Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI), induk organisasi sepakbola nasional, merayakan hari jadinya
yang ke-88 pada 19 April 2018. Selama kurun 8 dekade lebih 8 tahun tersebut,
kiranya organisasi yang berusia lebih tua dari negara ini telah memberikan warna
tersendiri dalam dunia olahraga tanah air. Sederet prestasi yang mereka
torehkan di kancah internasional memang tak dapat dipandang sebelah mata,
meskipun publik juga tak dapat menafikan rentetan kontroversi yang mendera
organisasi dibawah naungan FIFA tersebut.
Sepakbola Indonesia sendiri
pernah merasakan masa-masa keemasan di ajang internasional, wabil khusus era
1950-1970an. Bahkan bila ditarik lebih jauh ke belakang, tim sepakbola
Indonesia (sebelum merdeka) menjadi tim Asia pertama yang tampil di Piala Dunia
1938, dengan nama Dutch East Indies. Laman
Twitter resmi FIFA pun mengakui hal tersebut melalui cuitannya pada awal 2018
lalu.
Sayang, romantisme kejayaan
sepakbola Indonesia melalui Tim Nasional tak berlangsung lama. Prestasi
Indonesia di dunia kulit bundar mulai memudar sejak pertengahan dekade 1980-an.
Semenjak itu pula prestasi Timnas Indonesia mengalami pasang surut. Meski
sempat menjuarai SEA Games 1987 dan 1991, serta peringkat tiga Asian Games 1986,
pencapaian Timnas Indonesia bisa
dibilang belum mampu menunjukkan kembali taringnya. Impresi yang terlihat pun
tampak berbeda ketika menjadi “Macan Asia” beberapa dekade sebelumnya.
Kendati demikian, sepakbola
Indonesia dibawah naungan PSSI tetap menghasilkan pemain-pemain berbakat di
setiap generasi. Setidaknya hingga memasuki era revolusi industri 4.0 ini,
pecinta sepakbola tanah air terus disuguhi talenta-talenta baru yang menjadi
tulang punggung Timnas di setiap lini. Ya, meskipun sejak SEA Games 1991 belum
ada gelar juara yang diraih pada turnamen mayor (level Timnas senior),
setidaknya bakat-bakat baru yang bermunculan tetap menjadi angin segar yang
menghembuskan harapan untuk bangkit.
Melalui momen ini pula saya
mencoba untuk menyusun sebuah Tim Kesebelasan yang terdiri dari pemain-pemain
terbaik yang pernah membela Timnas Indonesia sepanjang abad 21, rentang tahun 2001-2018 (saat postingan ini dibuat). Berikut adalah susunannya, dimana pelatih Ivan Venlov Kolev (pelatih Timnas 2002-2004
dan 2007) menjadi juru taktiknya.
1. Kiper
Posisi pertama
tentu adalah Penjaga Gawang/Kiper. Rasanya Hendro Kartiko adalah nama yang
paling pantas karena cukup lama ia menjadi kiper nomor satu di Indonesia
sepanjang era 2000-an. Hendro bahkan tampil heroik pada Piala Asia 2000 dan
2004.
2. Belakang
Untuk mengisi 4
bek di depan kiper, disitu ada kwartet Ismed Sofyan, Hamka Hamzah, Firmasnyah
dan Erol Iba. Nama pertama adalah salah satu ikon Persija selama belasan tahun.
Bersama Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan menjadi sosok tak tergantikan di klub
berjuluk “Macan Kemayoran” itu. Ia
bermain sebagai bek sayap. Kemampuannya mejaga lini pertahanan dipadukan dengan
kemahiran melepas umpan-umpan silang nan akurat. Selain itu, Ismed Sofyan juga
ahli dalam mengeksekusi tendangan bebas. Peran-peran tersebut ia sumbangkan pula
saat membela Timnas kurun 1999-2010. Legenda Persija dan Timnas Indonesia,
Bambang Pamungkas, menyebut pemain asal Aceh itu sebagai perpaduan Agung
Setyabudi dan Aji Santoso.
Duet bek tengah
diisi Hamka Hamzah dan Firmansyah. Hamka Hamzah adalah bek dengan postur ideal.
