Bandar
Udara atau Bandara, khususnya Bandara Internasional, merupakan pra-sarana yang mempunyai
berbagai manfaat yang penting bagi negara atau daerah yang bersangkutan.
Keberadaan Bandara Internasional antara lain berfungsi sebagai pintu gerbang
menuju negara yang bersangkutan, menggerakkan perekonomian daerah yang
ditempati, serta mengangkat derajat daerah tempat berdirinya bandara di kancah
internasional. Suatu daerah yang belum ada bandara kemudian dibangun sebuah
Bandara Internasional, besar kemungkinan pertumbuhan ekonominya melaju pesat
dan menjadi daerah yang prospektif.
Hampir
seluruh provinsi di Indonesia telah memiliki Bandara bertaraf internasional. Kali
ini pun tidak jarang ada beberapa provinsi yang berencana melakukan
pengembangan bandaranya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas bandara,
bahkan ada juga yang membangun bandara baru yang lebih qualified guna menggantikan bandara yang lama. Salah satu provinsi
di Indonesia yang berencana akan membangun bandara baru adalag Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) yang selama ini telah memiliki Bandara Adisucipto.
Untuk
diketahui, Bandara Adisucipto yang berlokasi di timur kota Yogyakarta,
mempunyai kapasitas 3 juta penumpang per tahun dan memperoleh status bandara
internasional sejak 2004. Namun seiring dengan berjalannya waktu, makin
tingginya jumlah pengguna jasa bandara tersebut, sehingga data terakhir
menyebutkan bahwa kepadatan penumpang telah mencapai 4 juta penumpang per
tahun. Untuk dilakukan pengembangan pun rasanya sudah tidak memungkinkan karena
lahan di sekitar bandara sudah banyak yang terpakai. Terlebih lagi kondisi
lokasi yang sekarang sudah tidak layak untuk keberlangsungan kegiatan bandara
karena letaknya yang relatif berada di wilayah pemikiman penduduk.
Fakta
itulah yang mendasari niat Pemprov DIY yang menandatangi Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Angkasa Pura I untuk
membangun bandara internasional baru guna menggantikan posisi Bandara
Adisucipto. Rencananya bandara baru yang hendak dibangun tersebut akan
dilengkapi fasilitas canggih yang didatangkan dari Republik Ceko dan
pembangunanya melibatkan kontraktor dari India. Bandara baru tersebut didesain untuk menampung 10 juta penumpang per tahun. Menariknya, panjang landasan pacu (runway) direncanakan mencapai 5.400 meter alias 5,4 km (setara Jembatan Suramadu!). Padahal bandara dengan runway terpanjang di Indonesia, Bandara Internasional Hang Nadim di Batam, landasan pacunya 4.025 meter. So, berarti bandara jogja nanti akan menggeser Hang Nadim??
Lokasi
yang hendak dijadikan tempat berdirinya bandara baru pun dicari. Setidaknya ada 6 calon yang dinilai
kelayakannya, namun hanya dua lokasi yang paling menonjol untuk dijagokan,
yakni Kecamatan Sanden di Bantul dan Kecamatan Temon di Kulon Progo. Kedua daerah tersebut memang
dinilai ideal untuk dijadikan lokasi bandara karena letaknya yang berada di
pesisir pantai. Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Prostal) Universitas
Gadjah Mada mendapat kepercayaan untuk melakukan pra studi kelayakan (feasibility study) terhadap calon-calon
lokasi bandara.
Setelah
melakukan peninjauan dan penilaian secara seksama terhadap beberapa calon
lokasi yang diajukan, pada pertengah bulan maret kemarin Prostal UGM telah
mengumumkan hasil pra studi kelayakannya. Dan lokasi yang dinilai paling tepat
untuk dijadikan lokasi pembangunan bandara pun akhirnya jatuh kepada Kecamatan
Temon, Kabupaten Kulon Progo. Keputusan ini pun mendapat sambutan positif dari
Pemkab Kulon Progo yang sejak awal tampaknya memang sudah optimis wilayahnya terpilih menjadi lokasi pembangunan
bandara. Rencana pembangunan bandara di Temon sekaligus menambah daftar mega
proyek yang hendak dibangun di Kabupaten yang terletak di sebelah barat Sungai
Progo tersebut menyusul rencana pembangunan pelabuhan perikanan di Tanjung
Adikarto yang telah santer diberitakan sebelumnya.
