Jumat, 24 Mei 2013

Sepenggal Kisah : Mimpi Habibie, Mimpi Bangsa Indonesia



Negara maju (Developed Country). Dua kata yang menjadi cita-cita semua negara yang ada di dunia ini. Guna mencapainya, pembangunan yang merata di segala bidang mutlak harus dilakukan. Peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat menjadi acuan. Salah satu misi yang harus dipenuhi guna menggapai asa menjadi negara maju adalah penguasaan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), yang diterapkan salah satunya dalam bentuk industri berbasis teknologi tinggi (Hi-Tech). Kabar baiknya, Indonesia telah merintis hal itu sejak puluhan tahun silam.
Tepatnya adalah tanggal 26 April 1976. Pemerintahan Orde Baru yang tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang berdasar GBHN dan beberapa Repelita-nya, mendirikan industri pesawat terbang yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Tentu  mudah ditebak maksud dan tujuan mereka itu. Mendirikan industri berbasis teknologi tinggi yang bertujuan agar Indonesia mampu menciptakan produk-produk modern hasil rekayasa teknologi yang memiliki nilai jual yang bersaing dengan produk-produk negara maju, dalam wujud pesawat tentunya.
Tingginya nilai strategis industri pesawat terbang  tersebut membutuhkan sosok yang benar-benar berkompeten memimpinnya. Presiden Soeharto pun mengundang putra Indonesia yang menuntut ilmu di Negeri Bavaria untuk pulang dan mengembangkan industri dirgantara Indonesia. Putra Indonesia yang dimaksud adalah Bachrudin Jusuf Habibie, seorang  insinyur yang mengenyam pendidikan di Jerman. Beliau pun didaulat untuk mengemban amanat menjadi direktur di perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. Dan jadilah Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang diproyeksikan sebagai pabrik pesawat terbang buatan putra-putri Indonesia.
Setelah cukup lama berdiri, tepatnya di tahun ketujuh (1983) IPTN menghasilkan produk komersial pertamanya. Produk yang dimaksud adalah Pesawat CN-235, hasil kerjasama dengan industri pesawat terbang Spanyol, Construcciones Aeronauticas SA (CASA). Hasilnya pun memuaskan. Resmi dipasarkan tahun 1986, CN-235 sukses menjadi pesawat terlaris di kelasnya.[1] Nama CN-235 sendiri bukan tanpa arti. C adalah kode untuk CASA, N berarti Nusantara, 2 adalah jumlah mesinnya dan 35 merupakan jumlah kapasitas penumpangnya. CN-235 biasa berfungsi sebagai pesawat angkut militer.
Kejayaan IPTN yang dipimpin oleh BJ Habibie pun mulai menggoreskan tinta emas dalam sejarah Indonesia. Industri Pesawat Terbang Nurtanio, yang sejak 1985 berganti menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara, berhasil menyelesaikan proyek kebanggaannya pada 1990-an. Proyek itu adalah prototype sebuah pesawat propeller canggih yang murni didesain dan dikerjakan fisiknya oleh IPTN sendiri. Momen bersejarah pun terjadi.  Tanggal 10 Agustus 1995, 7 hari menjelang HUT special kemerdekaan Indonesia yang ke-50. Pesawat N-250 Gatotkaca buatan IPTN terbang perdana membelah langit kota Bandung, diiringi tepuk tangan dan decak kagum para hadirin yang menyaksikan langsung acara launching terbang perdana pesawat tersebut. Diantara mereka adalah Presiden Soeharto, Ibu Negara Tien Soeharto, sejumlah wartawan dari dalam dan luar negeri dan tentu saja sang arsitek pesawat, BJ Habibie. Setahun kemudian varian kedua yang diberi nama Krincing Wesi, menyusul terbang perdana.
Indonesian pride. Kalimat itu layak disematkan untuk proyek N-250 yang memang bukan pesawat sembarangan. N-250, yang terdiri dari 4 varian, merupakan pesawat terbang pertama di dunia yang menerapkan teknologi fly by wire. [2] Untuk diketahui, sistem fly by wire merupakan sistem kendali yang menggunakan sinyal elektronik .[3]
Belum sempat resmi N-250 dipasarkan (harus memenuhi jam terbang dulu) karena baru diresmikan penerbangan perdananya, di waktu yang sama Presiden Soeharto mengumumkan proyek berikutnya yang lebih hebat. Adapun proyek yang dimaksud adalah pesawat N-2130, sebuah pesawat jet rancangan asli IPTN. Namun satu masalah besar terjadi pada tahun 1997. Krisis moneter yang menjalar ke beberapa negara Asia telah menjangkit Indonesia dan merusak berbagai sendi kehidupan negeri tersebut. Perekonomian lumpuh. Muncullah “pahlawan” yang datang membantu Indonesia guna mengatasi krisis yang menghantam. Sayangnya, mereka mengajukan beberapa syarat yang salah satunya menjadi kabar buruk bagi IPTN. Indonesia diminta untuk menghentikan proyek pembuatan pesawatnya.[4] Buyarlah impian Indonesia untuk menerbangkan pesawat buatannya sendiri. Jangankan N-2130. Pesawat N-250 pun tepar sebelum mencapai finish. Dua varian yang sedianya menyusul terbang perdana, batal seketika.