Ia memulai debut Timnas di turnamen Piala Asia 2004. Sayang, ia sempat tak
pernah dipanggil lagi ke Timnas pasca Piala AFF 2004. Ia melewati
turnamen-turnamen seperti SEA Games (SEAG) 2005 dan 2007 serta Piala AFF 2008.
Padahal di 2 turnamen pertama, usianya saat itu masuk kriteria U-23 dan
kemampuannya pun mumpuni. Hamka kembali masuk Timnas saat Alfred Riedl
memanggilnya dalam skuad Piala AFF 2010 saat Garuda menjadi runner-up untuk keempat kalinya di ajang
tersebut.
Firmansyah
adalah salah satu bek terbaik yang membela Timnas era 2000-an. Sejak tampil di SEAG 2001 bersama Timnas
U-23, namanya lalu menjadi langganan tim senior di berbagai event. Sayang,
sejak cedera parah jelang Piala Asia 2007, namanya tak pernah lagi masuk skuad
Garuda. Meski posturnya tak setinggi Hamka Hamzah, Nova Arianto ataupun Charis
Yulianto, kemampuannya dalam menjaga pertahanan tak bisa diragukan.
Erol Iba adalah
bek sayap yang punya tipikal kurang lebih seperti Ismed Sofyan. Bedanya, Ismed
bisa bermain di kanan dan kiri, sedangkan Erol spesialis di kiri saja (sebatas
pengetahuan saya). Ia pun sempat diminati klub Liga Australia, Newcastle Jets. Hal yang turut menjadi bukti diakuinya kapasitas pemain asal Papua satu ini.
3. Tengah
Lini tengah tim ini
digalang oleh trio Evan Dimas, Ponaryo Astaman dan Firman Utina. Evan Dimas
adalah pemain fenomenal yang mencuri perhatian kalangan sepakbola saat tampil bersama
Timnas U-19 menjuarai AFC Youth Championship
U-19 2013. Gaya permainannya yang
bergerak box to box dan mampu
mengatur ritme permainan menjadikannya sebagai tipikal playmaker yang ideal. Setelah tampil cemerlang sebagai kapten
Timnas U-19, ia mendapat kesempatan trial di Spanyol bersama klub asal
Catalan, Espanyol. Selama 4 bulan disana, ia mampu memberikan kesan positif
untuk tim rival sekota Barcelona itu.
Selanjutnya
jenderal lini tengah Timnas era 2000-an, Ponaryo Astaman. Ia dipercaya sebagai
kapten Garuda dalam waktu yang cukup lama. Ponaryo Astaman adalah gelandang
pekerja yang bertugas menjaga keseimbangan lini tengah, sebagai peredam
serangan lawan di lini tengah dengan tekel-tekel kerasnya. Kepemimpinannya pun
mampu menggantikan peran yang ditinggalkan Bima Sakti yang cedera parah.
Firman Utina
adalah sosok gelandang pengatur serangan yang mumpuni. Daya jelajah yang tinggi
plus umpan-umpan yang membahayakan pertahanan lawan menjadi andalan Garuda di
setiap turnamen yang ia jalani. Sejak tampil impresif di Piala Asia 2007,
namanya seolah tak tergantikan di lini tengah Garuda. Ia bahkan menjadi pemain
terbaik Piala AFF 2010, satu-satunya pemain Indonesia yang mampu meraih gelar
itu sejauh ini.
4. Depan
Kita beralih ke
lini depan. Sesuai pola 4-3-3, maka ada 3 striker (tridente) yang ada di tim
ini. Setelah menimbang-nimbang banyak nama beken, saya memilih Egy Maulana
Vikri, Boaz Solossa dan Budi Sudarsono. Sama halnya Evan Dimas, Egy Maulana
Vikri telah menjadi fenomena baru sepakbola Indonesia pasca membela Timnas
U-19. Ia bahkan mendapat pengakuan dari dunia internasional akan talentanya
yang luar biasa. Pada turnamen Toulon yang diikuti Timnas U-19 2017 lalu, ia
mendapat penghargaan Jouer Revelation Trophee, sebuah honour untuk pemain yang berpengaruh dalam tim. Sebuah
penghargaan yang pernah disematkan pula untuk Zinedine Zidane dan Cristiano
Ronaldo saat tampil di turnamen yang sama. Ia kemudian melebarkan karirnya di
Eropa, tepatnya di Liga Polandia bersama klub Lechia Gdansk.
