Mimpi. Pernahkah anda memilikinya? Atau anda sedang
memilikinya? Oops, tunggu dulu. Mimpi
yang dimaksud disini bukan bunga tidur. Tapi mimpi yang dimaksud adalah alasan
dibalik hasrat kita dalam melakukan berbagai upaya. Mengapa kita bermimpi?
Pixabay
Secara
turun-temurun, bangsa kita percaya bahwa tiap manusia dianugerahi tiga
kemampuan dasar (tridaya) dalam menjalani perannya sebagai individu. Ketiga
kemampuan dimaksud adalah cipta, rasa dan karsa. Cipta merupakan kemampuan
manusia untuk memunculkan suatu ide/gagasan dalam pikiran yang sifatnya brand new. Sesuatu yang sebelumnya belum
ada, belum terpikirkan, menjadi ada dan bergelayut dalam pikiran.
Daya cipta telah memunculkan sesuatu dalam diri kita. Entah
berupa pemikiran yang berkecamuk dalam kepala, perasaan yang terpendam dalam
diri kita, atau segala hal tak kasat mata yang hanya ada dalam diri kita, dan cuma
kita pula yang memahaminya. Mengapa kita merasakannya? Tentu karena kita
memiliki daya rasa. Kemampuan untuk merasakan segala yang menghampiri kita,
entah muncul dalam diri maupun dari luar. Sebuah ungkapan emosi yang berangkat
dari apa yang dirasa, baik lahir maupun batin.
Terakhir adalah karsa. Dimana karsa ini merupakan daya
manusia yang menentukan seberapa besar kemauan manusia dalam
mewujudkan/menyalurkan apa yang telah tercipta dan ia rasakan dalam dirinya. Dari
daya ini pula muncul apa yang kita kenal dengan istilah “hasrat”. Hasrat timbul
dalam diri untuk melakukan segala upaya yang menghasilkan output dari daya cipta dan rasa yang mendahuluinya.
Hasrat ini pula yang menjadi energi untuk mengejar semua yang
kita inginkan. Apapun yang kita inginkan, baik berupa gagasan, ucapan, target, kehendak,
tindakan, pernyataan sikap, dan tak ketinggalan pula sesuatu yang tengah kita
bahas: impian. Ya, impian. Bentuk lanjutan dari gagasan berupa mimpi. Dengan
mimpi, manusia seperti memiliki peta petunjuk jalan yang mengarah pada target
yang diinginkan, sedangkan hasrat ibarat kendaraan yang mengantar manusia mengarungi
jalan menuju targetnya.
Sekiranya kita sudah cukup akrab mendengar jargon-jargon
semacam “mengejar mimpi”, “menjemput impian”, “kejarlah cita-citamu”, dan masih
banyak lagi yang maknanya sama: positif! Benar, banyak sekali ungkapan/kutipan tentang
semangat dalam mewujudkan mimpi. Tentu saja dalam prakteknya tak berhenti pada
kalimat-kalimat heroik belaka. Dibutuhkan upaya nyata, baik berupa tindakan
maupun keputusan yang diambil seseorang untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.
Pixabay
Ada berbagai macam upaya yang dilakukan manusia dalam
merealisasikan mimpinya. Mulai dari yang teringan, terberat, termudah, tersulit,
tercepat, terlama, bahkan dari yang wajar hingga yang tak wajar. Semua bergantung
pada seberapa besar hasrat seseorang dalam mengejar mimpinya. Bukan hal yang
salah pula seseorang berusaha mewujudkan impiannya, selama tidak merugikan
orang lain tentunya. Ini berlaku untuk semua, termasuk kita.
Namun satu-satunya pertanyaan yang muncul, siapkah kita pada
berbagai kemungkinan yang diperoleh dari usaha kita? Bisa saja kita jawab Ya,
atau Tidak/Belum. Tapi jawaban yang paling nyata adalah sikap kita ketika waktu
itu benar-benar tiba. Bagaimana sikap kita ketika benar-benar berhasil, atau
benar-benar gagal ketika usahanya mencapai fase akhir di ambang target.
Ada dua indikator seseorang itu disebut siap. Pertama, ketika
ia berhasil mewujudkan mimpinya tetap stay
in control, tidak melakukan selebrasi yang berlebihan (tetap gembira tapi
masih dalam kewajaran), dan bersyukur baik dalam ucapan maupun tindakan. Kedua,
ketika ia gagal merealisasikan mimpinya, meskipun sedih tapi tidak berlebihan,
tidak mencari kompensasi lain yang merugikan, dan berusaha move on mencari peluang dan harapan baru.
Sedangkan seseorang tidak dikatakan siap dengan segala
kemungkinan jika ia berhasil mewujudkan mimpinya, keberhasilan itu menjadi escalator
yang meninggikan hatinya, sehingga pandangannya terus keatas dan lupa akan
masa-masa saat ia dibawah, serta lupa pula bahwa keberhasilannya tak lain karena kehendak Tuhan. Seseorang juga dikatakan tidak siap ketika ia gagal
merealisasikan impiannya, seketika itu pula ia terpuruk jatuh dalam liang
kesedihan tak berujung. Ia butuh waktu lama untuk move on karena merasa dunia seperti sudah berakhir karena
kegagalannya dalam mewujudkan mimpi.
Pixabay
Dari dua jawaban diatas pula dapat diketahui seseorang itu
pengejar mimpi atau pemuja mimpi. Apa bedanya pengejar dan pemuja? Tentu saja
ada bedanya. Jika seseorang itu masuk kategori siap dengan segala kemungkinan
yang terjadi, maka ia pun termasuk pengejar mimpi. Karena pengejar mimpi masih
didominasi oleh rasionalitas dalam memandang apa yang diimpikan.
