Kabupaten Biak Numfor.
Salah satu daerah otonom di Provinsi Papua yang letaknya di sebelah utara
perairan Teluk Cendrawasih. Wilayah Kabupaten itu berupa kepulauan dengan pulau
terbesarnya yang bernama Biak. Biak merupakan pulau karang (atol) yang letak astronomisnya
berada dalam wilayah khatulistiwa sehingga temperatur disana relatif tinggi
dibanding daerah-daerah lain yang jauh dari garis khatulistiwa.
Berbeda dengan daerah lain di Papua Mainland yang bergelimang kekayaan alam, Biak tidak mempunyai bahan galian yang dapat ditambang maupun hasil bumi yang melimpah. Tanahnya tidak cukup subur untuk ditanami tanaman pangan karena struktur geologisnya yang terbentuk dari batuan karang. Praktis perikanan laut adalah komoditas alam terbesar yang dapat dimanfaatkan secara masif disana, selain sektor kehutanan. Namun keadaan tersebut agaknya tidak menghalangi semangat warga Biak dalam membangun daerahnya. Kiranya hal itu dapat dilihat dari Visi Kabupaten Biak Numfor yang berbunyi, “Memantapkan Kota Jasa Sebagai Jembatan Emas Biak Sejahtera di Masa Depan”.
Berbeda dengan daerah lain di Papua Mainland yang bergelimang kekayaan alam, Biak tidak mempunyai bahan galian yang dapat ditambang maupun hasil bumi yang melimpah. Tanahnya tidak cukup subur untuk ditanami tanaman pangan karena struktur geologisnya yang terbentuk dari batuan karang. Praktis perikanan laut adalah komoditas alam terbesar yang dapat dimanfaatkan secara masif disana, selain sektor kehutanan. Namun keadaan tersebut agaknya tidak menghalangi semangat warga Biak dalam membangun daerahnya. Kiranya hal itu dapat dilihat dari Visi Kabupaten Biak Numfor yang berbunyi, “Memantapkan Kota Jasa Sebagai Jembatan Emas Biak Sejahtera di Masa Depan”.
Kalimat yang terangkai dalam Visi Kabupaten Biak Numfor
sangat jelas menunjukkan bahwa daerah tersebut bercita-cita ingin menjadi Kota Jasa,
dimana menjadikan sektor tersebut sebagai tulang punggung yang menyangga perekonomian
daerah. Sebuah visi yang masuk akal menurut saya, karena suatu daerah yang
minim sumber daya alam memang harus mencari terobosan untuk menggali dan
mengembangkan potensi sumber daya yang ada, khususnya sumber daya buatan. Dan menjadikan
sektor jasa sebagai mesin penggerak pembangunan adalah salah satu pilihan yang logis
untuk daerah semacam itu.
Bicara soal sektor jasa, hal pertama yang paling sering
terlitas di pikiran adalah bidang pariwisata. untuk urusan ini, kiranya Biak
mempunyai cukup modal untuk mengembangkannya. Berbagai sumber di internet
menyebutkan bahwa beberepa pulau kecil di kabupaten tersebut (termasuk Biak
sendiri) mempunyai sejumlah pantai yang indah dan masih sepi. Selain itu Biak
dulunya juga tercatat sebagai salah satu pulau yang menjadi lokasi Perang Dunia
II. Pertempuran sengit yang melibatkan Jepang dengan negara-negara Sekutu di
masa lampau telah menyisakan jejak peninggalan yang tidak sedikit jumlahnya dan
sangat penting untuk dilestarikan sebagai bukti otentik atas tejadinya suatu
peristiwa yang besar dalam sejarah dunia. So, berbagai peninggalan perang yang
ada dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata sejarah untuk disandingkan dengan
daya tarik wisata alam berupa pantai dan kehidupan bawah laut yang sudah
terlebih dulu ada di Biak.
Misi selanjutnya yang harus dilakukan Pemkab dalam
mengembangkan pariwisata daerahnya adalah dengan merawat dan melestarikan komoditas
pariwisata yang dimiliki sebaik-baiknya, mengalokasikan dana semaksimal mungkin
untuk membangun infratruktur penunjang pariwisata, serta mendidik sumber daya manusianya untuk
sadar akan pariwisata. Dan satu hal lagi yang tak kalah penting untuk memajukan
pariwisata adalah, seperti yang pernah saya tulis di postingan bulan Februari (baca : wonderful-indonesia-jangan-hanya-slogan. edisi Februari 2012), yakni dengan melakukan promosi segencar-gencarnya untuk
menarik minat wisatawan agar datang, sembari melakukan diversifikasi terhadap
produk-produk pariwisata yang dimiliki tentunya.