Lima belas tahun berlalu. Dua purwarupa pesawat N-250 (Gatotkaca dan Krincing Wesi) yang sempat menjadi bintang di pertengahan 1990-an, kini hanya menjadi pajangan di apron milik PT Dirgantara Indonesia (perubahan nama IPTN sejak 2000), sebelah Bandara Husein Sastranegara Bandung. Apakah peluang untuk menerbangkannya kembali benar-benar tertutup? Kedengarannya tidak bagi BJ Habibie. Tahun 2012 lalu, Pak Habibie mengutarakan rencananya untuk membangkitkan kembali proyek N-250. Bahkan bersama anak kandungnya, mereka akan membuatnya lebih modern.
Diawali dengan mendirikan perusahaan pembuat pesawat swasta pertama di Indonesia (gabungan perusahaan milik anak sulung Habibie dan perusahaan milik mantan direktur Bursa Efek), digagaslah sebuah pesawat turboprop yang dirancang untuk bersaing merebut pasar di kelasnya. Target yang dipasang pun jelas, yakni terealisasi tahun 2018.[5] Namun disini saya melihat sedikit kerancuan. Apakah yang dimaksud 2018 itu baru prototype-nya saja, atau sudah diproduksi massal untuk dipasarkan?
Apapun itu, kita semua patut berharap impian Pak Habibie, atau skala yang lebih besar, impian Bangsa Indonesia untuk menciptakan produk dirgantara buatan sendiri dapat segera terwujud. Untuk  menjadi negara maju, tentu kita harus berdiri sejajar negara-negara maju. Penguasaan bidang teknologi adalah salah satu misi yang harus dituju. Dengan usaha dan dukungan yang cukup, plus keyakinan yang mumpuni, bukan tidak mungkin pesawat propeller hanya lompatan pertama yang akan segera disusul lompatan-lompatan besar berikutnya. Anda mengerti maksud saya? Awal 1990-an, Pak Habibie pernah berkomentar bahwa kualitas industri pesawat China jauh dibawah IPTN. Namun sekarang, China telah menjadi negara Asia pertama yang mampu menciptakan pesawat tempur siluman (dua kali). Bahkan negara Asia pertama yang berhasil melancarkan program pengiriman misi luar angkasa berawak, melaui program Shenzhou-nya.

Jumat, 03 Mei 2013

La Cita (9)


"Saya susah, tapi ada yang lebih susah dari saya; Saya menderita, tapi ada yang lebih menderita dari saya; Saya sedih, tapi ada yang lebih sedih dari saya; Saya sakit, tapi ada yang lebih sakit dari saya...
Rupanya saya lebih senang dari mereka. Rupanya saya lebih bahagia dari mereka. Rupanya saya lebih gembira dari mereka. 
Rupanya saya lebih sehat dari mereka. Alhamdulillah Yaa Allah, bersyukur dengan adanya kita..."                                                                                        
          - Jeffry Al Buchory -

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...