Sebaliknya, jika ia tidak siap dengan segala kemungkinan,
maka ia termasuk dalam pemuja mimpi. Karena dilihat dari sikapnya dalam
menanggapi hasil yang diperoleh, maka tampaklah bahwa ia menaruh impiannya itu
diatas segalanya. Kedudukan impiannya melebihi semua harapan yang ia miliki,
sehingga tak ada pilihan lagi selain apa yang menjadi impiannya itu. Dan kegagalan
yang ia peroleh merupakan kerugian terbesar dalam hidupnya. Sikap inilah yang
perlu dihindari dalam usaha meraih mimpi. Maka jadilah pengejar mimpi, bukan
pemuja mimpi.
Demikian sekelumit tulisan saya ini, mohon maaf bila ada
kekurangan baik dari segi teknis maupun substansi. Semoga bermanfaat bagi
siapapun yang membaca. Keep dreaming,
keep fighting, and don’t forget for praying…
Sebetulnya saya
sudah sejak lama vakum mengikuti perkembangan sepakbola, baik lokal maupun
mancanegara. Namun dengan keikutsertaan Timnas Indonesia di ajang Piala AFF
2016 (sekaligus debut ajang internasional pasca sanksi FIFA), memori saya diingatkan
kembali pada momen kala Timnas tampil di ajang tersebut tahun 2004. Kala itu
turnamen sepakbola antar negara ASEAN dimaksud masih bernama Piala Tiger. Mengapa
Piala Tiger 2004? Karena sepanjang pengamatan saya pada sepak terjang Timnas
Indonesia, penampilan di Piala Tiger 2004 adalah yang terbaik…
Jelang turnamen
Sebelum tampil
di Piala Tiger 2004, Tim Garuda bisa dibilang tak punya waktu persiapan yang
cukup. Bahkan masa TC mereka jauh dari kata ideal untuk membentuk sebuah Tim
Nasional yang tangguh. Alasannya tak lain adalah kompetisi liga domestik yang
padat (dan molor) kala itu. Meskipun tidak punya waktu untuk menghelat pertandingan
uji coba internasional, kebetulan saat itu Timnas sedang menjalani kualifikasi
Piala Dunia 2006 Zona Asia. Maka dijadikanlah sisa laga kualifikasi Piala Dunia
(yang sudah tak lagi menentukan) sebagai “uji coba” Tim Merah-Putih jelang
tampil di kejuaraan ASEAN.
Ada dua
pertanding sisa kualifikasi Piala Dunia yang dijalani, yakni melawan Arab Saudi
dan menghadapi Turkmenistan. Keduanya sama-sama dihelat di Stadion Utama Gelora
Bung Karno, dan sama-sama pula berakhir dengan skor 3-1. Bedanya, skor 3-1 yang
pertama adalah kemenangan Arab Saudi, sedang sisanya adalah kemenangan Timnas
sekaligus penutup rangkaian pertadingan Kualifikasi Piala Dunia yang dijalani
selama 2004.
Namun perlu
digarisbawahi, bahwa pertandingan melawan Arab Saudi yang disebut tadi
merupakan momen yang special. Bukan karena hasil akhirnya, tapi pada
pertandingan itulah seorang pemuda Papua berusia 18 tahun mencatatkan debutnya
bersama Tim Merah-Putih di ajang internasional. Dialah Boaz Theofilius Erwin
Solossa, pemain yang kelak menjadi bintang andalan Timnas Indonesia. Meski
tidak mencetak gol di pertandingan debutnya, penampilan striker asal Sorong itu
mampu memukau sekaligus memberikan harapan baru kepada Timnas dan para pecinta
sepakbola tanah air.
Dipilihnya nama
Peter Withe sebagai juru taktik Timnas pasca Piala Asia 2004 turut memberi
warna tersendiri bagi Timnas. Pasalnya kala itu pula, nama Peter Withe telah
dikenal sebagai pelatih sukses di Asia Tenggara karena mampu membawa Thailand
juara di 2 edisi Piala Tiger sebelumnya (2000 dan 2004), medali emas SEA Games
1999, semifinalis Asian Games 1998 dan berprestasi di Piala Asia 2000 dan
Kualifikasi Piala Dunia 2002. Dibekali pemain-pemain bagus yang banyak memasuki
usia emas, kehadiran Withe pun diharapkan memberi prestasi tinggi pula untuk
sepak bola Indonesia.
Saat Turnamen
Maka Piala Tiger
2004 pun dimulai. Pertandingan perdana dijalani Indonesia menghadapi Laos.
Pertandingan tersebut menjadi panggung pertunjukan bomber-bomber maut Garuda
yang bermaterikan Ilham Jayakesuma, Elie Aiboy dan the rising star, Boaz Solossa. Tak tanggung-tanggung, gawang Laos
digelontor 6 gol tanpa balas dan membuahkan poin penuh Indonesia di laga
perdananya.
Source: bola.net
Sepanjang
penyisihan grup Indonesia bak raksasa ngamuk yang tanpa ampun melumat
lawan-lawannya. Selain Laos, Kamboja dan tuan rumah Vietnam turut menjadi
korban keganasan Garuda yang dikapteni Ponaryo Astaman. Vietnam yang bermain
sebagai tuan rumah, dibungkam tak berdaya di hadapan pendukungnya sendiri.
Skornya pun cukup telak, 3-0. Penyisihan grup ditutup dengan kemenangan 8-0
Indonesia atas Kamboja. Dari 4 pertandingan penyisihan grup, Indonesia berada
di puncak klasemen dengan mencatatkan 3 kemenangan, satu kali imbang dan
menorehkan membukukan 17 gol tanpa kebobolan satu pun! Cuma Singapura
satu-satunya tim yang berhasil mencuri poin dari Indonesia saat bermain imbang
0-0 di laga kedua penyisihan grup.
Memasuki fase knock out, ekspektasi dan optimisme
terhadap Timnas semakin tinggi saja. Setelah keluar sebagai juara grup dengan
torehan yang fantastis, Indonesia berhadapan dengan tim negeri jiran Malaysia
di semifinal. Pertandingan babak ini (dan selanjutnya) menggunakan system
home-away, dimana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah di leg pertama.