Sebagai
warga jogja tentu saya mendukung segala kebijakan yang ditujukan untuk
membangun daerah agar lebih maju dan sejahtera. Meskipun baru tahap pra studi
kelayakan, seandainya memang benar bandara akan dibangun di Temon, ada beberapa
hal, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai masukan, yang menurut saya cukup
penting untuk dilaksanakan, ketika bandara sedang dibangun maupun ketika selesai
dibangun. Pertama, saya menyarankan konsep bandara baru nantinya dibangun
dengan arsitektur tradisional. Konsep pengembangan Bandara Ngurah Rai di Bali
bisa dijadikan contoh. Arsitektur bandara di pulau dewata itu akan direnovasi dengan
arsitektur gaya tradisional Bali. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk
melestarikan nilai budaya daerah, tapi sekaligus untuk daya tarik tersendiri
bagi wisatawan yang datang melalui bandara yang bersangkutan. Apalagi DIY juga seperti
Bali, sama-sama tempat tujuan wisata utama di Indonesia. Dengan mengedepankan
arsitektur khas Jawa secara tidak langsung menegaskan eksistensi DIY sebagai
salah satu pusat kebudayaan yang menjadi tujuan pariwisata di pulau tersebut.
Kedua,
saya menyarankan bila bandara sudah jadi, kawasan di sekitar bandara, di semua
sisi bandara baik utara, barat, timur, selatan sebisa mungkin harus steril dari
aktivitas penduduk, apalagi pemukiman penduduk. Minimal sejauh 2 km. Hal ini
penting bukan hanya agar kegiatan bandara lancar, tapi lebih untuk ke
antisipasi jangka panjang. Belajar dari pengalaman selama ini dimana untuk membangun atau mengembangkan infrastruktur, salah satu kendala terberat adalah
pembebasan lahan. Bandara Soekarno-Hatta bisa dijadikan contoh konkrit. Rencana
pemerintah untuk mengembangkan bandara tersebut terkendala pembebasan lahan
karena kawasan di sekitar Bandara sudah banyak dijadikan tempat aktivitas
penduduk bahkan untuk pemukiman. Dengan melakukan sterilisasi sejak dini
terhadap kawasan sekitar bandara, kemungkinan akan lebih mudah dalam
mendapatkan lahan bila suatu saat hendak melakukan pengembangan.
Masukan
ketiga tentang akses menuju bandara. Bila dilihat di peta, wilayah Temon
terletak di ujung barat pesisir selatan Kulon Progo, berbatasan langsung dengan
Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah). Saya tidak tahu detail berapa kilometer
jarak antara Temon dengan pusat kota Jogja. Yang jelas amat sangat jauh sekali
dibandingkan dengan Bandara Adisucipto yang sekarang. Untuk itu perlu
dipikirkan sarana maupun pra-sarana yang tepat untuk menunjang akses dari dan
menuju bandara. Saya cenderung lebih setuju bila menggunakan moda transportasi
berbasis rel, alias kereta api sebagai akses bandara. Karena moda kereta api
selain cepat dan lancar (bebas hambatan karena berjalan di rel), kapasitasnya
massif dan tergolong aman dan nyaman. Akan berbeda halnya bila seandainya
Pemprov DIY membangun jalan tol Jogja-Temon untuk akses ke bandara. Jalan tol
memang lancar, tapi tidak efisien karena penggunanya harus memakan waktu lebih
lama di perjalanan dan boros BBM. Bila perlu akses relnya nanti dibuat double track agar lebih efektif dalam
memobilisasi penumpang dari dan menuju bandara.
Terakhir,
masih berhubungan dengan saran ketiga tadi. Pembangunan bandara hendaknya
terintegrasi dengan stasiun kereta api yang melayani penumpang dari dan menuju
bandara. Sehingga begitu calon penumpang turun dari kereta di stasiun, mereka
tinggal berjalan kaki menuju bandara karena stasiun tempat pemberhentiannya memang
terletak di dalam kawasan bandara. Semua saran diatas tidak terlepas dari ketentuan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang bunyinya :
"Bandar udara sebagai bangunan gedung dengan fungsi khusus, pembangunan wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan, kelestarian lingkungan serta keterpaduan intermoda dan multimoda."
Rencana
pembangunan bandara internasional di Kulon Progo memang sudah sepatutnya dilakukan
oleh Pemrov DIY dalam rangka melaksanakan pelayanan publik. Keberadaan infrastruktur
yang layak memang menjadi pra-sayarat dapat berkembangnya suatu daerah. Kelak
bila bandara baru itu jadi, tak jauh dari bandara akan dibangun hotel-hotel
untuk akomodasi penumpang, rumah-rumah makan, tempat perbelanjaan, dan
sebagainya. Keberadaan tempat-tempat itu tentu akan membuka lapangan kerja baru
yang menyerap tenaga-tenaga kerja setempat sehingga mengurangi pengangguran dan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu dengan bertumbuhnya hotel-hotel
dan restoran juga berimbas terhadap meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD)
karena pajak hotel dan restoran masuknya ke kas Kabupaten/Kota.
Dengan adanya rencana pembangunan bandara dan
pelabuhan kiranya menjadi sinyal bangkitnya pembangunan di Kulon Progo. Apalagi
belum lama ini pemerintah juga hendak membangun industri besi-baja di kabupaten
yang beribukota di Wates itu yang tentunya akan menyerap lebih banyak lagi
tenaga kerja. Apabila ketiga mega proyek tersebut terealisasi, bukan tidak
mungkin perekonomian Kulon Progo bakal lebih menggeliat dan berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar