Selasa, 15 November 2016

Nostalgia Timnas di Piala Tiger 2004 (sekarang Piala AFF)

Sebetulnya saya sudah sejak lama vakum mengikuti perkembangan sepakbola, baik lokal maupun mancanegara. Namun dengan keikutsertaan Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2016 (sekaligus debut ajang internasional pasca sanksi FIFA), memori saya diingatkan kembali pada momen kala Timnas tampil di ajang tersebut tahun 2004. Kala itu turnamen sepakbola antar negara ASEAN dimaksud masih bernama Piala Tiger. Mengapa Piala Tiger 2004? Karena sepanjang pengamatan saya pada sepak terjang Timnas Indonesia, penampilan di Piala Tiger 2004 adalah yang terbaik…

Jelang turnamen
Sebelum tampil di Piala Tiger 2004, Tim Garuda bisa dibilang tak punya waktu persiapan yang cukup. Bahkan masa TC mereka jauh dari kata ideal untuk membentuk sebuah Tim Nasional yang tangguh. Alasannya tak lain adalah kompetisi liga domestik yang padat (dan molor) kala itu. Meskipun tidak punya waktu untuk menghelat pertandingan uji coba internasional, kebetulan saat itu Timnas sedang menjalani kualifikasi Piala Dunia 2006 Zona Asia. Maka dijadikanlah sisa laga kualifikasi Piala Dunia (yang sudah tak lagi menentukan) sebagai “uji coba” Tim Merah-Putih jelang tampil di kejuaraan ASEAN.
Ada dua pertanding sisa kualifikasi Piala Dunia yang dijalani, yakni melawan Arab Saudi dan menghadapi Turkmenistan. Keduanya sama-sama dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno, dan sama-sama pula berakhir dengan skor 3-1. Bedanya, skor 3-1 yang pertama adalah kemenangan Arab Saudi, sedang sisanya adalah kemenangan Timnas sekaligus penutup rangkaian pertadingan Kualifikasi Piala Dunia yang dijalani selama 2004.
Namun perlu digarisbawahi, bahwa pertandingan melawan Arab Saudi yang disebut tadi merupakan momen yang special. Bukan karena hasil akhirnya, tapi pada pertandingan itulah seorang pemuda Papua berusia 18 tahun mencatatkan debutnya bersama Tim Merah-Putih di ajang internasional. Dialah Boaz Theofilius Erwin Solossa, pemain yang kelak menjadi bintang andalan Timnas Indonesia. Meski tidak mencetak gol di pertandingan debutnya, penampilan striker asal Sorong itu mampu memukau sekaligus memberikan harapan baru kepada Timnas dan para pecinta sepakbola tanah air.
Dipilihnya nama Peter Withe sebagai juru taktik Timnas pasca Piala Asia 2004 turut memberi warna tersendiri bagi Timnas. Pasalnya kala itu pula, nama Peter Withe telah dikenal sebagai pelatih sukses di Asia Tenggara karena mampu membawa Thailand juara di 2 edisi Piala Tiger sebelumnya (2000 dan 2004), medali emas SEA Games 1999, semifinalis Asian Games 1998 dan berprestasi di Piala Asia 2000 dan Kualifikasi Piala Dunia 2002. Dibekali pemain-pemain bagus yang banyak memasuki usia emas, kehadiran Withe pun diharapkan memberi prestasi tinggi pula untuk sepak bola Indonesia.

Saat Turnamen
Maka Piala Tiger 2004 pun dimulai. Pertandingan perdana dijalani Indonesia menghadapi Laos. Pertandingan tersebut menjadi panggung pertunjukan bomber-bomber maut Garuda yang bermaterikan Ilham Jayakesuma, Elie Aiboy dan the rising star, Boaz Solossa. Tak tanggung-tanggung, gawang Laos digelontor 6 gol tanpa balas dan membuahkan poin penuh Indonesia di laga perdananya.
Source: bola.net

