lagi-lagi diisi oleh punggawa Tiongkok, kali ini adalah pasangan Cai Yun/Fu
Haifeng. Kedua nama tersebut adalah pasangan ganda putra tersukses saat ini,
meski keduanya tak lagi berpasangan sejak akhir 2013 (sempat kembali
berpasangan pada di Asian Games 2014). Cai Yun/Fu Haifeng adalah salah satu ganda putra yang paling
disegani dunia. Mereka mencatatkan rekor 4 kali juara dunia BWF (2006, 2009,
2010, 2011) dan 1 medali emas Olimpiade 2012. Belum pernah ada dalam sejarah
ada pasangan ganda putra yang mampu menorehkan prestasi segemilang Cai dan Fu.
Keberhasilan pasangan tersebut
kala meraih medali emas Olimpiade 2012 juga menyisakan cerita tersendiri. Pada
edisi sebelumnya, yakni Olimpiade 2008, pasangan Tiongkok ini gagal memenuhi
ambisi juara di kandang sendiri setelah dikalahkan pasangan nomor satu dunia
asal Indonesia kala itu, Markis Kido/Hendra Setiawan.
Namun berkat konsistensi dan
determinasi yang kuat, Cai/Fu mampu membayar lunas kegagalan tersebut pada
empat tahun berikutnya. Tepatnya pada Olimpiade London 2012, Cai Yun/Fu Haifeng
kembali menembus final sekaligus meraih medali emas olimpiade pertama sepanjang
sejarah bagi ganda putra Tiongkok. Bukan hanya itu, Negeri Tirai Bambu pun
sukses menorehkan sejarah sebagai negara pertama yang menyapu bersih medali
emas di semua nomor bulutangkis Olimpiade.
Tunggal kedua
Source: http://thediplomat.com/ |
Selanjutnya adalah tunggal kedua.
Posisi ini diisi oleh legenda hidup bulutangkis Malaysia, siapa lagi kalau
bukan Lee Chong Wei. Pebulutangkis bergelar “Dato” ini tercatat sebagai pemain
tunggal putra paling banyak mengoleksi gelar super series. Namun yang mengherankan dari pria kelahiran 21
Oktober 1982 ini, ia begitu sulit menjuarai turnamen sekelas BWF World Championship dan Olimpiade.
Chong Wei dua kali berturut-turut gagal meraih medali emas Olimpiade setelah
ditaklukkan lawan yang sama, Lin Dan.
Di Kejuaraan Dunia BWF pun sang
Dato baru saja mencatatkan hattrick
tak menyenangkan: tiga kali berturut-turut menjadi runner up. Setelah dua kali dikalahkan seteru abadinya, Lin Dan,
tahun 2011 dan 2013, tahun 2014 ia kembali harus gigit jari setelah ditaklukkan
Chen Long (Tiongkok) di babak final.
Kendati demikian, Chong Wei
tetaplah seorang legenda. Di usianya yang kini tak lagi muda, besar kemungkinan
Malaysia akan kesulitan mencari pengganti yang sepadan kelak jika Lee Chong Wei
pensiun.
Ganda kedua
Source: http://www.antarafoto.com/ |
Berlanjut ke ganda kedua. Posisi
ini diisi oleh pasangan juara Olimpiade 2000 asal Indonesia, Candra Wijaya/Tony
Gunawan. Sebetulnya Indonesia punya cukup banyak pemain hebat di ganda putra
mengingat negara ini memang punya tradisi kuat di sektor tersebut. Namun saya
memilih pasangan Candra/Tony karena keduanya juga sukses ketika dipasangkan
dengan partner yang berbeda.
Setahun setelah meraih medali
emas bersama Candra, Tony Gunawan kembali sukses menjuarai Kejuaraan Dunia 2001
bersama partnernya kala itu, Halim Haryanto Ho. Begitupun Candra Wijaya. Ia
bahkan telah lebih dahulu merasakan manisnya juara dunia bersama Sigit Budiarto
tahun 1997.
Menariknya, pada Kejuaraan Dunia
2005, kedua pasangan juara Olimpiade itu kembali dipertemukan di final. Namun
mereka tidak dipertemukan sebagai partner, melainkan sebagai lawan. Tony
Gunawan yang telah berganti warga negara Amerika Serikat sejak 2002,
berpasangan dengan Howard Bach dan berhasil mengukir prestasi setelah menjuarai
Kejuaraan tersebut dengan mengalahkan pasangan Candra Wijaya/Sigit Budiarto
(Indonesia) di final.