Penyerang tengah diisi oleh Boaz Solossa.
Sebetulnya Boaz lebih cocok sebagai penyerang sayap ataupun penyerang lubang.
Tetapi peran sebagai target man juga pas untuknya mengingat ketajaman
dan nalurinya yang luar biasa dalam mencetak gol. Boaz adalah legenda. Dua kali
cedera parah saat membela Timnas, ia tetap mempertahankan kemampuannya sebagai
juru gedor yang handal. Hal ini terbukti dengan gelar topskor Liga Indonesia
yang ia dapatkan pasca pemulihan cedera patah tulang! Penampilannya bersama
Timnas tergolong langka. Pasca Piala AFF 2004 yang melambungkan namanya, ia
melewati turnamen tersebut sampain 4 turnamen yang sama tanpa ada di skuad
Garuda karena berbagai alasan, meski tetap tampil di Kualifikasi Piala Asia dan
Pra-Piala Dunia. Ia baru kembali ke turnamen yang sama pada 2014 atau 10 tahun
pasca penampilan perdananya di ajang tersebut. Meski demikian, ia tetap pemain
penting yang sangat diandalkan kontribusinya. Terlebih ia juga sering dipercaya
sebagai kapten skuad Garuda.
Last but not
least, nama terakhir adalah Budi
Sudarsono. Ia adalah salah satu striker terbaik yang dimiliki Indonesia.
Striker yang juga bisa melebar ke sayap, dan oportunis di depan gawang lawan.
Pemain berjuluk ”Ular Piton” itu mencetak dua gol yang bisa dibilang dua gol
terpenting sepanjang sejarah Timnas di Piala Asia. Gol pertama adalah saat
melawan Qatar di Piala Asia 2004. Gol itu merupakan pembuka sejarah kemenangan
pertama Garuda di tunamen sepabola terbesar di Asia. Indonesia saat itu menang
2-1. Selanjutnya saat Piala Asia 2007. Lagi-lagi Budi menjadi pencetak gol
pembuka kemenangan Merah-Putih atas Bahrain di depan publik sendiri. Skornya
pun identik dengan kemenangan 2004, yaitu 2-1.
4-3-3
Hendro Kartiko
Ismed Sofyan Hamka
Hamzah Firmansyah Erol Iba
Evan Dimas Darmono Ponaryo
Astaman © Firman
Utina
Egy Maulana Vikri Boaz
Solossa Budi
Sudarsono
Pelatih : Ivan Venkov Kolev
Demikian “Timnas Indonesia XI”
yang bermaterikan pemain-pemain pilihan yang pernah membela Merah-Putih
sepanjang 2001-2018. Sebetulnya memang cukup banyak pemain bagus di tubuh
Timnas pada era yang sama, tapi tidak masuk starting
line up seperti Bima Sakti, Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Elie
Aiboy, Ilham Jayakesuma, dan sebagainya. Tim
diatas memang disusun berdasarkan pilihan subjektif saya sendiri, tanpa
mengesampingkan kontribusi pemain-pemain hebat lainnya. Akhir kata, semoga PSSI
semakin jaya dan mampu memajukan sepak bola Indonesia sehingga Timnas Indonesia
mampu bangkit meraih prestasi gemilang di masa mendatang. Salam olahraga…
NB: Mohon maaf bila skema line up-nya berantakan untuk versi mobile. Untuk tampilan yang lebih baik bisa dibuka lewat PC/Laptop. Terima kasih.
NB: Mohon maaf bila skema line up-nya berantakan untuk versi mobile. Untuk tampilan yang lebih baik bisa dibuka lewat PC/Laptop. Terima kasih.
Jadwal Sabung Ayam S128 Terlengkap..Cek Disini Jadwalnya Jadwal Sabung Ayam S128 Paling Lengkap dan Update
BalasHapusMau Nonton Sabung Ayam Setiap Hari?? Silahkan Klik ID Gratis Sabung Ayam
Hubungi Kami di :
WA: +6287785425244