Bermain di Gelora Bung Karno, pertandingan Indonesia vs Malaysia disesaki
pendukung Garuda di tribun penonton. Baru 5 menit permainan berjalan, Kurniawan
Dwi Yulianto membuat stadion bergemuruh setelah sundulan akuratnya menjebol
gawang Harimau Malaya sekaligus membuka skor untuk tuan rumah Indonesia.
Sayangnya gol
tersebut menjadi satu-satunya gol yang diciptakan Indonesia di pertandingan
itu. Dan hasil yang didapat pun di luar dugaan. Indonesia justru kalah di
kandang sendiri melawan Malaysia di leg pertama semifinal Piala Tiger 2004. Hasil
ini praktis memperberat peluang Boaz Solossa dkk. untuk bisa lolos ke babak
puncak. Mau tak mau mereka harus menang pada leg kedua di kandang lawan!
Maka selajutnya
pertandingan semifinal leg kedua dihelat di Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan
beban mengejar defisit kekalahan 1-2 di Jakarta, babak Final serasa cukup jauh
dari harapan. Dan harapan itu semakin kabur setelah Malaysia mencetak gol di
pertandingan itu dan membuka skor 1-0. Alhasil, Indonesia harus mengejar
defisit 3 gol. Namun masuknya Kurniawan sebagai pemain pengganti di babak kedua
agaknya memberi inspirasi baru untuk Timnas yang nyaris kehilangan harapan di
pertandingan.
Source: wikipedia.org
Aksi Kurniawan
yang membuahkan gol lewat sepakan kerasnya sekaligus menjadi trigger bangkitnya semangat Timnas untuk
mengejar kemenangan. Terbukti setelah papan skor imbang 1-1, gol-gol lain untuk
Timnas tercipta lewat sundulan Charis Yulianto, sepakan Ilham Jayakesuma dan
aksi individu berkelas dari Boaz Solossa. Apa yang terjadi? Skor berakhir 4-1
untuk kemenangan Indonesia di kandang lawan, dan lolos ke babak puncak! Ini
adalah pertandingan dengan hasil paling fantastis selama saya menyaksikan Timnas…
Benar saja.
Kemenangan spektakuler itu mengantar Indonesia lolos ke Final. Dan lawan yang
dihadapi adalah tim yang sudah tak asing lagi karena sebelumnya sudah bersua di
penyisihan grup. Lawan yang dimaksud adalah satu-satunya tim yang berhasil
mencuru poin dari Indonesia di penyihan grup, yaitu Singapura. Sama seperti
babak semifinal, Indonesia kembali mendapat kesempatan tuan rumah di leg
pertama Final.
Untuk keduakalinya
Stadion Utama Gelora Bung Karno dipenuhi supporter-suporter yang mendukung
Merah-Putih bertanding. Pertandingan berjalan antara kedua belah tim. Ekspektasi
mengangkat trofi Piala Tiger untuk pertama kalinya kian membubung tinggi. Namun
baru beberapa menit permainan berlangsung, gawang Indonesia dikejutkan oleh gol
pemain naturalisasi Singapura.
Tertinggal satu
gol membuat permainan Ponaryo Astaman cs. kian agresif. Namun gawang Hendro
Kartiko lagi-lagi harus bobol sehingga skor menjadi 2-0 untuk tim tamu, dan bertahan
hingga turun minum. Sebetulnya permainan Indonesia tidak buruk dalam
pertandingan ini. Hanya saja Singapura lebih beruntung dan oportunis dalam
memanfaatkan setiap peluang dan serangan balik. Babak kedua pun sama saja. Dominasi
Garuda atas The Lions di lapangan
harus pupus setelah Singapura mencetak gol ketiganya yang membuat Timnas mulai
merelakan kekalahannya di kandang sendiri. Gol Mahyadi Panggabean di akhir
pertandingan menjadi penutup drama leg pertama final yang berakhir 3-1 untuk
kemenangan Tim Singa.
Pertandingan
selanjutnya sekaligus laga pamungkas dihelat di kandang Singapura. “Gol hiburan”
Mahyadi Panggabean saat memperkecil skor jadi 1-3 di Jakarta lalu dijadikan
modal Timnas untuk bangkit. Bukan tanpa alasan mengingat pada semifinal Indonesia
juga kalah di kandang tapi mampu bangkit dan menang saat bertandang. Namun pertandingan
leg kedua final Piala Tiger 2004 agaknya menjadi titik klimaks penampilan
Garuda. Babak pertama berakhir dengan keunggulan 2-0 untuk tuan rumah
Singapura.
Pertandingan
babak kedua hanya menjadi menit-menit hitung mundur resminya gelar juara Piala
Tiger untuk Singapura. Meskipun tetap memberi perlawanan sengit, Indonesia
hanya mampu menambah satu gol sekaligus menjadi gol terakhir Timnas di turnamen
tersebut. Peluit panjang dibunyikan sebagai tanda berakhirnya pertandingan
final leg kedua. Skor 2-1 untuk Singapura menjadikan Tim Singa keluar sebagai
Kampiun ASEAN 2004, setelah unggul agregat 5-2 atas Indonesia. Bagi Indonesia,
hasil ini adalah hattrick mereka
sebagai runner up kejuaraan itu
setelah sebelumnya mendapat hasil yang sama pada edisi 2000 dan 2002.
Pasca tunamen
Meskipun (kembali)
gagal mengangkat trofi juara, Tim Indonesia tetap mendapat sanjungan yang
tinggi. Saya mendapat beberapa catatan dari penampilan impresif Timnas saat
itu, berikut uraiannya.
üDi level individu Indonesia mendapat gelar top scorer (pencetak gol terbanyak)
melalui striker Ilham Jayakesuma (7 gol). Gelar ini adalah yang ketiga kali
berturut-turut diraih pemain Indonesia setelah sebelumnya Gendut Doni (2000) dan Bambang Pamungkas (2002) mendapat
gelar serupa.
üNama Boaz Solossa kian melambung namanya di
kancah sepak bola setelah turnamen ini
üKombinasi Boaz Solossa, Ilham Jayakesuma dan
Elie Aiboy menjadi kombinasi paling maut yang pernah dimiliki Timnas sepanjang
sejarah keikusertaan Piala AFF.
üSelain trisula Boaz-Ilham-Elie, peran bek sayap
Ismed Sofyan dan Ortizan Solossa turut menjadi alasan diseganinya serangan
Timnas lewat sayap.
üSosok Peter Withe sebagai pelatih tim tentu
memegang peranan penting di balik layar penampilan impresif Timnas di Piala
Tiger 2004. Ia dikenal sebagai pelatih yang pandai memotivasi pemain. Pasca turnamen,
Withe memperkenalkan pola 4-4-2 kepada sepakbola Indonesia yang sebelumnya
akrab dengan pakem 3-5-2.
üRekor gol Timnas 17-0 sepanjang penyisihan grup belum
ada yang menyamainya sama sekali sampai mejelang Piala AFF 2016 (saat catatan
ini dibuat).
üSetelah berakhirnya Piala Tiger 2004, Timnas
senior bisa dibilang vakum dari ajang resmi sepakbola internasional sepanjang
2005-2006. Sebetulnya ada kualifikasi Piala Asia 2007, namun karena Indonesia
bertindak sebegai salah satu tuan rumah, maka sudah seharusnya otomatis lolos
tanpa melewati kualifikasi.
üButuh 3 edisi tunamen pasca 2004 bagi Timnas
untuk bisa kembali merasakan babak puncak turnamen. Ini terjadi pada Piala AFF
2010 dimana Timnas kembali melaju hingga Final sebelum dihentikan Malaysia dan
kembali menjadi runner up untuk keempat
kalinya di ajang tersebut.
üMeskipun penampilan Timnas di Piala AFF 2010
tergolong impresif dan mendapat apresiasi banyak kalangan, bagi saya Timnas
edisi Piala Tiger 2004 tetap yang terbaik. Semoga tak perlu menunggu waktu lama
lagi untuk melihat performa Timnas yang impresif dan mampu memberi kebanggaan
lewat prestasi-prestasi gemilang...
"Kemerdekaan satu negara, yang didirikan diatas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga."
Apalah arti objektif Bila semua yang kita yakini bersifat subjektif Lantas apakah yang kau sebut "objektif" Benar-benar bersifat objektif?
"Kau harus objektif kawan..." Kata-kata lantang yang sering lembut diucapkan Lantas apakah kau seorang yang objektif? Hmm.. cobalah sejenak 'tuk pikirkan
Tiada yang salah dengan terma "objektif" Sebutir kata dengan segenap makna yang baik Nahasnya, yang baik itu belum tentu benar... Sekalipun benar dalam konteks gramatikal
Ketika kau sebut objektivitas itu kebenaran Maka ingatlah bahwa kebenaran itu subjektif! Dan ketika kau mengaku-ngaku objektif Maka dirimu itulah subjektivitas yang masif..
Karena apa-apa yang kau pikirkan Apa-apa yang kau inginkan Dan apa-apa yang kau wujudkan Semua berpangkal dari subjektivitasmu Dan subjektivitasmu berpangkal dariegomu
Kita tak bisa berbuat objektif kawan.. Karena ia hanya ketiadaan yang diada-adakan Lantas apa yang dapat kita perbuat, kawan.. Ketika sangwaktu memaksa 'tuk menyikapi keadaan?
Jawabnya adalah keadilan, kawan.. Karena ia berpangkal dari kebijaksanaan Dan kebijaksanaan berpangkal dari nurani Dimatangkan oleh logikaatas sebuah kelaikan Dan mengkristal dalam tindakan-tindakan
Timbanglah semuadengan aspek-aspek yang berperan Hindari berat sebelah, mulailah adil sejak dalam pikiran Ya, adil sejak dalam pikiran Seperti kata Pram
Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah: Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah: Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah: Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan
Fikiran statis tak dinamis Fokus pun beku macam es batu Tatapan kosong menerawang hampa Namun tajam menawan bayang
Imaji bukan lagi sekedar mimpi Bukan pula penghibur sepi Kiranya ia tak ubahnya zat asam Dimana nafas berhembus lega darinya
Dan aku ini adalah pemujamu Mengejarmu adalah hasrat hidupku Bagiku Kau adalah awal dan akhir sebuah cerita Dan aku adalah lakon di segala chaptermu Karena ku tahu Kau adalah agen Tuhan petunjuk hidupku
Menatapmu, menyapamu Lalu kau lari menantang kejarku Kau mainkan pikirku dengan lihaimu Menggugah akal dan ikhtiarku padamu Meraihmu, muara dari segala harapku
Selamat malam binatang jalang Ya, binatang jalang yang nyata Bukan di puisi "aku" karya Khairil Anwar Meski mungkin kau memang datang Dari kumpulan yang terbuang
Kuakui hadirmu membuyarkan sepiku Datang tetiba tanpa siulan dariku Bernafaskan lapar yang tak menentu Memelas manja pancarkan harapmu Demi secuil tulang sisa makan malamku Sepulang lemburku yang menyita waktu
Entitasku tentu tak sama dengan entitasmu Aku hanya manusia dan kau cuma hewan Tampilan ragawi adalah unsur pembeda kita Yang mutlak tanpa debat argumen kata
Namun kita adalah satu dalam hakekat Kau punya kekurangan, begitupun aku Tapi kau ingin dihargai, begitupun aku Kau ingin dikasihi, begitupun aku Dan kau tak mau disakiti, begitupun aku Karena seperti ku katakan sebelumnya padamu, Kita satu hakekat sebagai makhluk-Nya
Teringat aku akan sosok Leonardo da Vinci Si jenius universal yang gila itu Ihwal kata-katanya yang mahsyur Bahwa segala sesuatu Saling berpadu kait dengan sesuatu yang lain
Ya, entah sadar ataupun tidak Kau dan aku saling menyatu Dalam harmoni ekosistem kehidupan Dimana terjalin berbagai simbiosis di dalamnya, Atraksi keindahan taman sari takdir-Nya
Kita ini hanyalah komponen terkecil Yang bermain peran dalam sandiwara kosmik Lewat dunia dan durasi hidup masing-masing Dalam naungan garis-garis besar haluan-Nya
Lantas, hanya kepada-Nya lah Gusti Yang Maha Nirmala Kelak kita 'kan berpulang
Italia adalah salah satu negara dengan prestasi sepakbolanya
yang mendunia. Sepak bola (Calcio)
telah memberikan 4 (empat) gelar juara Piala Dunia dan 1 (satu) gelar juara
Piala Eropa untuk negeri semenanjung itu. Selain memang karena calcio merupakan olahraga terpopuler di
masyarakatnya, pembinaan sepak bola disana juga berjalan secara sistematis dan
terstruktur dalam berbagai jenjang usia. Meskipun kerap tersandung skandal
pertandingan di kompetisi domestik (calciopoli)
dan sempat mandeknya produksi pemain-pemain berbakat usia muda, tetap saja
Italia diakui sebagai salah satu negara sepak bola yang diperhitungkan di
kancah internasional.
