"Pekerjaan yang paling banyak makan waktu untuk diselesaikan adalah pekerjaan yang tidak pernah dimulai."- J.R.R. Tolkien -
Minggu, 30 Desember 2018
La Cita (12.2.k)
Rabu, 26 Desember 2018
Sumbangsih Bahasa Indonesia untuk "Bahasa Dunia"
Sebagaimana
telah lama kita ketahui, bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang
berlaku di negara kita tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak kali
pertama diikrarkan pada momen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 silam, maka 9
dasawarsa sudah bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang dijunjung dan
diutamakan penggunaannya oleh bangsa yang menghuni dari Sabang sampai Merauke
ini.
Bila
ditinjau dari materi kosakata dan struktur kalimat, dapat dikatakan Bahasa
Indonesia merupakan hasil pengembangan dari Bahasa Melayu, meskipun
kenyataannya banyak sekali modifikasi pada pelafalan, ejaan, gaya bahasa dan
sinonim-sinonim kosakata tertentu yang dipengaruhi pula oleh bahasa
daerah-daerah di wilayah Indonesia. Artinya, meskipun sepintas mirip Bahasa
Melayu, kita tetap mudah saja menemukan banyak perbedaan pada detail-detailnya.
Bahasa
Indonesia yang dituturkan oleh lebih dari 250 juta jiwa, memang secara
kuantitas masih dibawah bahasa-bahasa lain yang lebih banyak dituturkan di
dunia seperti Bahasa Mandarin, Bahasa Perancis, Bahasa Spanyol, dan tentu saja
bahasa internasional, Bahasa Inggris. Tapi meskipun “hanya” digunakan tak
kurang dari 3,7% populasi dunia (asumsi penduduk dunia 7 milyar), bukan berarti
tak ada sumbangsih bahasa persatuan kita ini dalam “bahasa dunia”. Ada cukup banyak kosakata bahasa Indonesia yang diserap dalam bahasa Inggris, namun disini saya menyampaikan 3 diantaranya berikut asal-usulnya. Apa sajakah kosakata-kosakata itu, inilah uraiannya.
1.
Bantam
Source: pixabay.com |
Pernahkah
anda mendengar pertandingan Tinju Kelas Bantam? Kelas Bantam (Bantamweight) merupakan salah satu
kategori kelas dalam pertandingan tinju untuk bobot 53-55 kg (dibawah kelas
bulu).[1]
Kata Bantam sendiri merujuk pada istilah "Bantam Chicken" yang berarti Ayam Kate dalam Bahasa Inggris.
Mengenai penyebutan “Bantam” dalam Bahasa Inggris untuk Ayam Kate bukanlah
tanpa sebab. Hal tersebut bermula pada tahun 1700-an ketika pedagang-pedagang
Eropa singgah di pesisir Jawa Barat, tepatnya di wilayah Banten.[2]
Disana mereka menemui jenis Ayam yang bertubuh sangat mungil tak seperti
lazimnya ayam-ayam pada umumnya. Karena mereka baru pertama kali melihat ayam
sejenis itu di Banten, maka disebutlah Unggas yang biasa kita kenal Ayam Kate itu
dengan sebutan Bantam (pelafalan
mereka untuk nama Banten). Selanjutnya istilah tersebut diserap pula dalam Bahasa Inggris menjadi Bantam Chicken.
2. Amok/Amuck
Source: pixabay.com |
Anda
tentu tak asing dengan istilah “orang
ngamuk”. Kata “amuk” merupakan
sebuah kosakata yang merujuk pada sikap brutal (baik verbal maupun tindakan
fisik) yang merupakan luapan amarah yang diluar batas. Kata amuk ini pun
diserap dalam perbendaharaan Bahasa Inggris dengan penulisan “Amok” atau “Amuck”. Mengenai muasal penggunaan kata amok dalam bahasa Inggris,
hal ini tak terlepas dari pendudukan Pulau Jawa oleh mereka pada tahun 1800-an.
Suatu
ketika orang-orang Inggris melihat gelagat atau perilaku yang ditunjukkan oleh
orang lokal ketika meluapkan emosi dengan tindakan yang tak biasa di mata
orang-orang bule itu.[3]
Mereka mendapati istilah “amuk” atau “ngamuk” dari orang-orang sekitar yang
menunjuk perbuatan tersebut dan mereka pun akhirnya menggunakan istilah yang
sama untuk menggambarkan perbuatan yang sama. Hanya saja dalam penulisannya
mereka menggunakan susunan huruf yang sesuai pelafalan atau spelling mereka sendiri, yaitu “amok” atau “amuck”.
3. Bamboo
Source: pixabay.com |
Untuk yang satu ini sebetulnya tidak sepenuhnya kata bahasa
Indonesia yang diserap dalam Bahasa Inggris. Adapun maksud “tidak sepenuhnya”
karena kata “bambu” yang diserap menjadi “bamboo” ini aslinya merupakan
kosakata bahasa Kannada (untuk istilah tumbuhan yang sama), sebuah bahasa yang
dituturkan di anak benua India.[4]
Namun kata bambu yang kemudian diserap Bahasa Inggris yang dimaksud adalah kata
yang digunakan oleh orang Nusantara untuk tumbuhan hijau berbatang tinggi
menjulang itu.
Minggu, 02 Desember 2018
Mitra Independen untuk Pengawasan Sepakbola, Perlukah?
Realitas sepakbola nasional
sepanjang 2018 tengah mengalami pasang surut dalam dinamikanya. Persatuan
Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) selaku induk organisasi yang menaungi
lagi-lagi tak dapat dipisahkan dalam berbagai permasalahan yang mendera. Mulai
dari kematian suporter yang kembali terjadi menyusul tahun-tahun sebelumnya, kegagalan
akan kesepakatan kontrak dengan pelatih pilihan, hingga kegagalan Timnas senior
menembus semifinal Piala AFF 2018. Sederet permasalah itu kian terlengkapi oleh
mencuatnya skandal pengaturan skor (match
fixing) yang terjadi dalam babak lanjutan Liga 2, kompetisi kasta kedua
Liga Indonesia sejak 2017 lalu.
Source: https://pixabay.com |
Sebetulnya bila kita mencoba melihat
secara keseluruhan, pencapaian sepakbola Indonesia selama 2 tahun terakhir
tidaklah terlalu buruk. Timnas U-23 mampu meraih medali perunggu SEA Games 2017 (lebih baik dari SEA Games 2015 yang nihil medali), dan lolos 8 besar Asian
Games 2018 (mempertahankan capaian sebelumnya). Timnas U-19 membuat sejarah
dengan lolos penyisihan grup Piala Asia U-19 sejak 1978, sementara Timnas U-16
berhasil menjuarai Piala AFF U-16 2018 dan mengukir sejarah lolos 8 besar Piala
Asia U-16 di tahun yang sama. Hanya Timnas senior yang kurun waktu terakhir
tidak ada turnamen mayor yang diikuti selain Piala AFF di penghujung tahun.
Akan tetapi sederet prestasi gemilang
timnas kelompok umur tampaknya belum cukup untuk menutupi borok sepakbola dalam
negeri. Setidaknya itulah yang dirasakan para publik sepakbola yang tak
henti-hentinya melancarkan kritik kepada para pengurus PSSI. Edy Rahmayadi
selaku ketua umum menjadi sasaran utama ketidakpuasan sebagian publik yang pada
ujungnya menginginkan lengsernya sang ketua. Bahkan dalam pertandingan terakhir
grup B Piala AFF 2018 saat timnas menjamu Filipina di GBK, chant “Edy Out” menggema di tribun senayan.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa PSSI sebagai pihak yang otoritatif atas sepakbola Indonesia bertanggungjawab atas segala permasalahan olahraga tersebut. Adalah kewajaran kritik yang mengalir hingga permintaan turun jabatan kepada Edy Rahmayadi beserta jajarannya. Namun disini saya tidak yakin apakah pergantian ketua merupakan jawaban terbaik atas permasalahan. Karena berkaca pada masa-masa sebelumnya (setidaknya 15 tahun terakhir), siapapun ketuanya permasalahan sepakbola tetap itu-itu saja. Pendek kata: PSSI saat ini butuh solusi, bukan suksesi.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa PSSI sebagai pihak yang otoritatif atas sepakbola Indonesia bertanggungjawab atas segala permasalahan olahraga tersebut. Adalah kewajaran kritik yang mengalir hingga permintaan turun jabatan kepada Edy Rahmayadi beserta jajarannya. Namun disini saya tidak yakin apakah pergantian ketua merupakan jawaban terbaik atas permasalahan. Karena berkaca pada masa-masa sebelumnya (setidaknya 15 tahun terakhir), siapapun ketuanya permasalahan sepakbola tetap itu-itu saja. Pendek kata: PSSI saat ini butuh solusi, bukan suksesi.
Source: https://www.instagram.com/ |
Problematika dunia sepakbola
seperti pergesekan suporter, pengaturan skor, pencurian umur di kompetisi
junior jamak ditemukan di belahan dunia manapun. Hal ini terjadi karena adanya
ruang bagi pelaku untuk melakukan tindakannya tanpa merasa adanya pengawasan
yang melekat. Disinilah saya berpendapat bahwa pengawasan menjadi pangkal
permasalahan. Saya yakin PSSI dengan Komisi Disiplin-nya telah berupaya untuk mengatasinya,
tapi sayangnya fakta menunjukkan bahwa tidak ada lembaga yang mampu mengawasi
dirinya sendiri secara maksimal. Sebagaimana Presiden selaku kepala pemerintahan
(eksekutif) diawasi oleh DPR (legislatif), maka (menurut pendapat saya) perlu
adanya wadah eksternal yang independen untuk membantu PSSI dalam pengawasan
kegiatan sepakbola.
Adapun wadah independen ini bisa semacam
lembaga swadaya (non-government) yang
beranggotakan jurnalis, pandit, ataupun orang-orang yang mengerti sepakbola
untuk memberi masukan dan pendapat yang membangun sepakbola Indonesia. Dalam
prakteknya bisa saja organisasi ini bersinergi dengan media, pemain, wasit, bahkan
suporter untuk dijadikan mitra strategis yang siap membongkar tabir kelam yang sulit dijangkau PSSI, bahkan
termasuk skandal yang melibatkan orang dalam PSSI!
Seandainya hal ini memungkinkan
untuk terwujud, maka diharapkan akan menjadi solusi yang efektif guna memperbaiki
kondisi sepakbola tanah air. Sebagaimana kita mengenal Indonesia Police Watch (IPW) di dunia kepolisian, ataupun Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam pemberantasan korupsi, maka tak
ada salahnya bila kita berpikir hal yang sama untuk sepakbola. Karena sepakbola
tak lagi soal gol dan mengangkat piala, tapi sudah menjadi ekosistem yang
menaungi hajat hidup orang-orang yang menggantungkan perekonomiannya pada olahraga itu. Maka sudah selayaknya keamanan, kenyaman dan keadilan menjadi
jaminan atas mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)
Postingan Terbaru
Surat untuk sang Waktu
Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...