Kamis, 19 Oktober 2017

Memetik Keniscayaan

 
Pixabay

Ku lihat indahnya hamparan bunga-bunga 
Di bawah kolong-kolong langit semesta 
Bertebaran di taman-taman realita
Bagai Shangri-La yang utopia

Apalah dayaku seorang bujang 
Hanya terdiam berkelu lidah
Tatkala cuma bisa menerawang
Godaan kuntum-kuntum yang merekah
Hanya bertopang dagu, menelisik bayang

Bagaimana bisa hamba petik setangkai
Jikalau kakunya tangan ini
Tak mampu bergerak barang se-centi
Sekalipun tergerak mendekati
Alih-alih dapat setangkai
Jemari langsung diancam duri!

Duri-duri yang terus tersenyum satir
Tertawai siasatku yang belum mahir
Dengan kerling-kerling mata yang mencibir
Menanyaiku, "Kapan upayamu berakhir?"

Sekali lagi aku terpaksa bertopang dagu
Tercenung diam aku termangu
Mengukir ambisi dalam relung kalbu
Tanpa mengumbar impresi buru-buru
Tak 'kan mati upayaku untuk memetikmu!

Mungkinkah jatuh setangkai seiring waktu?
Dan ku miliki hingga akhir waktu?

Jikalau bukan demikian
Apakah benar adanya,
Keniscayaan bertabir kemustahilan?
Lalu bagaimana ku harus menyibak tabirnya
Demi membuktikan sebuah keniscayaan?

Gusti Yang Maha Petunjuk
Gusti Yang Maha Pembuka
Dekatkanlah keniscayaan itu sampai pelupuk
Dan satukanlah kami dalam suka dan duka


Jakarta, 18 Oktober 2017
Written by: Ali-aliyonk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...