Sepak terjang Timnas Sepak Bola Negeri Pizza pun terbilang
unik. Pasang surut prestasi mereka berputar dalam siklus, dimana setiap 6 tahun
sekali (sejak Piala Dunia 1994) mereka selalu melaju hingga babak Final
turnamen yang diikuti. Pembahasan mengenai siklus yang dimaksud pernah saya
tulis di postingan siklus-sepakbola-jerman-dan-italia, tahun 2015 lalu.
Nah, pada kesempatan ini saya mencoba untuk menyusun formasi
tim berjuluk Gli Azzurri itu, yang
bermaterikan pemain-pemain terbaik yang sedang atau pernah menghiasi skuad
Italia di millennium ketiga ini (2000-2016). Langsung saja, berikut susunan
timnya dengan skema 3-4-1-2.
1.Kiper
Posisi pertama tentu adalah Penjaga Gawang
yang saya berikan kepada kapten Azzurri 2014-2016, Gianluigi Buffon. Penjaga
gawang Juventus yang kabarnya akan pensiun 2018 ini adalah salah satu penjaga
gawang terbaik di dunia. Memulai debut di Timnas sejak 1997, portiere berjuluk superman ini bukan hanya hebat dalam menjaga gawangnya, tapi juga
memiliki leadership yang kuat pula.
2.Belakang
Untuk mengisi 3 bek di depan Buffon, saya
memasang trio Fabio Cannavaro, Paolo Maldini dan Alessandro Nesta.
Fabio Cannavaro adalah salah satu center-back
kelas dunia andalan Italia. Posturnya tidak terlalu tinggi untuk bek
negara-negara Eropa (175 cm), akan tatapi sangat lugas dan pandai dalam
penempatan posisi. Dialah kapten Azzurri
saat merebut trofi Piala Dunia 2006, sekaligus menjadi pemain terbaik di tahun
yang sama. Sepanjang karirnya ia memperkuat sejumlah tim papan atas seperti
Parma, Internazionale Milan, Juventus dan Real Madrid.
Paolo Maldini adalah ikon AC Milan yang
menjadi kapten di klub tersebut maupun Timnas di masanya. Pemain yang pensiun
pada 2009 itu adalah sosok kharismatik yang tangguh dalam menjaga wilayah
pertahanannya. Selain bek tengah, posisi bek sayap juga akrab dilakoni oleh
pemain yang gantung sepatu di usia 40 tahun itu.
Sama halnya Maldini dan Cannavaro, nama
Alessandro Nesta masuk dalam daftar bek tertangguh di dunia. Pemain yang sempat
menjadi ikon Lazio itu adalah langganan Timnas Italia sejak Piala Dunia 1998
sebelum mengundurkan diri dari Timnas pasca Piala Dunia 2006. AC Milan adalah
klub yang paling lama menggunakan jasa bek asal Roma itu sebelum akhirnya
hijrah ke Liga Amerika Serikat di penghujung karirnya. Bersama Maldini dan
Cannavaro, Nesta menjadi komponen penting yang menjadikan Italia sebagai Tim
dengan pertahanan terbaik di dunia.
3.Tengah
Lini tengah tim yang saya susun tidak
semuanya diisi gelandang. 4 pemain di lini vital ini diisi Christian Panucci
yang berperan sebagai bek sayap kanan, Gennaro Gattuso dan Andrea Pirlo sebagai
gelandang penyeimbang timn serta Gianluca Zambrotta sebagai bek sayap kiri.
Christian Panucci adalah pemain yang biasa
berperan sebagai bek kanan. Namanya kerap menghiasi skuad Azzurri dibawah asuhan Dino Zoff dan Giovanni Trapatoni. Sempat absen
di Piala Dunia 2006, muncul kembali di Euro 2008 saat Italia dilatih Roberto
Donadoni. Dengan kemampuan bertahan dan menyerang sama baik, plus ditunjang
segudang pengalaman, Panucci menjadi sosok andalan Italia di sisi kanan
pertahanan.
Selanjutnya posisi gelandang "pengangkut air" diisi oleh Gennaro Gattuso. Bagi para Milanisti, sosok Gattuso pasti sudah
akrab sebagai sosok yang keras, baik gaya bermain maupun temperamen. Kemampuan
tackling dan keuletannya dalam merebut bola sangat ampuh dalam memutus alur
serangan lawan di lini tengah. Berkat tipikalnya yang keras dan penuh tenaga,
julukan il rhino (si badak) pun
disematkan padanya.