Tunggal ketiga
Source: http://www.khelnama.com/ |
Meski demikian, Taufik adalah
pemain tunggal putra pertama di dunia yang mampu meraih juara Olimpiade dan
Kejuaraan Dunia secara berturut-turut (Olimpiade 2004 dan Kejuaraan Dunia
2005). Selain itu ia juga dua kali berturut-turut meraih medali Asian Games
2002 dan 2006, serta dua kali pula meraih emas SEA Games 1999 dan 2007.
Di level tim beregu, pria asal
Pandeglang itu berhasil mengantarkan Tim Indonesia dua kali berturut juara
Piala Thomas 2000 dan 2002. Sejauh ini belum ada pemain Indonesia yang mampu
meraih sederet prestasi sebagaimana yang telah diukir seorang Taufik Hidayat.
Sulit menentukan pemain yang
layak mengisi pos palapis ini. Banyak sekali pemain-pemain tunggal nan handal
dari berbagai negara di dunia. Namun saya masih kurang sreg dengan Peter Hoeg Gade (Denmark) meski ia terhitung living legend bulutangkis dunia. Setlah
menimbang-nimbang beberapa nama, akhirnya pilihan saya jatuhkan sosok
pebulutangkis yang lagi-lagi berasal dari Negeri Tiongkok, Chen Jin.
Nama Chen Jin memang tidak
se-impresif Lin Dan, Lee Chong Wei, Taufik Hidayat maupun Peter Hoeg Gade. Karirnya
sebagai atlet pun tergolong singkat mengingat Chen Jin memutuskan gantung raket
di usia muda karena dibekap cedera. Ya, pria bertinggi 182 cm ini memutuskan
pensiun di usia yang seharusnya merupakan masa-masa emas dalam karirnya, 26
tahun.
Namun dalam rentang masa karirnya
yang tak panjang itu bukan berarti tak ada prestasi yang menonjol. Di usia
remaja, Chen Jin sudah merasakan manisnya dua gelar juara pada Kejuaraan Dunia
Junior 2002 dan 2004. Karirnya pun terus menanjak dari waktu ke waktu. Berbagai
torehan prestasi berhasil diraihnya baik individu maupun bersama tim beregu Tiongkok.
Chen Jin adalah peraih medali
perunggu Olimpiade Beijing 2008. Dua tahun kemudian ia mencatatkan namanya
sebagai sebagai Juara Dunia BWF 2010. Bersama Tim Tiongkok pun ia turut
menyumbang tenaga atas kedigdayaan Tiongkok meraih Piala Thomas 5 kali beruntun
kurun 2004-2012. Sayang, cedera yang ia alami tahun 2012 lalu telah merenggut
karirnya sekaligus menghentikan lajunya dalam mengumpulkan torehan prestasi.
Kendati demikian, dedikasi Chen Jin terhadap olahraga yang membesarkan namanya
tak turut usai. Ia kini menjadi pelatih tunggal putri tim bulutangkis
negaranya.
Ganda ketiga
Terakhir untuk ganda pelapis,
saya memasang dua pemain dari dua negara berbeda. Pasangan ganda ini adalah Lee
Yong-dae/Hendra Setiawan. Lee berasal dari Korea Selatan sedangkan Hendra tentu
saja sudah kita kenal sebagai pemain ganda Indonesia.
Source: http://in.victorsport.com/ |
Source: http://cicilasari.blogspot.com/ |
Lee Yong-dae adalah pemain ganda
Korsel yang bermain di dua nomor sekaligus, putra dan campuran. Ia adalah
peraih medali emas Olimpiade 2008 di nomor ganda campuran. Lee menorehkan gelar
prestisius itu bersama Lee Hyo-jung sebagai partnernya. Hebatnya, ia
mendapatkan gelar itu di usia yang masih terhitung 19 tahun!
Di nomor ganda putra, pria
kelahiran 11 September 1988 itu bahkan lebih gemilang. Masuk papan peringkat
dunia BWF seolah merupakan hal yang akrab baginya, baik saat berpartner dengan
Jung Jae-sung maupun sekarang bersama Yoo Yeon-seong.
Hendra Setiawan? Rasanya saya tak
perlu menjelaskan panjang lebar. Ia adalah penerus tradisi kejayaan ganda putra
Indonesia dengan menjadi juara dunia 2007, meraih medali emas Olimpiade 2008
dan medali emas Asian Games 2010 bersama Markis Kido, serta juara dunia 2013
dan meraih medali emas Asian Games 2014 bersama Muhammad Ahsan. Artinya, Hendra
Setiawan telah dua kali berturut-turut meraih medali emas Asian Games dan dua
kali juara dunia bersama dua partner berbeda.
Bonus Video
salam hangat dari kami ijin menyimak dari kami pengrajin jaket kulit
BalasHapus