Sepanjang penyisihan grup Indonesia bak raksasa ngamuk yang tanpa ampun melumat lawan-lawannya. Selain Laos, Kamboja dan tuan rumah Vietnam turut menjadi korban keganasan Garuda yang dikapteni Ponaryo Astaman. Vietnam yang bermain sebagai tuan rumah, dibungkam tak berdaya di hadapan pendukungnya sendiri. Skornya pun cukup telak, 3-0. Penyisihan grup ditutup dengan kemenangan 8-0 Indonesia atas Kamboja. Dari 4 pertandingan penyisihan grup, Indonesia berada di puncak klasemen dengan mencatatkan 3 kemenangan, satu kali imbang dan menorehkan membukukan 17 gol tanpa kebobolan satu pun! Cuma Singapura satu-satunya tim yang berhasil mencuri poin dari Indonesia saat bermain imbang 0-0 di laga kedua penyisihan grup.
Memasuki fase knock out, ekspektasi dan optimisme terhadap Timnas semakin tinggi saja. Setelah keluar sebagai juara grup dengan torehan yang fantastis, Indonesia berhadapan dengan tim negeri jiran Malaysia di semifinal. Pertandingan babak ini (dan selanjutnya) menggunakan system home-away, dimana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah di leg pertama. Bermain di Gelora Bung Karno, pertandingan Indonesia vs Malaysia disesaki pendukung Garuda di tribun penonton. Baru 5 menit permainan berjalan, Kurniawan Dwi Yulianto membuat stadion bergemuruh setelah sundulan akuratnya menjebol gawang Harimau Malaya sekaligus membuka skor untuk tuan rumah Indonesia.
Sayangnya gol tersebut menjadi satu-satunya gol yang diciptakan Indonesia di pertandingan itu. Dan hasil yang didapat pun di luar dugaan. Indonesia justru kalah di kandang sendiri melawan Malaysia di leg pertama semifinal Piala Tiger 2004. Hasil ini praktis memperberat peluang Boaz Solossa dkk. untuk bisa lolos ke babak puncak. Mau tak mau mereka harus menang pada leg kedua di kandang lawan!
Maka selajutnya pertandingan semifinal leg kedua dihelat di Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan beban mengejar defisit kekalahan 1-2 di Jakarta, babak Final serasa cukup jauh dari harapan. Dan harapan itu semakin kabur setelah Malaysia mencetak gol di pertandingan itu dan membuka skor 1-0. Alhasil, Indonesia harus mengejar defisit 3 gol. Namun masuknya Kurniawan sebagai pemain pengganti di babak kedua agaknya memberi inspirasi baru untuk Timnas yang nyaris kehilangan harapan di pertandingan.
Source: wikipedia.org
Aksi Kurniawan yang membuahkan gol lewat sepakan kerasnya sekaligus menjadi trigger bangkitnya semangat Timnas untuk mengejar kemenangan. Terbukti setelah papan skor imbang 1-1, gol-gol lain untuk Timnas tercipta lewat sundulan Charis Yulianto, sepakan Ilham Jayakesuma dan aksi individu berkelas dari Boaz Solossa. Apa yang terjadi? Skor berakhir 4-1 untuk kemenangan Indonesia di kandang lawan, dan lolos ke babak puncak! Ini adalah pertandingan dengan hasil paling fantastis selama saya menyaksikan Timnas…
Benar saja. Kemenangan spektakuler itu mengantar Indonesia lolos ke Final. Dan lawan yang dihadapi adalah tim yang sudah tak asing lagi karena sebelumnya sudah bersua di penyisihan grup. Lawan yang dimaksud adalah satu-satunya tim yang berhasil mencuru poin dari Indonesia di penyihan grup, yaitu Singapura. Sama seperti babak semifinal, Indonesia kembali mendapat kesempatan tuan rumah di leg pertama Final.
Untuk keduakalinya Stadion Utama Gelora Bung Karno dipenuhi supporter-suporter yang mendukung Merah-Putih bertanding. Pertandingan berjalan antara kedua belah tim. Ekspektasi mengangkat trofi Piala Tiger untuk pertama kalinya kian membubung tinggi. Namun baru beberapa menit permainan berlangsung, gawang Indonesia dikejutkan oleh gol pemain naturalisasi Singapura.
Tertinggal satu gol membuat permainan Ponaryo Astaman cs. kian agresif. Namun gawang Hendro Kartiko lagi-lagi harus bobol sehingga skor menjadi 2-0 untuk tim tamu, dan bertahan hingga turun minum. Sebetulnya permainan Indonesia tidak buruk dalam pertandingan ini. Hanya saja Singapura lebih beruntung dan oportunis dalam memanfaatkan setiap peluang dan serangan balik. Babak kedua pun sama saja. Dominasi Garuda atas The Lions di lapangan harus pupus setelah Singapura mencetak gol ketiganya yang membuat Timnas mulai merelakan kekalahannya di kandang sendiri. Gol Mahyadi Panggabean di akhir pertandingan menjadi penutup drama leg pertama final yang berakhir 3-1 untuk kemenangan Tim Singa.
Pertandingan selanjutnya sekaligus laga pamungkas dihelat di kandang Singapura. “Gol hiburan” Mahyadi Panggabean saat memperkecil skor jadi 1-3 di Jakarta lalu dijadikan modal Timnas untuk bangkit. Bukan tanpa alasan mengingat pada semifinal Indonesia juga kalah di kandang tapi mampu bangkit dan menang saat bertandang. Namun pertandingan leg kedua final Piala Tiger 2004 agaknya menjadi titik klimaks penampilan Garuda. Babak pertama berakhir dengan keunggulan 2-0 untuk tuan rumah Singapura.
Pertandingan babak kedua hanya menjadi menit-menit hitung mundur resminya gelar juara Piala Tiger untuk Singapura. Meskipun tetap memberi perlawanan sengit, Indonesia hanya mampu menambah satu gol sekaligus menjadi gol terakhir Timnas di turnamen tersebut. Peluit panjang dibunyikan sebagai tanda berakhirnya pertandingan final leg kedua. Skor 2-1 untuk Singapura menjadikan Tim Singa keluar sebagai Kampiun ASEAN 2004, setelah unggul agregat 5-2 atas Indonesia. Bagi Indonesia, hasil ini adalah hattrick mereka sebagai runner up kejuaraan itu setelah sebelumnya mendapat hasil yang sama pada edisi 2000 dan 2002.