Sebagai kompatriot Gattuso di lini tengah,
pilihan saya jatuhkan pada Andrea Pirlo. Ya, Pirlo adalah duet sehati Gattuso
baik di Milan maupun Timnas Italia. Sang metronom yang akrab dengan rambut
gondrongnya ini adalah sosok sentral yang seolah sulit digantikan dalam tim.
Kemampuannya dalam bertahan diimbangi secara sempurna dengan kelihaiannya
memberikan umpan-umpan akurat sebagai pengawal serangan tim. Vitalnya peran
yang diemban sang metronom membuatnya terus dipercaya memperkuat Timnas, bahkan
hingga memasuki usia senjanya dalam karir sepak bola.
Posisi bek sayap kiri diisi oleh pemain
yang pernah memperkuat Juventus, Barcelona dan Milan: Gianluca Zambrotta. Sejatinya
pemain ini adalah gelandang. Namun seiring kebutuhan tim, ia mampu mengemban
tugas sebagai bek sayap yang impresif. Ia mahir bermain di sisi kanan maupun
kiri pertahanan dengan sama baiknya, hingga menjadi andalan di posisi bek sayap
di klubnya maupun Tim Nasional.
4.Depan
Lini depan terdiri dari 1 penyerang lubang
yang berdiri di belakang 2 striker murni. Posisi yang dalam sepak bola Italia
disebut Fantasista ini diisi oleh
sang Pangeran Roma, Francesco Totti. Adapun duet striker di depannya adalah
Alessandro Del Piero dan Christian Vieri.
Posisi Fantasista
memang akrab dengan Francesco Totti. Di posisi ini, Totti bebas berkreasi
mengeskplor pertahanan lawan dengan skill-nya
yang sangat mumpuni. Il Principe
memang telah mengundurkan diri dari Timnas sejak 2006. Akan tetapi di klubnya, AS
Roma, ia tetap menjadi ikon tak tergantikan dalam tim. Bahkan ia masih terus
bermain dan menjadi andalan di usia yang nyaris kepala empat, tanpa kehilangan
taji dan wibawanya sebagai simbol tim yang bermarkas di ibukota Italia itu. Fantastis…
Kemudian penyerang yang pertama adalah
Alessandro Del Piero. Sama halnya Totti, Del Piero sudah menjadi simbol di tim
yang membesarkan namanya, Juventus. Ban kapten tim pun begitu awet di lengannya
selama berseragam Juventus, sebelum akhirnya pindah ke Liga Australia di
penghujung karirnya. Namanya pun kiranya akan abadi di benak setiap Juventini.
Terakhir, pemain yang berduet bersama Del
Piero di depan Totti adalah penyerang bertubuh besar, Christian Vieri. Pemain
yang akrab dipanggil Bobo itu berada di puncak karirnya saat memperkuat
Internazionale Milan. Di timnas pun ia turut diandalkan dalam membobol gawang
setiap lawan yang dihadapi Gli Azzurri.
Dengan postur tinggi besar, plus produktivitasnya dalam mencetak gol, Vieri
seperti monster yang selalu menjadi ancaman pertahnan lawan manapun.
Pelatih
Belum lengkap rasanya jika menyusun sebuah
tim tanpa disertai pelatihnya. Bertindak sebagai juru taktik, saya sempat
mempertimbangkan Giovanni Tapattoni sebagai allenatore
tim yang saya susun. Alasannya karena Mr. Trap adalah pelatih yang paling
banyak mengoleksi gelar scudetto sepanjang karirnya. Akan tetapi ia tercatat
gagal saat menangani Timnas Italia 2000-2004. Akhirnya pilihan saya jatuhkan
pada sosok yang mengarsiteki tim Italia saat juara dunia 2006, Marcello Lippi.
Alasannya
pun simpel dan jelas: dialah yang membangun dan mengasuh tim Italia di bawah bayang
kelabu Calciopoli 2006 hingga menjadi
kampiun dunia.
Formasi
3-4-1-2
Gianluigi Buffon
Fabio Cannavaro Paolo
Maldini (c) Alessandro Nesta
Christian Panucci Gennaro
Gattuso Andrea
Pirlo Gianluca
Zambrotta
Aku di kotamu, Jakarta... Megapolitan dunia di rantau nusantara Sebelas juta jiwa Sebelas juta cerita Pernah sayup terdengar dari mereka Pesonamu cuma uang dan uang Adakah uang-uang itu memancarkan gaya? Gaya magnet yang menarik mereka Untuk datang berkalang mimpi dan asa Memenuhi kotamu yang bersimbah asam arang?
Kiranya ini takdir yang terbentuk Sekalipun kau sembunyi di cerukan teluk Tapi selat strategis tak jauh darimu Jalur ramai kapal dari segala penjuru Dan ceruk teluk liang sembunyimu Justru itulah yang kapal-kapal itu buru Sejakzaman yang sudah sangat dulu Selepas masa Karang Antu
Jakarta, di kotamu ini dulu Berabad-abad yang telah berlalu Orang-orang barat singgah di tanahmu Berdagang sembari berkoloni Bernafaskan nafsu imperialistis menggebu Menguasai hajat seluruh pewaris sahmu
Tidakkah kau ingat? Ketika sang Pangeran terusir dari singgasana Bersembunyi di hutan jati pinggir sungai Lalu membangun harapannya kembali Sembari lanjutkan ikhtiarnya yang suci?
Atau tidakkah kau ingat? Peristiwa epik ratusan tahun silam Ketika laskar-laskar berpanji Mataram Bersimbah darah bertaruh nyawa Di medan laga Sungai Marunda?
Mereka semua Rela pertaruhkan itu semua Dengan tujuan yang sama: Membebaskan tanahmu yang mulia Dari belenggu pasung para penjajah!
Kaulah saksi bisu, yang paling sejati Rangkaian momen heroik putra-putri pertiwi Sebagai martir-martir revolusi Berjiwagelora determinasi tak bertepi Hingga tibalah kemerdekaan di suatu hari Yang kemudian kita nikmati sampai hari ini
Jakarta, kulihat kotamu kini telah menggila... Terlena pembangunan masif merajalela Berpacu iringi arus zaman Episentrum ekonomi dan "seni segala kemungkinan"
Gedung-gedung pencakarmega Jalan-jalan menjalar hingga sudut-sudut kota By pass, underpass, fly over, rel dan lebuh raya Dan jangan lupa proyek-proyek ambisius menggelora Itulah rona wajahmu kini, Durian Besar...
Maafkan aku tak bermaksud antimodernitas Tapi tak adakah yang mengingatkanmu Bagaimana kabar sungai-sungaimu Pesisir-pesisir pantaimu Dimana hutan dan kebunmu yang dulu Tidakkah kau muliakan bumimu Serta budaya luhur pendahulu-pendahulumu?
Semoga tiada lupa atau masa bodoh darimu... Karena semua ihwal jati dirimu Jati diri sebuah ibukota Dari negara yang berbhineka, berbudaya dan berketuhanan
Dan kau adalah cerminan Maka janganlah sekali-kali kau nafikan
Tiada terlambat 'tuk sadar menghela Kiranya semua akan mengamininya Jadilah kau megapolitan madani dunia Megapolitan yang humanis, asri dan berbudaya Bukan cuma sarang hedonisme belaka
Ketika sesi reses sebuah acara diskusi tentang agama dan kebebasan, Dalai Lama
mendapat pertanyaan yang menggelitik dari Leonardo Boff tentang agama apa yang
paling baik di dunia. Leonardo sendiri adalah seorang tokoh renovator teologi pembebasan
Amerika Latin yang berasal Brazil. Berikut dialog mereka, antara Leonardo (L)
dan Dalai Lama (D):
L : “Menurut
anda, agama apa yang terbaik di dunia ini?”
Leonardo berpikir jawaban yang akan ia terima adalah Buddha dari Tibet
atau agama-agama timur yang usianya lebih tua dari Kristianitas.
D : (tersenyum seraya menatap Leonardo) “Agama terbaik di dunia
adalah yang lebih mendekatkan diri anda pada cinta, yaitu agama yang membuat
anda menjadi orang yang lebih baik.”
Sambil menutup rasa malu, Leonardo kembali bertanya.
L : “Apa
tanda agama yang membuat kita menjadi lebih baik?”
D : “Agama apapun yang bisa membuat anda lebih welas asih, lebih
berpikiran sehat, lebih objektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi,
lebih punya rasa tanggung jawab, lebih beretika, agama yang punya kualitas
seperti yang saya sebut adalah agama terbaik.”
Leonardo terdiam sejenak dan terkagum-kagum atas jawaban yang bijak dan
tak terbantahkan itu. Dalai Lama lalu kembali melanjutkan,
D : “Kawan, tak penting bagi saya apa agamamu, tak peduli anda beragama
atau tidak. Yang betul-betul penting bagi saya adalah perilaku anda di depan
kawan-kawan anda, di depan keluarga, lingkungan kerja, dan dunia.
Ingat, alam semesta akan menggaungkan apa yang sudah kita lakukan dan
pikirkan. Hukum aksi dan reaksi tidak ekslusif hanya untuk ilmu fisika,
melainkan juga untuk hubungan antarmanusia. Jika saya berbuat baik, akan
menerima kebaikan. Jika saya jahat, maka saya pun akan mendapatkan keburukan
yang sama.”
Menurut Dalai Lama, apa yang telah disampaikan nenek moyang kita adalah
kebenaran murni. Dalai Lama lantas menegaskan.
D : “Anda akan mendapatkan apa saja yang anda inginkan untuk orang lain.
Dan menjadi bahagia bukanlah persoalan takdir, melainkan pilihan.”
Dan akhirnya Dalai Lama menutup:
“Jagalah
pikiranmu, karena akan menjadi perkataanmu
Jagalah
perkataanmu, karena akan menjadi perbuatanmu
Jagalah
perbuatanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu
Jagalah
kebiasaanmu, karena akan menjadi karaktermu
Jagalah
karaktermu, karena akan menjadi nasib/kammamu
"Everyone just like the mosaic artwork. You can't value them by looking at only one part. You have to find the other parts by knowing them closer, by heart to heart, until you can see the full shape of its mosaic."
"Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari... Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada."
Dari hasil kontemplasinya dibawah rindang Pohon Sukun tersebut, Bung Besar menemukan ilham yang beliau sebut "5 butir Mutiara". Kelak, 5 butir mutiara itu kita kenal (sampai hari ini) dengan nama Pancasila...
Apalah gerangan kau ini Datang tetiba bak semilir angin Merasuk pori-pori dada dan kepala ini Racuni hati hingga relung teresapi Akal sehatku lumpuh serasa mati
Membias rasa dalam diri Perasaan macam apa ini? Semu tanpa ada nilai Tapi konstan bergelayut dalam diri Liarkan imaji dalam savana sepi Tanpa dapat kumaknai sama sekali
Sengaja aku datang kemari Cuma untuk menelisikmu seorang diri Dan konklusi yang kini kutegasi Rasa ini bukan cinta, tapi obsesi!
Ya, ini urusan kau dan aku Kau yang membenturku Dengan sosok asing itu Tanpa alasan dan rasionalitas yang patut
Apalah salahku duhai penjaja rasa Kau tahu, dia dan aku tak ada apa-apa Aku tak menanam apa-apa Tapi kau yang semai dengan lancangnya Memaksaku bermain-main tanpa logika Kau tautkan simpul semu dalam kalbu yang hampa
Dan inilah waktuku 'tuk balas memaksa Menggugatmu 'tuk ungkapkan kebenaran Kebenaran yang nyata tanpa embel-embel "semoga" Jikalau memang garis takdir kami sama Tunjuklah bahwa itu nyata
Tapi jika itu palsu, tunjuklah pula! Bawalah kembali rasionalitas yang kau sita Karena sungguh tak pernah kuhendakinya Aku tak mau permainkan rasa Terlalu lugu hati ini 'tuk dimainkan Terlebih terkait masa depanku seorang
Sekali lagi ku tekankan dengan tegas Ini soal realitas Bukan impian kosong yang tak jelas Menuntun inangnya dalam sesat tak berbatas
"Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik, di tengah atau di antara murid, Guru harus menciptakan prakarsa dan ide, dari belakang seorang Guru harus memberikan dorongan dan arahan."