Dilihat dari prasarana yang dimiliki, sebetulnya Biak cukup
beruntung karena disana sudah ada Bandara yang cukup representative untuk digunakan,
yakni Bandara Frans Kaisiepo. Pertengahan tahun 1990-an Bandara tersebut sempat
berstatus internasional dengan melayani rute penerbangan
Jakarta-Denpasar-Biak-Honolulu-Los Angeles dan sebaliknya. Namun semenjak
krisis moneter, entah mungkin karena biaya operasional yang mahal, sehingga
status Bandara Internasional pun dicabut. Padahal lokasi Biak cukup strategis
untuk sekedar dijadikan tempat transit penerbangan internasional. Meski demikian,
Bandara yang dulunya bernama Mokmer itu tetap punya peranan penting sebagai hub
penerbangan ke daerah-daerah hampir di seluruh Papua.
Harapan untuk menjadikan kembali Bandara Frans Kaisiepo
sebagai bandara internasional kembali terbuka setelah Pemerintah Kabupaten Biak
Numfor menjalin kerja sama dengan PT Angkasa Pura I untuk melakukan
pengembangan terhadap bandara warisan Perang Dunia II tersebut. Dalam nota
kesepahaman itu terdepat 10 kesepakatan, antara lain kedua pihak (Pemkab Biak Numfor
dan PT.Angkasa Pura I) sepakat untuk menjadikan Biak sebagai Hub Cargo dan
Bandara Frans Kaisiepo dikembangkan agar dapat didarati Jumbo Jet seperti Boeing 747 dan Airbus.
Sayang dalam dokumen yang dimuat di situs http://regionalinvestment.bpkm.go.id
tersebut tidak ada keterangan kapan tahun MoU itu dibuat dan kapan pula
pengembangan itu akan direalisasikan. Hanya saja bila proyek itu benar-benar
dilaksanakan, saya punyai usulan agar Biak cukup memainkan peran sebagai Hub
Cargo saja. Sedangkan untuk urusan logistic cargo di laut, di Biak tidak perlu
dibangun Pelabuhan peti kemas penghubung (Hub Port) karena saat ini Pelindo II
hendak membangun pelabuhan peti kemas di Sorong yang rencananya akan dijadikan
sebagai Hub Port-nya Pasifik Barat. Menurut saya apabila Biak turut membangun Hub Port, maka akan terjadi tumpang
tindih dengan Sorong. Dengan adanya pembagian kewenangan antara Sorong dan Biak
dalam menjalankan perannya masing-masing dalam sistem logistik (laut dan udara),
maka cara ini dapat mendukung terwujudnya pemerataan pembangunan di Papua.
Potensi Biak tidak hanya berhenti di pariwisata dan posisi
geostategisnya untuk penerbangan internasional. Tahun 2005 lalu, dalam sebuah pertemuan di Kuala Lumpur (Malaysia), Pemerintah
Rusia telah bernegosiasi dengan Pemerintah RI tentang rencana Rusia untuk
membangun pusat peluncuran satelit (spaceport)
di Biak. Dipihnya Biak karena letaknya yang berada di kawasan khatulistiwa
sehingga dekat dengan pusat orbit satelit. Faktor inilah yang membuat Biak
sangat ideal untuk tempat peluncuran satelit. Untuk lokasi peluncuran yang
dipilih, lagi-lagi yang disebut adalah Bandara Frans Kaisiepo. Sebuah proyek
yang terdengar cukup "wah" di telinga, karena jika nanti terlaksana, tentu banyak sekali
manfaat yang didapat oleh bangsa Indonesia. Telebih lagi, Indonesia bisa
menjadi negara Asia Tenggara pertama dan satu-satunya yang memiliki spaceport.
Namun rencana tersebut mendapat hambatan dari warga lokal
Biak yang menolak daerahnya dijadikan sebagai lokasi pembangunan proyek
prestisius tersebut. Alasannya karena warga khawatir akan dampak negatif yang
dtimbulkan baik saat maupun setelah kegiatan operasional peluncuran satelit
dilaksanakan, mengingat adanya kandungan zat radio aktif yang terdapat dalam
komponen-komponen satelit. Begitu seriusnya Rusia untuk mewujudkan proyek itu,
mereka terus melakukan dialog intensif dengan perwakilan warga biak. Namun tiap
kali dialog dilakukan, jawaban warga tetap teguh pada pendiriannya, yaitu
menolak.
Sampai akhirnya tahun 2011 lalu, seorang Russian yang mengaku sebagai utusan Presiden Vladimir Putin datang
ke Biak dengan tujuan yang sama seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, yakni
bernegosiasi soal proyek satelit Biak. Yang menarik, seperti yang diberitan
dalam situs http://tabloidjubi.com ,
utusan Presiden yang merahasiakan identitasnya itu meyatakan bahwa pihak Rusia
telah menyusun schedule peluncuran
satelit di Biak tahun 2012 ini. Pernyataan ini berbeda dengan yang disampaikan salah
satu staf ahli Bupati Biak Numfor yang mengatakan bahwa peluncuran satelit di
Biak akan dilaksanakan tahun 2018 mendatang.