Pasca tunamen
Meskipun (kembali) gagal mengangkat trofi juara, Tim Indonesia tetap mendapat sanjungan yang tinggi. Saya mendapat beberapa catatan dari penampilan impresif Timnas saat itu, berikut uraiannya.
ü  Di level individu Indonesia mendapat gelar top scorer (pencetak gol terbanyak) melalui striker Ilham Jayakesuma (7 gol). Gelar ini adalah yang ketiga kali berturut-turut diraih pemain Indonesia setelah sebelumnya Gendut Doni  (2000) dan Bambang Pamungkas (2002) mendapat gelar serupa.
ü  Nama Boaz Solossa kian melambung namanya di kancah sepak bola setelah turnamen ini
ü  Kombinasi Boaz Solossa, Ilham Jayakesuma dan Elie Aiboy menjadi kombinasi paling maut yang pernah dimiliki Timnas sepanjang sejarah keikusertaan Piala AFF.
ü  Selain trisula Boaz-Ilham-Elie, peran bek sayap Ismed Sofyan dan Ortizan Solossa turut menjadi alasan diseganinya serangan Timnas lewat sayap.
ü  Sosok Peter Withe sebagai pelatih tim tentu memegang peranan penting di balik layar penampilan impresif Timnas di Piala Tiger 2004. Ia dikenal sebagai pelatih yang pandai memotivasi pemain. Pasca turnamen, Withe memperkenalkan pola 4-4-2 kepada sepakbola Indonesia yang sebelumnya akrab dengan pakem 3-5-2.
ü  Rekor gol Timnas 17-0 sepanjang penyisihan grup belum ada yang menyamainya sama sekali sampai mejelang Piala AFF 2016 (saat catatan ini dibuat).
ü  Setelah berakhirnya Piala Tiger 2004, Timnas senior bisa dibilang vakum dari ajang resmi sepakbola internasional sepanjang 2005-2006. Sebetulnya ada kualifikasi Piala Asia 2007, namun karena Indonesia bertindak sebegai salah satu tuan rumah, maka sudah seharusnya otomatis lolos tanpa melewati kualifikasi.
ü  Butuh 3 edisi tunamen pasca 2004 bagi Timnas untuk bisa kembali merasakan babak puncak turnamen. Ini terjadi pada Piala AFF 2010 dimana Timnas kembali melaju hingga Final sebelum dihentikan Malaysia dan kembali menjadi runner up untuk keempat kalinya di ajang tersebut.
ü  Meskipun penampilan Timnas di Piala AFF 2010 tergolong impresif dan mendapat apresiasi banyak kalangan, bagi saya Timnas edisi Piala Tiger 2004 tetap yang terbaik. Semoga tak perlu menunggu waktu lama lagi untuk melihat performa Timnas yang impresif dan mampu memberi kebanggaan lewat prestasi-prestasi gemilang...

Bonus Video (Youtube)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...