"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." - Pramoedya Ananta Toer -
Jumat, 27 September 2013
La Cita (12.1.a)
Jumat, 30 Agustus 2013
Bulutangkis : SEA Games Hendaknya untuk Pemain Muda
Sembilan
belas hari pasca euforia. Rasa manis itu serasa belum pudar dari lidah. Acara arak-arakan
ke sejumlah daerah pun dihelatkan. Bangsa yang thirsty of pride? Boleh jadi, ya. Suatu hal yang salah? Tentu tidak.
Apa gerangan yang terjadi 19 hari sebelum ditulisnya artikel ini? Sebuah pretasi
datang dari sebuah cabang olahraga, yang mana memang punya romansa tersendiri
bagi bangsa ini sejak lama : Bulutangkis. Tak tanggung-tanggung, 2 gelar juara
dunia ajang BWF World Championship 2013 berhasil direbut para punggawa olahraga
tepok bulu tanah air. Guangzhou, kota terbesar di provinsi termaju di China,
menjadi saksi kejayaan Merah-Putih di dua nomor. Sesuatu yang bangsa ini tidak
merasakannya sejak 2007 silam.
Euforia
Tim Bulutangkis Indonesia di Guangzhou memang tergolong “wah” (saya sedikit heran juga sebetulnya). Bahkan
seolah menjadi perban yang mampu menutupi luka yang didapat di tahun sebelumnya,
setelah gagal total di Olimpiade 2012. Namun bila nanti buaian itu tak lagi
terasa, muncul sebuah pertanyaan : What
next? Ya, apa yang dilakukan setelah puas menjadi juara dunia? Jawabannya
mungkin akan terdengar klise, namun justru itulah tantangan yang mau tidak mau
harus dihadapi. Jawaban yang dimaksud adalah mempertahankan dan melestarikan
kejayaan, as long as it could be done.
Dan satu hal yang tak dapat ditawar dalam upaya mewujudkannya adalah pembinaan
dan pengembangan pemain muda.
Ya, regenerasi
pemain badminton Indonesia memang tergolong lambat, terutama di sektor tunggal.
Hal ini bertolak belakang dengan China yang hampir tiap beberapa tahun sekali
melahirkan pemain muda yang handal. Namun stakeholder
negeri ini tampak telah mengupayakan hal tersebut. Sebut saja dibangunnya Pusat
Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Bulututangkis di sejumlah daerah yang
merupakan effort yang patut
diapresiasi.[1]
Selain itu, pengiriman pemain-pemain muda ke kejuaraan internasional hendaknya juga
perlu lebih ditingkatkan.
Namun
satu hal yang menarik perhatian saya adalah rencana dikirimnya skuad lapis dua
bulutangkis ke ajang SEA Games 2013 di Myanmar.[2]
Hal ini disebabkan karena event SEA Games bertepatan dengan waktu digelarnya
BWF Super Series Final 2013, sehingga pemain terbaik diprioritaskan ikut event
yang disebut terakhir. Saya justru melihatnya sebagai suatu hal yang positif. Karena
itu berarti memberi kesempatan bagi pemain kelas dua bukan hanya untuk menimba
pengalaman, tapi juga mengasah mental dan abilitas bertanding di kancah internasional. So, alangkah baiknya bila PBSI tidak memandang keputusan itu sebagai suatu hal yang incidental (karena bentrok dengan jadwal event BWF), melainkan suatu hal yang akan terus berkelanjutan (dilakukan rutin setiap ajang SEA Games berlangsung).
Saya
bahkan memandang, alangkah lebih baiknya lagi bila yang dikirim ke Myanmar
nanti adalah pemain-pemain berusia muda. Karena dengan beban target meraih
sejumlah medali emas (regu maupun perorangan), para pemain yang masih muda usia
akan ditempa dengan pelatihan teknis, mental dan motivasi high level. Terlebih
SEA Games merupakan ajang yang ditujukan untuk pemain senior. So, bila pemain
junior berani diterjunkan ke ajang tersebut, ia akan mendapat pengalaman
berharga tentang bagaimana persaingan kompetisi level senior. Meskipun persaingannya mungkin tidak seketat BWF Super Series, setidaknya atmosfer pertandingan high level tetap didapat. Kondisi tersebut tentu
akan berdampak positif bagi perkembangan
sang atlet muda untuk ke depannya. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah
investasi masa depan bulutangkis Indonesia.
Namun bukannya bermaksud untuk pesimis, tapi harus diakui, pengiriman skuad lapis dua atau skuad pemain muda ke SEA Games
memang mengundang resiko. Hal yang dimaksud tak lain adalah melebarnya potensi kegagalan memenuhi target perolehan medali yang dicanangkan. Namun saya rasa
hikmah positif pasti tetap dapat dipetik. No pain, no gain. Okelah bila keputusan dikirimnya
pemain muda dapat meningkatkan resiko gagalnya meraih taget medali. Namun selama itu demi merintis kejayaan di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia BWF, kenapa tidak? Disinilah kita berorientasi untuk jangka panjang.
Bersakit-sakit
dahulu, bersenang-senang kemudian. Sebagaimana sempat disebut sebelumnya,
regenerasi pebulutangkis Indonesia tergolong lamban. Namun dengan upaya
mengirim dan menempa pemain muda ke ajang kelas tinggi seperti (salah satunya) SEA Games, hal itu
dapat dihitung sebagai usaha pengembangan pemain junior, akselerasi menuju
level teknis dan mental yang lebih tinggi kelasnya. So, sudah saatnya PBSI memandang SEA Games sebagai kawah
candradimuka pemain-pemain muda masa depan bulutangkis Indonesia. Bukan hanya di
Naypyitaw 2013, tapi juga SEA Games – SEA Games berikutnya. Sama halnya cabang
sepak bola yang menjadikan event dwi tahunan itu sebagai ajang khusus pemain
U-23.
[1]
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/05/22/225441/Kemenpora-Dirikan-PPLP-Bulu-Tangkis
[2]
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/26/4/171051/Turunkan-Skuat-Lapis-Kedua-di-SEA-Games-PBSI-tidak-Koreksi-Target
Sumber Gambar : http://www.smc.edu/
Selasa, 20 Agustus 2013
La Cita (12)
Source : http://kootation.com |
"One of the most scariest thing in life is when you come to the realization that the only thing that can save you is yourself." -
- Demi Lovato -
Minggu, 07 Juli 2013
La Cita (11)
"The ultimate measure of a man is not where he stands in moments of comfort and convenience , but where he stands at times of challenge and controversy." - Martin Luther King Jr. -
Rabu, 03 Juli 2013
Cerita Bersambung : Player (Bag.10, Tamat)
Sambungan dari bagian
9
Pandu jelas
tahu apa yang hendak ia lakukan karena memang dialah yang mengatur segalanya. Ia
kemudian mengatur skenario dimana besok Sandra akan dijemput Angga sepulang
dari kantor dan pergi menuju rumah kontrakan Angga.
Dan sesuai rencana, keesokan harinya Sandra pulang dari kerja, keluar
dari kantornya. Ia berjalan beberapa meter seorang diri ke barat trotoar,
seraya menenteng helm. Disitulah ia menemui Angga di motornya dengan kepala
tertutup helm half face. Tanpa
berlama-lama Sandra naik ke belakang Angga. Dikenakan helm yang dibawanya dan
meluncurlah ia bersama Angga dengan motor yang mereka tunggangi.
Di seberang jalan, tepatnya sekitar 10 meter dari tempat berhentinya motor
Angga tadi, sebuah mobil sedan berwarna hitam diparkirkan di pinggir jalan.
Namun mobil itu tidaklah kosong karena di dalamnya ada Pandu yang baru saja
mengambail beberapa foto yang berisi kegiatan yang baru saja dilakukan Sandra
dan Angga tadi dengan kamera ponselnya.
****
Hari berikutnya lagi, Pandu
datang kembali datang menemui Rafi di workshopnya. Tujuannya pun jelas, ia
hendak menyerahkan “hasil tangkapannya” kepada Rafi. Totalnya ada 5 foto yang
ia serahkan pada Rafi dalam bentuk soft
file yang disimpan dalam flashdisk.
“Apa nih
isinya?” tanya Rafi.
“Check by your self, tapi jangan ketika
istrimu ada.” jawab Pandu.
Malam harinya, di tengah hujan
badai yang mengguyur petang itu, Rafi seorang diri memeriksa foto-foto tadi
dengan laptopnya. Sungguh betapa terkejut dan kecewanya Rafi melihat gambar
yang ditampilkan dalam laptop yang tertancap flashdisk Pandu itu. Lima buah
foto hasil tangkapan Pandu menampilkan gambar istrinya tengah bersama seorang
pria mengenakkan helm half face menunggangi
motor sport berwarna hujau. Diperhatikannya lagi wajah pria itu lebih seksama,
siapa sebenarnya orang itu. Dan Rafi pun tak perlu waktu lama untuk mengenali
siapa wajah pria yang memboncengi istrinya itu. Seseorang yang ia kenal sejak
sebelum menikahi Sandra…
****
Rafi pun menyatakan niatnya ke
Pandu untuk memberi perhitungan pada Angga. Maka kembali Pandu menunjukkan
kebolehannya sebagai tactician. Pandu
mengarahkan Rafi untuk menyatakan ke Sandra seolah-olah hendak ke luar kota,
meninggalkan istrinya sendirian di Jogja. Namun itu hanya kebohongan belaka
karena merupakan bagian dari strategi
untuk melabrak Angga kala mendekati Sandra.
Di lain sisi, Pandu mengadakan
pertemuan rahasia dengan Sandra berkaitan dengan rencananya yang tengah
dilakukan Rafi. Oleh Pandu, Sandra diserahi sebuah tongkat baseball untuk disimpan dan digunakan pada saat "tiba waktunya".
Skenario pun berjalan mulus.
Rafi sukses mengelabuhi istrinya untuk “pergi ke Bandung”. Faktanya ia sama
sekali tidak ke Bandung, melainkan hanya menumpang sementara di rumah kontrakan
Pandu seraya menunggu timing yang
tepat untuk menyerang Angga. Dan pada hari minggu dini hari yang dingin dan
sepi, Rafi melancarkan invasinya terhadap Angga yang tengah menginap di rumah
yang biasa ia tempati bersama Sandra.