Bingung? Saya juga (hehe...). Tapi sebetulnya konsep peluncuran
satelit ditawarkan Rusia di Biak cukup aman dan murah. Teknik yang digunakan
bukan cara konvensional dengan memasang roket di darat lalu diluncurkan ke
angkasa. Melainkan dengan menggunakan Pesawat Antonov An-124 yang mampu memuat
badan satelit di dalamnya. Jadi, perangkat satelit lengkap dengan roket
pendorongnya dimasukkan ke dalam pesawat, lalu diterbangkan pesawat itu ke
langit. Sampai di ketinggian 45.000 kaki atau +15 km diatas permukaan laut, perut
pesawat itu dibuka kemudia satelit akan menyalakan roket pendorong dan
mengantarkannya ke orbit. Dengan cara itu plus daya dukung lokasi Biak, diyakini
akan menghemat biaya 8-10 kali lebih murah dibanding cara konvensional.
Menurut saya, jika memang benar Rusia ingin memanfaatkan Biak
sebagai spaceport, mereka harus menunjukkan
komitmen yang serius serta jaminan yang kuat bahwa proyek yang tengah mereka
usahakan ini dapat memberi kontribusi yang nyata untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat Biak. Belajar dari pengalaman Timika, salah satu
tetangga Biak di daratan utama Papua. Tidak perlu saya jelaskan lagi kekayaan apa
yang terkandung di Timika, tapi siapa yang menggali, mengelola dan menikmati sebagian
besar keuntungannya, serta bagaimana kondisi kesejahteraan warga sekitarnya. Siapun
pasti sudah cukup sering mendengar berita-berita mengenai Timika baik di media
cetak maupun elektronik.
Dari situlah mestinya Bangsa Indonesia dapat mengambil
hikmahnya. Janganlah terlalu mudah terbujuk oleh rayuan pihak asing yang tujuan
utamanya untuk mengambil manfaat dari wilayah territorial kita demi kepentingan
mereka. Sikap warga Biak dalam hal ini sudah cukup tepat. Tapi bukan berarti
menutup pintu rapat-rapat bagi Rusia yang sebenarnya ingin membangun sesuatu
yang kita seharusnya juga dapat memetik keuntungan dari situ. Rusia memang
menunjukkan itikad baik dengan berjanji akan membangun sekolah dan rumah sakit
di Biak. Komitmen yang bagus, tapi di samping itu yang lebih krusial adalah
mengenai kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Biak, mengingat
masih ada 19.000 warga miskin di kabupaten tersebut. Jika pembangunan proyek tidak memberi perubahan terhadap tingkat
kesejahteraan, bisa-bisa yang bersekolah di sekolah pemberian Rusia itu hanya
anak-anak pejabat, karyawan spaceport,
dan juga anak-anak ekspatriat yang ada di Biak. Sedangkan anak-anak pribumi
tetap saja putus sekolah.
Solusi untuk permasalahan diatas menurut saya adalah, jika spaceport-nya sudah jadi, yang
menggunakan bukan hanya Indonesia dan Rusia. Tapi kedua negara juga “membisniskan”
tempat itu dengan menyewakannya ke negara lain. Jadi, spaceport Biak nanti ditawarkan ke negara-negara lain yang tertarik
atau berencana untuk meluncurkan satelit untuk digunakan oleh yang
bersangkutan. Indonesia harus mendapat bagian yang lebih besar karena meski
dana pembangunannya patungan kedua belah pihak, lokasinya tetap berada dalam wilayah territorial
Indonesia dan tenaga kerja yang membangunnya pun juga orang-orang Indonesia
(semoga kenyataanya nanti begitu J)
sehingga posisi Indonesia lebih kuat dalam hak meraih keuntungan. Uang hasil sewa
yang didapat Indonesia itulah yang sebagian besar digunakan untuk
program-progam pro-rakyat di Biak,misalnya untuk insentif pengembangan UMKM di
kabupaten tersebut. Dan dengan menawarkan "jasa-jasa" seperti yang disampaikan diatas, impian warga Biak untuk menjadi Kota Jasa yang sejahtera kiranya bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Sumber Gambar :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/d/da/Peta_kab_biak_numfor.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg717mUQhfbfS8D9H1ZiPFdA7WSbD2S5hlm7v6BbNHlDQ31WWAge4AGjIb5fvHcwzOYNf0es3vXpb3nYkVY0MWxcGxXHsinCQW2pRhs2kobyMdvYRIqke1oC98TkAxdX6mCLrdBGGfG4aJa/s1600/Wallops_Research_Range.jpg
Sumber Gambar :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/d/da/Peta_kab_biak_numfor.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg717mUQhfbfS8D9H1ZiPFdA7WSbD2S5hlm7v6BbNHlDQ31WWAge4AGjIb5fvHcwzOYNf0es3vXpb3nYkVY0MWxcGxXHsinCQW2pRhs2kobyMdvYRIqke1oC98TkAxdX6mCLrdBGGfG4aJa/s1600/Wallops_Research_Range.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar