Minggu, 30 September 2018

Dialah Bumi...


Source: Pixabay


Masih setia dengan ketulusan alaminya
Berputar kelilingi orbitnya yang elips
Mengitari Raja Siang dengan tarian anggun tak berlelah
Bersama kawanannya dalam satu lintasan 
yang turut larut dalam harmoni sistem tata surya 
Atraksi kosmik di sejengkal titik semesta raya

Dialah Bumi, dimana taman sari takdir-Nya bersemi...
Tersenyum wajahnya, kala dibasuh cerah sinar sang surya
Seolah berucap, "Semoga harimu menyenangkan hai kehidupan..."
Sekalipun ia tak sanggup jua menafikan
Sisi gelap yang menyelimuti bagiannya yang lain
Sisi gelap yang seakan menjadi medium batinnya
Yang seolah-olah bertanya, "Sampai kapan aku mampu menopangmu..."

Maka terjebaklah ia dalam ruang nostalgia
Saat kali pertama ia diamanahi sang Pencipta
Dari masa 3,8 milyar tahun silam hingga tiba di masa sekarang
Lima kali sudah ia menjadi saksi 
Kepunahan massal yang tak semata memberinya sesal
Juga kenangan-kenangan pahit yang akhirnya menyublim 
Menjadi kabut misteri bagi kehidupan setelahnya

Dialah Bumi, dimana segala ekosistem kehidupan bersemi
Dengan lesung-lesung manis menghiasi paras ayunya
Aliran sungai Nil mencibir gaharnya Gurun Sahara
Derasnya sungai Zambezi asyik menggodai Victoria Falls
Riangnya Iguazu menghibur murungnya Patogonia 
Mauna Kea tersenyum-senyum saja melihat angkuhnya Sagarmatha 
Sementara Palung Mariana masih nyaman dengan kesendiriannya

Dialah Bumi, dimana ladang-ladang kehidupan bersemi...
Ladang-ladang kehidupan hayati dan juga insani
Ia hanya bisa tersenyum getir
Kala melihat pongahnya manusia-manusia
Yang teranjur jumawa oleh pernak-pernik yang tak seberapa
Seolah ia bergumam, "Andai kalian tahu,
betapa kepunahan massal itu adalah janji-Nya yang nyata..."


Jakarta, 30 September 2018
Written by: Ali-aliyonk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Surat untuk sang Waktu

Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...