Namun ketika hendak mengakhiri hidup rivalnya, nyawa Rafi justru terlebih
dahulu melayang setelah belakang kepalanya dihantam keras oleh tongkat baseball, yang dilakukan seorang wanita
yang tak lain adalah Sandra, istrinya sendiri. Dan begitu selesai membunuh
suaminya, Sandra bergegas berganti pakaian dan kabur dengan menumpang mobil
Pandu yang sudah stand by sebelum
tragedi berlangsung. Keberadaan Sandra pun selamat dari kejaran polisi setelah
bersembunyi di rumah kontrakan Pandu sebelum dibawa ke Singapura.
Sore menjelang keberangkatan ke Singapura, Pandu menyempatkan diri menjenguk
Angga yang dirawat di rumah sakit. Namun kunjungan itu bukan tanpa tujuan.
Diam-diam Pandu memasukkan racun ke minuman Angga saat yang bersangkutan tengah
sibuk membaca koran yang ditunjukkan Pandu terkait berita kematian Rafi.
Alhasil Angga tewas setelah meminum minuman yang terkontaminasi racun, dan
Pandu pun meluncur ke Singapura bersama Sandra…
****
Kembali ke masa sekarang.
Pandu kini telah tiada. Ia
dinyatakan tewas karena bunuh diri di kamar mandi apartemennya. Ia nekat
melakukan itu setelah depresi yang dialaminya dinyatakan bangkrut. Usaha
tekstil dan butik yang dirintisnya sejak usia remaja habis begitu saja dilalap
si jago merah dan hanya menyisakan beban hutang yang harus ditebus dengan vonis
pailit dari pengadilan. Aset-aset kekayaannya pun habis disita kecuali
apartemen tempat tinggalnya. Tak kuat menghadapi itu semua, ia pun akhirnya
menyerahkan nyawanya tercabut dengan tali tambang yang digantung dalam kamar
mandi apartemennya.
Beberapa hari pasca kematian
Pandu, ruang apartemennya kini sepi tanpa penghuni. Ruang tempat biasa ia
menghabiskan waktu menjalani kehidupannya kini sama sekali tak ada tanda-tanda
kehidupan. Lantas dimana kini Sandra berada?
Sandra kini tidak lagi tinggal
di apartemen Pandu. Tapi ia masih berada wilayah territorial negara Singapura. Seorang
diri, Sandra duduk meluruskan kaki di sebuah kasur. Ia tampak sibuk dengan buku
tulis dan bolpennya, beralaskan bantal di pangkuannya. Ia tengah berada dalam
sebuah ruangan yang minim cahaya. Jam dinding menunjuk pukul 17.46. Sementara
ia sibuk menggoreskan bolpen di buku tulisnya, di lantai berceceran beberapa
lembar kertas sobekan dari buku tulis dengan bentuk sobekan yang tak beraturan.
Setiap lembaran kertas yang terbuang itu terdapat tulisan-tulisan serta
gambar-gambar hasil kreasi tangan dengan bentuk dan rupa yang tak jelas.
Tiba-tiba pintu ruangan itu
terbuka. Kemudian masuklah sosok wanita muda berparas oriental ke dalam ruangan
tempat Sandra menikmati kesendirian. Wanita berpakaian serba putih yang tediri
dari semacam kameja berlengan pendek dan rok. Kepalanya mengenakan topi kecil
yang juga berwarna putih dengan logo red
cross. Wanita itu segera menghidupkan lampu dan dilihatnya kertas-kertas
yang berserakan di lantai. Dipungutnya kertas-kertas itu olehnya, dikumpulkan,
dirapikan dan diletakkan di meja dalam bentuk tumpukan. Kemudian ia menoleh ke
Sandra seraya terseyum,
“Good evening Miss Sandra…” sapanya
ramah.
Sandra tak bergeming. Ia masih
saja sibuk dengan kegiatannya. Kemudian ditengoklah oleh wanita tadi, apa
sebenarnya yang Sandra buat di buku tulisnya.
“Wow,
bagusnya.. Apa itu?” katanya dengan aksen melayu.
Sandra tetap tak bereaksi, masih
larut dalam kesibukannya. Di meja dekat tempat tidur Sandra terdapat nampan
yang diatasnya terletak sebuah teko dan beberapa gelas kaca yang sudah tak lagi
berisi. Diambilnya semua benda itu beserta nampannya oleh wanita tadi. Sebelum
pergi meninggalkan ruangan, ia berpesan pada Sandra,
“Masa tuk
makan malam tiba satu jam lagi. Setelah itu Pak Cik Psychitrist nak datang tuk kontrol Mak Cik.”
Wanita itu pun pergi menutup
pintu dan Sandra kembali sendirian di ruangannya. Tangan Sandra berhenti
menggoreskan bolpennya ke buku tulis. Diamatinya hasil karya tangannya yang
baru jadi. Sebuah gambaran abstrak tiga
orang laki-laki dengan masing-masing bentuk rupa yang berbeda. Diamatinya terus
gambar itu oleh Sandra dengan seksama. Tak lama kemudian ia menyeringai melihat
gambar-gambar itu. Kemudian kembali ia merobek kertas gambar barusan, lalu
membuangnya begitu saja ke lantai. Setelah itu ia kembali lagi dengan
kesibukannya, sebagaimana yang telah ia lakukan sedari tadi…
---oo0oo---
Selasa, 02 Juli 2013
Cerita Bersambung : Player (Bag.9)
Sambungan dari bagian
8
“Ya sekitar..
jam 10-an.” kata Sandra masih dengan ponselnya.
“Wah malam amat, padahal Papa mau nitip.”
“Nitip apa emangnya?”
“Martabak, hehehe...”
“Oh.. ya lain
kali aja Pah, Mama beliin.”
“Event dimana Mah, emangnya?”
“Di..
Wanitatama, jalan solo.” jawab Sandra melirik ke pria di sampingnya.
“Oh gitu, okay Mah, good luck ya...”
“Thank you honey..”
“I love you Mah..”
“I love you too. .”
Pembicaraan berakhir.
Sebagaimana yang telah terbaca, Sandra tidak sedang berada di gedung event,
melainkan di rumah mantan pacarnya yang kini menjadi selingkuhannya, Angga.
Namun upaya Rafi tak berhenti sampai situ. Ia kemudian mencoba hubungi Pak
Marwan Sutrisna, owner Taruna
Catering sekaligus atasan Sandra di kantornya. Rupanya rekomendasi dari Pandu
tadi telah terkonversi menjadi sebuah komando yang wajib untuk segera
dijalankan.
“Selamat
malam Pak Marwan..” sapa Rafi membuka pembicaraan telpon.
“Ya halo..” jawab Pak Marwan yang tengah
berada di rumahnya.
“Saya Rafi
Pak, suami Bu Sandra.”
“Oh.. Pak Rafi, ada apa ya Pak?”
“Haha.. Begini Pak, saya cuma ingin
tanya, apa benar hari ini ada event malam di Gedung Wanitatama?”
“Hmm, ngga ada tuh Pak. Minggu ini kami tidak
meng-handle event malam.”
“Terus
terakhir ada event malam itu kapan ya Pak?”
“Hm.. terakhir sekitar dua minggu yang lalu.”
“Di gedung
mana Pak, event malam yang dua minggu lalu itu?”
“Gedung... Balai Pamungkas.”
“Hm.. kalau
hari-hari atau minggu berikutnya ada event malam ngga Pak?”
“Kalau.. hari-hari besok tidak ada. Tapi ngga
tahu kalo minggu-minggu depan, schedule kami sementara sampai besok senin.”
“Berarti
sampai besok senin ngga ada acara event malam ya Pak.”
“Iya, ngga ada. Bu Sandra ada kan di rumah?”
“Oh, sedang
ngga ada Pak. Ini saya juga sedang nunggu orangnya.”
“Hm.. sendirian donk di rumah..”
“Iya Pak, hahaha… Ya udah Pak, sekedar konfimasi
aja ke Pak Marwan.”
“Oke, salam buat keluarga.”
“Ya pak,
terima kasih, maaf mengganggu.”
“Ah ngga papa, santai saja.”
“Oke Pak,
selamat malam..”
“Malam..”
Seketika itu pula perasaan Rafi berubah menjadi waswas. Tetesan rasa penasaran mulai membasahi alam pikirannya.
Bagaimana tidak, ia merasakan adanya kontradiksi yang kental antara apa yang ia
ketahui selama ini dari Sandra dengan keterangan yang baru saja ia perloleh
dari Pak Marwan. Beberapa hari belakangan Rafi mengetahui setidaknya Sandra
pulang larut malam 3 kali, termasuk malam itu. Namun berdasarkan keterangan
dari Pak Marwan tadi, beberapa hari terakhir dan beberapa hari ke depan tidak
ada satu pun event malam yang di-handle
Taruna Catering. Kemudian ia teringat bahwa Sandra biasa pulang kantor
menumpang motor Widya, rekan kantornya sesama marketing. Maka kembali Rafi
mengutak-atik ponsel guna mengirim pesan singkat ke nomor Widya.
“Mbak Widya, Sandra sekarang lagi sama mbak?”
Begitulah isi pesan singkat yang
dikirim Rafi ke nomor Widya. Tak perlu menunggu lama, pesan itu segera dibalas
oleh yang dikirimi.
“Ngga mas, aku lagi di rumah.”
Rasa waswas Rafi berubah menjadi
kecurigaan. Benarkah Sandra membohonginya? Lantas bila benar demikian, apa
motivasi Sandra melakukan demikian? Kembali ia harus keluarkan pulsa teleponnya
untuk menghubungi Pandu.
“Halo
Pandu..”
“Hello Mister Worldwide..”
“Hei, saya
bukan Pitbull..”
“Hahaha.. What’s up mate?”
“Gini bro,
tadi aku telpon istriku, katanya sekarang ia lagi ada event di jalan solo..”
“Okay?”
“Nah, terus
aku coba konfirm ke bos istriku. Tapi ternyata dibilang hari ini tidak ada
event malam. Hari-hari sebelumnya juga tidak ada…”
“At all?”
“Yeah, sama
sekali tak ada event malam kata bosnya.”
“Gosh.. so what would you do?”
“I dunno.. Ini jelas ada something yang ngga beres, you know..”
“You have to do something.”
“Yeah. But I dunno what to do right now.
Bingung aku..”
“Okay, calm down bro. Besok kita bertemu
di workshopmu bahas masalah ini.”
“Oke sip, that’s all I need..”
“Nah sekarang istirahatlah, hari sudah malam.”
“Okay, thank
you mate..”
“Anytime.”
****
Sesuai yang dijanjikan via
telepon semalam, keesokan harinya Pandu datang menemui Rafi di workshopnya.
Rafi pun menceritakan apa yang baru ia ketahui tentang istrinya semalam.
Meskipun akhirnya Sandra menepati janjinya pulang jam 10 malam tadi, tetap saja
tak menghapus noda kebohongan yang tengah ia sembunyikan dari suaminya.
“Dan begitu
ia pulang, saya tanya apakah besok ada event malam lagi? Jawabnya ya. Jelaslah ia
sedang bermain petak umpet dengan saya.” kata Rafi mengakhiri ceritanya tentang
Sandra.
“Hmm..” respon Pandu.
Seraya berpikir Pandu menyeruput
teh melati yang disuguhkan Rafi kepadanya. Tegukan teh yang membasahi
kerongkongan Pandu seolah-olah bagaikan minyak tanah yang mengguyur percikan
api karena ia mendapatkan ide begitu selesai meminum beberapa tegukan tersebut.
“Hmm, pukul
berapa besok ia pulang kantor?” tanya Pandu.
“Jam 5 sore.”
“Nice..”
“What would you do?” Rafi balik bertanya.
“Hmm, I don’t know. I confuse nak sebut
ni espionage or paparazzi..”
“Maksudmu kau
mau memata-matai?”
“That’s more like it.” jawab Pandu.
“Dengan cara
gimana?”
“Yang jelas
dengan caraku.”
****
Senin, 01 Juli 2013
Cerita Bersambung : Player (Bag.8)
Sambungan dari bagian
7
Sebelum
dijodohkan orang tuanya dengan Rafi, Sandra menjalin hubungan asmara dengan
temannya semasa SMA, bernama Angga. Pria itu bekerja sebagai staff HRD di
sebuah asuransi swasta. Namun gaya hidupnya yang hedonis kurang disukai kedua
orang tua Sandra sehingga hubungan mereka tidak direstui. Sebagai gantinya,
Sandra dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Rafi, seorang pengusaha
konveksi yang dirasa punya kepribadian yang lebih baik dari Angga. Seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya, Sandra sebetulnya sama sekali tak memiliki rasa
cinta kepada Rafi untuk dijadikan pasangan hidup. Namun karena sikap
otoriter kedua orang tua Sandra yang sudah terlanjur mencapai kesepakatan
dengan kedua orang tau Rafi, keduanya akhirnya dinikahkan dan resmi menjadi
pasangan suami-isteri yang sah.
Sandra pun akhirnya berbesar hati
dan mencoba untuk menerima kenyataan. Ia berupaya untuk terus berpikir positif
bahwa inilah jalan terbaik untuk hidupnya. Di hadapan Rafi, Sandra selalu tersenyum
dan bersikap manis layaknya seorang isteri yang setia pada suami. Namun seperti
yang telah dikatakan Pandu, hati kecilnya tidak bisa dibohongi. Ia senantiasa
menginginkan hubungan perkawinannya segera berakhir di suatu saat, dan ia
mendapatkan kembali kehidupannya sesuai yang ia inginkan.
Sampailah pada saat ia bertemu
dan diperkenalkan dengan Pandu, teman Rafi. Rafi sendirilah yang memperkenalkan
Pandu kepadanya. Dan Sandra pun turut berteman sama akrabnya dengan Rafi kepada
Pandu. Namun tampaknya Pandu menyimpan rasa kepada Sandra. Setelah mengenal
Sandra cukup lama, pengusaha tekstil dan butik asal Singapura itu bahkan bisa
melihat bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam diri Sandra, terkait
hubungan perkawinannya dengan Rafi.
Pandu lalu menyusun siasat demi
misi mendapatkan Sandra dengan cara menyingkirkan Rafi. Gayung pun bersambut.
Sandra kini memandang Pandu sebagai super hero yang tengah berupaya
menyelamatkan hidupnya dari kekangan Rafi. Namun seperti yang yang terakhir
dikatakan Pandu, mereka membutuhkan seseorang bisa dijadikan sebagai tumbal.
Kabar baiknya, mereka tak perlu waktu lama untuk menemukan orang yang dimaksud.
****
Ponsel berbunyi tanda ada pesan
masuk. Dalam layar tertera nama sang pengirim pesan, yakni “Sandra SMA”.
Dibukanya pesan itu oleh seorang pria, yang tak lain adalah Angga.
“Angga, are you free? Klo bisa malam jam 7 kita ketemu.” begitu bunyi pesan yang
dikirim.
Angga pun menyanggupi ajakan
itu, yang notabene dikirim oleh mantan pacarnya yang kini telah bersuami.
Keduanya lalu sepakat untuk bertemu di sebuah rumah makan sesuai waktu yang
disepakati. Angga yang penasaran apa gerangan alasan Sandra meminta pertemuan
antara keduanya, menanyakan hal itu ketika kedua bertemu.
“Ada perlu
apa San, minta ketemuan?”
“Ada yang pengen aku ceritain Ga..”
Sandra mencurahkan isi hati yang
ia pendam selama ini. Kepada Angga, Sandra bercerita bahwa hingga detik itu ia
masih belum bisa merasa bahagia hidup bersama Rafi. Ia pun mengatakan bahwa
Rafi tidak lebih baik dari Angga dan ingin kembali menjalin hubungan dengan
Angga. Dan rupanya memang masih ada sisa rasa cinta yang dimiliki Angga
terhadap wanita mantan pacarnya itu. Mereka akhirnya sepakat untuk menjalin
hubungan rahasia, di luar sepengetahuan Rafi selaku suami Sandra tentunya.
Semenjak itu pertemuan antara
Sandra dan Angga semakin intens. Hampir setiap hari keduanya membuat
kesepakatan untuk mengadakan pertemuan eksklusif, layaknya dua insan yang
menjalin hubungan asmara. Bahkan ada kalanya mereka sepakat bertemu di hotel
dan menghabiskan malam berdua dalam satu kamar.
Seiring berjalannya waktu,
kondisi tersebut telah berjalan selama 4 bulan. Namun sepertinya Rafi belum
mencium kejanggalan yang ada pada isterinya. Meskipun sering pulang larut
malam, Rafi tetap percaya saja dengan alasan yang diutarakan Sandra, yang
berkerja di perusahaan catering. Sandra selalu beralibi ada event malam
sehingga harus berada di gedung hingga semua urusan tuntas. Kenyataannya memang
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk berada di gedung untuk mengurus sebuah
event. Kadang bila acara inti resepsi pernikahan selesai, masih dilanjutkan
dengan jamuan untuk para tamu VIP.
Fakta tersebut tentu
meningkatkan resiko gagalnya misi yang tengah dijalankan Pandu dan Sandra. Sadar
akan hal itu, Pandu akhirnya mencoba untuk turun tangan memperbaiki “arus
jalannya misi” agar kembali menuju track
yang direncanakan. Pada suatu momen di malam hari, Pandu berkunjung ke rumah
Rafi yang kala itu sedang sendirian tanpa isterinya yang menemani. Pandu pun mencoba
membangun obrolan mengenai kabar Sandra.
“By the way, camna khabar isterimu?” tanya
Pandu.
“Baik-baik
saja, seperti biasa.” jawab Rafi
mengangguk.
“Sudah
isikah?” goda Pandu.
“Hahaha, kami berharap momen itu di usia
30.” Rafi tertawa.
“Lama sangat,
jangan terlalulah..”
“Kami memang
sudah planning itu sejak awal.”
Tatapan Pandu tertuju pada pintu
ruang tamu yang terbuka, sehingga tampaklah halaman luar yang gelap di malam
itu. Inilah timing yang tepat untuk
menyampaikan apa yang harus ia sampaikan kepada Rafi.
“What time is it?” tanya Pandu.
“Jam.. 19.38”
jawab Rafi melihat jam di poselnya.
“Sudah jam
segini belum pulang juga isterimu. Kau tak kroscek kah?”
“Ada kalanya
ia harus mengawasi event di malam hari, pulangnya bisa sampai larut malam.”
jawab Rafi.
“Wow, dia
sering?”
“Ya,
akhir-akhir ini sering.”
“Hmm, it
just recommendation. Alangkah baiknya bila kau kroscek kondisi isterimu
yang sebenar. Bila perlu konfirm juga
ke bosnya, apa betul ada event malam hingga larut.” ujar Pandu.
“It’s normal. Sering orang mengadakan
hajatan di malam hari, dan perusahaan catering juga berperan sebagai event organizer sehingga harus berada di
lapangan hingga acara berakhir, tak peduli sampai jam berapa selesainya.”
“Yeah, that’s good. Tapi sebagai suami
yang care, kau harus pastikan
segalanya berjalan sesuai yang kau pikir tentang apa yang dilakukan isterimu.
Kau paham what I mean?”
“Well, saya sudah cukup paham tentang
bagaimana perkerjaan isteriku. Tapi saranmu ya rasional juga.”
“Just give impression kau suami yang care and responsible, isterimu pasti
makin cinta.”
“You are right.”
Masukan dari Pandu memang telah
mengetuk hati Rafi untuk lebih peduli dengan situasi dan kondisi isterinya kala
sedang tak berada di rumah. Terlebih tak jarang pula Sandra sama sekali tidak
pulang ke rumah. Ketika ditanya mengapa tidak tidur di rumah, alasannya
tertidur di kantor setelah lelah mengurus event bersama rekan-rekannya. Maka
begitu Pandu selesai berpamitan dan mengakhiri kunjungannya, segera Rafi
mengambil ponsel dan mencoba hubungi Sandra.
“Halo Mah…”
Di tempat yang berbeda, tapi
waktu yang bersamaan, Sandra duduk di atas karpet dalam sebuah ruang TV. Bukan
seragam kantor yang melekat di tubuhnya, melainkan babydoll tipis hingga sebatas lutut.
“Hai Pah, ada
apa?” Sandra menjawab panggilan telpon Rafi.
“Nanti mau balik jam berapa?”
Tiba-tiba
datang sosok pria membawa nampan dengan dua gelas berisi minuman berwarna
cokelat berbusa, plus sebuah botol minuman berwarna hijau. Sandra memberi
isyarat untuk jangan bersuara dan duduklah pria itu disamping Sandra, menaruh
salah satu minuman di hadapan Sandra, lalu satu minuman di hadapannya sendiri
dan botol yang masih di nampan diletakkan ditengah-tengah mereka.
Sabtu, 29 Juni 2013
Cerita Bersambung : Player (Bag.7)
Sambungan dari bagian
6
Malam berlalu, berganti dengan pagi hari yang cerah. Mata Sandra terbuka
perlahan. Tubuhnya masih terbaring di atas kasur. Kembali perlahan ia
menolehkan kepala ke samping. Namun tidak terlihat olehnya sosok Pandu yang
semalam tidur bersamanya. Ia mengacuhkan hal itu dan
mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Diinjakkan kaki kanannya ke lantai dan
turunlah Sandra dari kasur. Bersama sisa rasa kantuk yang masih
menghinggapinya, Sandra berjalan ke arah jendela dan membukanya. Tampak olehnya
pemandangan pagi di jalananan depan aprtemennnya yang berada lantai dua. Masih
terbilang sepi pikirnya. Rasa ingin tahunya mulai bangkit perihal dimana Pandu
gerangan kini berada.
“Pandu…”
panggil Sandra menaikkan nada suaranya.
Namun tidak ada jawaban atas
penggilannya. Kembali sekali lagi ia panggil nama yang sama seraya berjalan ke
dapur. Namun kembali tak membuahkan jawaban.
“Paling keluar jalan-jalan…” pikirnya
simpel.
Sandra pun membuka keran guna mengisi ceret dengan air yang keluar. Ia
tutup ceret begitu penuh, lalu ditaruhnya diatas kompor yang menyala dengan api
birunya. Rasa ingin buang air kecil menghinggapi Sandra. Ia beranjak
meninggalkan dapur menuju kamar mandi. Begitu sampai tempat tujuan, pintu kamar
mandi tertutup rapat. Ia ketok pintunya dengan prediksi Pandu ada di dalamnya.
“Pandu, kamu
di dalam?”
Lagi-lagi tak ada respon.
Dicobanya untuk memutar gagang pintu kamar mandi. Begitu terbuka, tiba-tiba Sandra
berteriak spontan,
“AAAAAAAAAAAARGGHHHHHHHH…….!!!”
Tak
lama setelah itu, alunan sirene mobil
polisi dan ambulans saling bersahutan di depan apatemen tempat tinggal Pandu
dan Sandra. Pandu ditemukan Sandra menggantung di tali tambang dalam kondisi
tak bernyawa, dalam kamar mandi apartemennya. Berdasarkan hasil olah TKP, Polisi
menduga kuat kematian Pandu murni bunuh diri. Dan faktanya memang benar
demikian…
****
5 bulan sebelumnya…
Graha Taruna Catering, kantor
tempat Sandra bekerja sehari-hari sebagai marketing. Waktu menunjuk pukul 12
siang, dimana orang-orang biasa menyebutnya jam istirahat. Sandra dan seorang wanita
rekan kantornya bersiap hendak keluar untuk makan siang. Tiba-tiba salah satu
rekan lainnya, yang bernama Widya,
datang menghampiri Sandra.
“San, ada
tamu nyariin kamu.”
“Siapa?”
tanya Sandra.
“Ngga tahu,
laki-laki kayak orang India gitu.”
jelas Widya.
“Oke deh,
kalian makan duluan aja.” kata Sandra bergegas menuju ruang tamu.
Sandra sudah tahu siapa yang
mencarinya, setelah mendengar penjelasan Widya tentang ciri-ciri India tadi.
Seorang warga negara Singapura yang tidak lain adalah teman dekat suaminya.
“Eh Pandu,
ada apa ya?” sambut Sandra menyebut nama tamunya.
“Sorry for bothering you. Sedang busy-kah?” tanya Pandu.
“Mau
istirahat sih, but it’s okay kalau
ada hal yang mau dibicarakan. Silahkan duduk.”
“Oh, nak
makan siang ya. Kalau begitu, kita makan sama-sama je sekarang.”
Sandra pun memenuhi ajakan
tamunya yang berbahasa gado-gado,
melayu-inggris. Mereka berjalan bersama menuju rumah makan yang tak jauh dari
kantor Sandra. Sesampainya di tujuan, masing-masing memesan makanan menu makan
siangnya. Sambil menyantap makan, keduanya memulai pembicaraan.
“Sandra, aku
dengar kalian married kerana
dijodohkan both of your parents.
Benarkah?” tanya Pandu.
“Rafi yang
cerita ya?” tanggap Sandra.
“Yeah. Dia cakap pasal tu.”
“Iya, kami
memang dijodohkan oleh masing-masing orang tua kami.” jelas Sanda.
“Do you enjoy it?”
Sandra
sejenak berpikir dan menjawab,
“Yeah, why not?”
Pandu
tersenyum dan mencoba meyakinkan,
“Are you sure?”
“Yeah, yes I am..” jawab
Sandra.
“I am not..” kata Pandu
menggelengkan kepala, masih dengan senyuman.
“Not what?” tanya Sandra.
“I’m not sure kau enjoy with Rafi. Your eyes can’t lie..”
Kembali sejenak Sandra terdiam, lalu mencoba tersenyum meredam
situasi.
“What do you mean?” tanya
Sandra.
“I mean.. I can see you tak enjoy hidup bersama
Rafi. Don’t you?”
Sandra menghela nafas dan menyeruput minuman dinginnya dengan sedotan.
“Aku tak paham maksud pembicaraanmu.” ujar Sandra dengan mimik lebih
serius.
“Well..”
Pandu lalu
mengeluarkan sebuah kotak dari kantongnya. Diletakkannya benda itu di meja,
tepat di hadapan Sandra.
“Mungkin benda ini nak buat kau paham.” kata Pandu.
“Apa ini?”
“Bukalah.”
Dibukanya bungkusan
kotak itu oleh Sandra. Dan begitu terbuka tampaklah isinya berupa jam tangan
mewah berwarna putih silver dengan serpihan berlian yang menempel di sepanjang
sisi lingkaran kepala jamnya.
“Kamu ngasih aku ini??”
tanya Sandra dengan penuh takjub.
“Yup, that’s yours..”
“Oh my God… It’s so expensive..
Bagaimana aku bisa menebus ini?” tanya Sandra dengan ekspresi yang tak berubah.
Kini giliran Pandu
yang terdiam sejenak. Diletakkan tangan kanannya di meja, tepat di hadapan
Sandra.
“Get my hand..” pinta Pandu.
Rupanya Sandra salah
menangkap maksud Pandu, diserahkannya jam tangan itu ke tangan Pandu.
“Oh no, I mean your hand. Hold
my hand.”
Dengan sedikit berat
hati, tangan kanan Sandra meraih tangan Pandu dan kedua tangan itu pun saling
bergenggaman.
“I love you Sandra..” kata
Pandu dengan nada lembut.
“I wanna be yours..”
lanjutnya.
Sandra menunduk,
lalu menjawab,
“No, I cannot.”
Sandra langsung
melepaskan tangannya, lalu ia masukkan kembali jam tangan mewah ke dalam
bungkusnya, kemudian ia serahkan kembali ke Pandu.
“Yes, we can.” tegas Pandu
menerima bungkusan tadi seraya menahan tangan Sandra dengan genggamannya.
“Kita boleh jalani hubungan serius kita. I will give you everything.”
“You know.. aku sudah
bersuami. Tolong hormati saya.” elak Sandra.
“Sandra, life is a choice. And you
gotta choose your best. Kau tak boleh terus menerus hidup macam ni. You have a right to be happy..”kata Pandu
terus membujuk.
“I really can’t do it, Pandu. I
cannot do it..” kata Sandra dengan mata yang mulai memerah.
“Okay, listen to me Sandra..
Kau ini macam burung yang terkurung dalam sangkar. Tiap hari selalu diberi
makan oleh majikannya, diberi minum, dimandikan, serta diberi berbagai macam treatment yang dibutuhkan untuk
menunjang kelangsungan hidupnya. Segalanya tampak baik-baik saja selama si
majikan konsisten dengan kewajibannya.” ujar Pandu.
“But everything is not what it
seems. Sebaik-baiknya perlakuan majikan dalam memelihara, dalam hati kecil
burung itu tetap saja ingin hidup bebas di habitatnya, tanpa kekangan majikan
dalam sangkar. Karena pada hakekatnya burung diciptakan untuk terbang bebas di
angkasa, mengepakkan kedua sayap kebanggaannya, untuk mencari dan menikmati
segala yang ada di kehidupannya.”
Sandra menunduk
mendengarkan kata-kata yang diucapkan lawan bicaranya dengan seksama, sedangkan
Pandu terus melanjutkan,
“Begitu pun denganmu Sandra. Meskipun kau menunjukkan sikap
seolah-olah enjoy bersama Rafi, tapi di satu sisi kau telah membohongi dirimu
sendiri yang sebenarnya ingin hidup lebih baik tanpa bersamanya.”
Mata Sandra mulai
berkaca-kaca. Dalam benaknya mengakui, bahwa apa yang dikatakan Pandu memang
benar adanya.
“So ikutlah denganku Sandra. Kau akan temukan kembali sayapmu, lalu
kita bergandengan tangan dan terbang bersama mencari kebahagiaan yang kita
impikan bersama-sama.” lanjut Pandu.
Sandra mengusap air
matanya dengan jari, lalu berkatalah ia dalam lirih,
“Aku ngga bisa tinggalin
suamiku.”
“Pasti bisa Sandra. Aku bisa mengaturnya. Yang kita butuhkan hanyalah
seorang tumbal.” kata Pandu.
“Tumbal bagaimana maksudmu?” tanya Sandra tak paham.
Pandu menghela nafas, lalu balik bertanya,
“Adakah lelaki lain yang kau pernah jalin special relationship di masa lampau?”
Sandra berpikir sejenak, lalu menjawab sambil mengangguk,
“Ada.”
****
Langganan:
Postingan (Atom)
Postingan Terbaru
Surat untuk sang Waktu
Dear waktu, Ijinkan aku 'tuk memutar kembali rodamu Rengekan intuisi tak henti-hentinya menagihiku Menagihku akan hutang kepada diriku d...