Aku bukan apa yang ku perbuat Aku bukanlah tutur kata yang ku ucap Aku bukan perangai yang kau lihat Aku bukan pula apa yang mereka gunjingkan Gila-gilaku pun bukan parameter baku akan ku
Kawan, Aku adalah kamu... Sosok yang cukupkau saja yang tahu
Cantik itu permata Atraksi pesona duniawi yang paling nyata Cantik itu suci Ia 'kan slalu dijaga dan dirawat bagai bayi Cantik itu syahdu Kerna ia bisa jadi sumber kedamaian kalbu
Cantik itu mewah Kerna merawatnya, perlu daya nan melimpah Cantik itu candu Ketika orang terus memujanya sepanjang waktu Cantik itu bias Karena ia hanyalah sebuah relativitas
Cantik itu karya Kerna ia dipahat langsung oleh sang Pencipta Cantik itu adiluhung Kerna dibuat oleh Dzat Yang Maha Agung Cantik itu berlian Binar kilaunya memancarkan kemuliaan
Cantik itu api Kobarannya menyulut cinta di dalam hati Cantik itu kotak pandora Godaannya bisa pula datangkan angkara Cantik itu dusta Kerna ia bisa jadi topeng kebusukan jiwa
Cantik itu tersembunyi Jika ia berupa keluhuran hati
Cantik itu sempurna Ketika pesona lahirnya Dipadukeelokan hati empunya
Cantik itu fana Kerna ia akan hilang seiring usia Cantik itu drama Darinya hadir kisah-kisah yangpenuhromantika Cantik itu siksa Bagi bujangan yang terpana, tapi mustahil 'tuk dapatkan empunya
Kepada kalian para penulis Ksatria-ksatria sunyi Orator-orator intuisi Pengungkap kebenaran sejati
Bersenjata pena, berperisai kertas Melawan apa yg kalian sebut tirani Atau menderma gagasan bersendi idealitas Atau sekedar bergurau dalamsepi
Kebenaran adalah subjektivitas kolektif Ia tak mengenal apa itu definitif Termasuk yang kalian tulis, bisa jadi Sebab itulah subjektivitas yang kalian miliki Tergantung mereka geranganmenyikapi Apalah daya untuk tak kompromi
Menulis bukan perkara sederhana Seperti melihat jemari yang menggores pena Merangkai tulisan-tulisandariguratantinta Yang membisikkan suara-suara sunyi Bagi yang membacanyaseorang diri
Menulis adalah visualisasi Dari pergulatan idedan keteguhan hati Sertajua yang tak kalah penting:nyali Ya, setidaknya itulah seni
Di setiap kata dan kalimat Tak ubahnya rambu-rambuintegritas Juga konsistensi dalam berbuat Yang menaungi perangkainyalewat batas-batas
Namun demikian, tetaplah berpijak pada nurani Kebenaran yang kalian yakini Selama tidak berbuah rugi Karena dalam kebebasan ekspresi Terselip kontrol diri
"Karena kau menulis Suaramu tak 'kan padam ditelan angin Akan abadi, sampai jauh Jauh di kemudian hari," Begitu kata Pram
Maka dengan segala hormatku padamu Tuanglah kritik dan gagasanmu Dalam tulisan-tulisan yang membangun Dengan redaksi dan intensi tulusmu Agar segala yang baik-baik darimu Turut abadi tak lekang waktu
Salam wahai manggala suci Senapati abdi-abdi langit Pengemban amanah maha suci Pemandu pilihan-pilihan-Nya di bumi
Aku masih di dunia Di Bumi yang mulai menua Bersibuk menyemai benih-benih di ladang amal Diantara keruhnya genangan-genangan air dosa
Aku rasa kau cukup tahu Ihwal yang ada dalam benakku Andaikankita bisa saling bertemu Entah berapa harga 'tuk bayar waktu
Ku akui diriku telahlah kalut Larut dalam pekatnya tipuan musuh Tapi percayalah, ini bukan murni karsaku Disinilah aku mengaku
Maka oleh sebab itu Berkenanlah 'tuk berbagi cahyamu Sebagai suplai ilham, kekuatan dan pencerahan bagiku Sampaikan pada Tuhanmu yang juga Tuhanku Ampunilah segala khilaf dan kesilapanku Lindungi aku dari segala macam tipu
Wahai manggala tanah anbiya Pelindung negeri yang bercahaya Dari fitnah terbesar di akhir masa Mohonkan pula pada-Nya
Izinkan aku dan komplemen-komplemen hidupku Untuk berteduh di kotamu kelak Karena bagiku itu sebuah asa
Konsepsimu irrasional Namamu abadi dalam Al Hikmah Ihwal pondasi spiritual
Dan musuhmu adalah musuh Tuhanmu pula
Kadang hadirmu tak selalu diingat Kendati begitu, apa peduli anda?
Indah, gagah, brilian nan menawan Statis penuh wibawa kharisma Tak setitikpun kau luput dari minulya Sampaikan pula pada Tuhan kita Bahwasannya Tiada alasan bagi saya Untuk tak mensyukuri karunia-Nya
Dan meski kita tak saling bersua Setidaknya aku bisa mengira Bahwa kau pun mengetahuinya Semoga kelak kita bisa berjumpa Salam!
Jakarta, Hari Kabisat 2016 Written by: Ali-Aliyonk