Industri strategis nasional
tampak bergairah akhir-akhir ini. Setelah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sukses meluncurkan Satelit LAPAN-A2 akhir September lalu, misi
berikutnya adalah menuntaskan proyek pesawat turboprop N-219 yang rencananya roll
out 2015 ini. Sebuah kabar yang cukup membanggakan khususnya bagi
perkembangan industri dirgantara nasional yang juga tengah menunggu proyek R80
karya PT Reggio Aviasi Industri (RAI), besutan keluarga Habibie.
Pesawat N-219 sendiri merupakan
proyek kolaborasi LAPAN dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang diproyeksikan
sebagai pesawat ringan untuk transportasi antar pulau di Indonesia.[1] Nantinya bukan hanya sebagai pesawat penumpang/komersial saja, melainkan juga
akan diproduksi sebagai pesawat angkut militer, barang, hingga pesawat amphibi. Dengan kemampuan landing di landasan
pendek, diharapkan pesawat N-219 bisa menjadi solusi kemandirian bangsa dalam
memenuhi kebutuhan transportasi antardaerah dan pulau-pulau terpencil di pelosok
negeri. Kabar baiknya lagi, beberapa negara sudah siap mengantri memesan
pesawat karya anak bangsa itu.
Source: http://jakartagreater.com/ |
Sebetulnya misi menerbangkan
pesawat buatan dalam negeri bukan hal yang baru. Beberapa dekade silam industri
dirgantara kita sempat dua kali menghasilkan produk yang menjadi kebanggaan
nasional. Keduanya adalah pesawat CN-235 (kerjasama dengan Cassa Spanyol), dan
yang fenomenal N-250, pesawat turboprop pertama di dunia yang menerapkan sistem fly by wire. Dua variannya bahkan sudah terbang perdana pada tahun 1995 (N-250
Gatotkaca) dan 1996 (N-250 100 Kerincing Wesi), sebelum akhirnya dibatalkan
proyeknya karena Krisis Ekonomi 1997. IPTN sendiri merupakan perusahaan yang
kini berganti nama menjadi PTDI.
Ya, industri dirgantara merupakan
salah satu industri strategis yang berperan vital bagi negara kepulauan,
layaknya Indonesia. Benefit yang dihasilkan bukan hanya kemandirian dalam
memenuhi kebutuhan transportasi udara yang besar prospeknya, melainkan juga
prestis sebagai sebuah bangsa. Pengembangan teknologi dirgantara merupakan yang
paling sulit setelah teknologi antariksa, atau setara dengan teknologi energi
nuklir. Oleh karena itu, B.J. Habibie (Presiden RI ke-3, Bapak Teknologi
Indonesia) melalui teori “lompatan kodok”-nya, menyatakan bahwa bila kita mampu
menguasai teknologi yang paling rumit, maka teknologi lain yang tingkat
kesulitannya dibawah akan lebih mudah dikuasai. [2]
Proyeksi pesawat buatan dalam
negeri yang dirancang LAPAN (selain satelit) tidak berhenti pada N-219.
Rencananya setelah pesawat tersebut diproduksi masal, selanjutnya bakal menyusul seri-seri pesawat lain seperti
N-245 dan N-270. Terlebih jika Pesawat R80
produksi PT RAI yang juga made in
Indonesia turut berhasil nantinya, maka industri dirgantara nasional tengah
menatap masa depannya yang cerah.
Dengan memahami arti pentingnya,
maka seyogyanya agar industri dirgantara didukung oleh berbagai kalangan, baik dukungan materil maupun non-materil.
Info-info positif mengenai industri strategis kiranya perlu dipublikasikan
dengan porsi yang layak. Mengingat industri dirgantara ataupun industri
strategis pada umumnya-- merupakan bagian dari pembangunan nasional, maka
masyarakat sebagai objek sekaligus subjek pembangunan perlu mendapat informasi
yang cukup agar dapat memahami dan ikut mengawasi.
Semoga industri dirgantara pada
khususnya, dan industri strategis pada umumnya,
terlindung dari kepentingan-kepentingan yang menghambat perkembangannya dan mengancam eksistensinya.
Sebagai bangsa yang besar, sudah selayaknya Indonesia mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Sebagai bangsa yang 70 tahun merdeka, maka sepatutnya dinding yang bernama inferiority complex itu dihancurkan, lalu dibangun benteng kokoh bernama Kedaulatan Nasional.
Sebagai bangsa yang besar, sudah selayaknya Indonesia mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Sebagai bangsa yang 70 tahun merdeka, maka sepatutnya dinding yang bernama inferiority complex itu dihancurkan, lalu dibangun benteng kokoh bernama Kedaulatan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar